Skip to main content

Kisah Cinta Dunia Maya yang Berakhir Tragis

Kisah cinta dunia maya yang berakhir tragis adalah cerita bersambung yang menceritakan tentang perkenalan di dunia maya menjadi sebuah hubungan yang romantis karena kesamaan hobby menulis dengan judul pengantin bayang bayang virtual.

Bagaimana kisah dan cerita dalam cerbung tentang pengantin dunia maya, selengkapnya disimak saja cerita mengharukan tentang perkenalan di dunia maya berikut ini

PENGANTIN BAYANG-BAYANG VIRTUAL Penulis: Lilin (mey farren)

Hari ini semestinya hari yang menyenangkan bagiku. Karena hari ini 20 Maret 2021, adalah hari pertemuanku dengan Naina. Sekaligus hari ditemukannya mayat tanpa identitas di sebuah toilet cafe.

Mungkin memang Tuhan tidak perlu memilih tempat untuk mencabut nyawa. Tidak di ranjang rumah sakit, jalanan, atau bahkan toilet sebuah cafe di pinggiran terminal kota ini.

Hari di mana semestinya aku bisa melihat senyum Nai dan melepas semua rindu-rindu yang selama ini dibatasi layar biru. Justru menjadi hari terakhir aku melihat senyum di bibirnya yang ranum.

Bukan ... bukan karena Nai kecewa setelah melihat diriku tak seperti yang ada di pikirannya selama ini. Atau malah dia ketakutan dengan adanya mayat tanpa identitas di tempat kita janjian.

Aku bayangkan Nai akan berlari-lari menemui aku, yang baru saja turun dari bus dari arah jalur antar kota. Dia langsung menyergapku tanpa memperdulikan tatapan orang yang pastinya begitu iri melihat kita. Bagaikan sepasang kekasih yang terpisah ribuan tahun.

Ahh sial ini hanyalah khayalanku saja ....

***

Aku mengenal Nai beberapa bulan lalu, saat tanpa sengaja aku baca postingan dia tentang puisinya berjudul "Perjanjian Lid^h" di sebuah grup literasi jejaring sosial facebook.

Dia perempuan yang menyenangkan, periang dan sangat pintar.

Perempuan yang tujuh tahun lebih tua dariku, tetapi wajah dan perangainya tak mencerminkan angka usia yang sebenarnya. Sama denganku selain menyukai kata-kata dia juga sangat menyukai aroma kopi hitam.

"Aku menyukai puisi-puisimu," ucapku suatu siang di messenger akun facebooknya.

"Kenapa tidak mengirimkannya di media massa."

Entah keberanian dari mana sampai tiba-tiba jariku ku mengetikan kata-kata modus pertamaku untuknya. Karena aku tahu tulisannya tidaklah sebagus itu.

Aku bayangkan matanya berbinar-binar dengan dada berkembang segar membaca kata-kataku di pesan itu.

"Aku tidak bisa berpuisi, itu hanyalah sekedar ketak-ketik."

Jawaban darinya membuatku merasa gayung bersambut.

"Setidaknya dia tidak mengabaikanku," pikirku setelah membaca balasan pesan pertama darinya.

"Kalau kamu ingin aku membantu perbaiki tulisanmu, bisa kau kirimkan nomor kontakmu."

"Aku rasa tawaranmu begitu menarik, 0853*****."

Sebuah jalan yang mulus untuk mendekatkan kita berdua, dia mengirimkan nomor kontaknya.

Dari obrolan iseng siang itulah kami akrab. Aku yang awalnya merasa kesepian setelah kembali ke kampung halaman. Merasa mendapatkan seorang teman dan juga kekasih sekaligus.

Hari-hari tak ada yang kita lewatkan tanpa chat dan telepon.

Malam itu lah untuk pertama kalinya kita bercintʌ , lebih tepatnya tidak ada kesengajaan mungkin. Karena aku tidak pernah berpikir akan melakukan kekonyolan seperti ini.

Berciʋman, bercvmbu, dan mengerʌng di hadapan layar biru. Wajahnya yang putih dengan senyum merekah tiba-tiba berubah menjadi seperti bidadari cantik dan mempesona. Terasa aneh saja, aku tidak sedang mabʋk begitupun dengannya.

Aku laki-laki dua puluh tujuh tahun dengan perempuan dewʌsa yang hanya saling melempar senyum dan kata-kata. Lantas tiba-tiba menjadi sepasang pengantin.

Mungkin dewa Cupid tepat memanahkan panah di mata kita. Hingga kata-kata tiba-tiba berubah menjadi mantra. Mengesahkan hubungan kita jadi sepasang pengantin di dalam bayang-bayang virtual

****

Satu minggu sebelum pertemuan hari ini, Naina mengirimkan satu cerita pendek yang belum terselesaikan akhir ceritanya. Aku bayangkan kesulitan Naina ketika dengan lemah bibirnya berkata,

"Aku bingung dengan akhir ceritanya."

Aku lihat matanya berkaca-kaca, aku tak pernah melihat dia begitu resah seperti malam ini.

Aku sendiri tidak menduga Naina akan menuliskan kisah kita. Mulai awal kita berkenalan, belajar menulis barengan, hingga malam ketidaksengajaan kita menjadi sepasang pengantin.

"Memang apa yang ingin kautuliskan di akhir kisahnya?" tanyaku berhati-hati.

Bersambung