Skip to main content

Cerita rakyat bugis duri - Legenda duri enrekang tentang nenek matindo dama

Cerita rakyat bugis Duri - Legenda Duri Enrekang tentang Nenek Matindo Dama. Duri Enrekang Adalah salah satu suku yang besar di kabupaten Enrekang (Masenrempullu) provensi sulawesi selatan.

Dan kali ini cerita rakyat sulsel yang disajikan adalah cerita rakyat enrekang duri atau kampung duri enrekang yang mengisahkan sejarah suku duri dalam Legenda suku duri enrekang.

Cerita rakyat dari sulawesi selatan ini berkisah akan suatu legenda yang mengisahkan terbentuknya nama suatu daerah yang ada di hamparan bumi ini.

Legenda yang dimaksud adalah suatu bangsa yang memiliki cerita atau memiliki data tertulis (Lontara istilah Bugis Makassar) atau hanya sekedar cerita turun temurun.

Di Enrekang pun memiliki beberapa cerita dan kisah terbentuknya suatu wilayah yang memiliki nama yang diambil dari kisah nyata peradaban manusia pada zamannya.

Selumbung pakelalono atau dikenal dengan nama Nenek Matindo Dama yaitu sosok manusia pertama yang dipercaya untuk memandu setiap kegiatan kemasyarakatan di Wilayah Utara Timur Laut Enrekang.

Daerah ini dikenal sebagai daerah pegunungan dengan persebaran penduduk yang belum mengenal peradaban sosial yang merata.

Nenek Matindo Dama atau pemimpin pertama di wilayah kerajaan yang berpusat di Buntu lalono meliputi daerah kekuasaan yang sangat luas dengan batas pegunungan yang mengelilinginya mulai dari Uluwai, marena.

Benteng Alla, Latimojong, Lakawan sampai perbatasan Bungin dan Baraka, karena tempatnya yang cukup strategis di daerah ketinggian, Buntu Lalono dipilih sebagai tempat bermukim pertama Nenek Matindo Dama atau dikenal sebagai Selumbung Lalono.

Penghidupan mereka dan keturunanya hanya tergantung pada alam, maksudnya hanya memakan buah-buahan dan umbi-umbian yang tumbuh dengan sendirinya, berburu binatang juga hal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhannya.

Pada saat itu dengan menggunakan alat berburu atau peraatan pusaka andalannya yang dimaksud terbagi atas 3 jenis yaitu Penai (berbentuk pedang), Gajang (berbentuk keris) dan Tallu Buntik (sejenis pisau pusaka bercabang tiga). Juga secara darurat biasa dibuat dari bahan kayu yang runcing dan mambu runcing (barorang).

Benda pusaka ini melekat setiap hari di tubuh Nenek Matindo Dama dan seekor anjing setianya, pada setiap kali pergi berburu dan kemana saja mengawasi wilayah kekuasaannya.

Perjalanannya yang panjang dan sangat melelahkan, menyusuri sungai dari arah Parombeanke hilir, dalam tubuh Nenek Matindo Dama terluka akibat goresan batu cadas di sungai

Dan akhirnya beristirahat di suatu tempat sekaligus mencari dedaunan dan ramuan lainnya untuk mengobati lukanya tempat mengobati luka si Nenek Matindo Dama dinamakan Rogo (sekarang kampung tersebut diabadikan namanya).

Lelah dan sakit asih terasa hingga sedikit pasrah dan akhirnya diputuskan hingga kembali ke istananya, kembali ke Buntu Lalono. Darah Nenek Matindo Dama yang menetes ke sungai konon kabarnya menjadi sesuatu yang sering diceritakan berubah menjadi pemangsa sungai yang dikenal dengan sebutan Kamandang

Demikian Cerita rakyat bugis Duri - Legenda Duri Enrekang tentang Nenek Matindo Dama, Cerita dan dongeng hanyalah cerita boleh percaya boleh tidak. karena terkadang hanya kisah fiktif