Kisah dua pria berupaya mendapatkan hati wanita cantik bermata indah
Kisah dua pria berupaya mendapatkan hati wanita cantik bermata indah adalah ringkasan cerita bersambung romantis tentang cinta anak kuliahan dalam cerbung "fatamorgana cinta" bagian kedua.
Bagaimana kisah cinta anak kuliahan berupaya mendapatkan perhatian dari perempuan cantik bermata indah, selangkapnya disimak saja kata kata cinta gombalan anak kuliahan dalam cerbung fatamorgana cinta, berikut ini.
Fatamorgana Cinta (Part 02) Autor: Aksara Jiwa
Ketika gue duduk di halte, sambil memainkan tusuk gigi yang biasa di selipin di bibir, ada penjambret yang merampas tas seorang gadis cantik.
Ehh, kenapa gue bilang cantik ya, padahal waktu itu belum melihat wajahnya dengan jelas, hanya saja melihat rambutnya yang sedikit pirang dengan kulit eksotis nya. Dan gue yakin banget jika itu perempuan cantik. Dia teriak-teriak meminta tolong karena tasnya yang di bawa lari.
Tanpa pikir panjang gue depak penjambret itu dengan sekali pukulan, alhasil gue mendapatkan ucapan terimakasih yang begitu manis dari gadis berhidung mancung pemilik tas itu.
Gue belum sempat bertanya siapa namanya, yang pasti gue juluki gadis itu si pemilik mata indah bola pingpong. Ah, baru kali ini memiliki debaran yang begitu halus di dalam sini, tapi gue tahu diri mana mau dia sama gue, apa lagi jika nanti dia tahu siapa gue sebenernya, yang hanya seorang mantan narapidana dari kasus pembunuhan yang tidak pernah gue sengaja.
***
Sejak hari itu gue selalu menguntit gadis bermata indah bola pingpong itu kemanapun ia pergi, kadang gue bolos hanya sekedar untuk menatap wajahnya yang teduh dari kejauhan.
Dan hari ini ketika gue ada kelas di kelas seni rupa, gue mendengar percakapan salah satu anak sastra bahasa yang bernama Farel. Ya, gue sedikit tahu tentang Farel karena waktu SMA dulu, antara SMA gue dan SMA nya Farel sering adu tauran, ah, entahlah masa-masa itu sungguh membuat bulu kudukku merinding jika mengingatnya saat ini.
"Ok, kalian lihat saja ya! Gua pastikan jika Embun akan menerima ajakan gua, dan kalian semua siapkan duit dua juta perorang jika taruhan gue berhasil. Bukan cuma ciuman yang akan gua dapatkan dari gadis itu tapi lebih dari itu!"
Farel tertawa yakin, jika taruhannya akan ia menangkan. Aku mendengar semua itu membuat emosiku tersulut. Karena gue sempat mendengar nama gadis itu dari salah satu anak seni rupa juga yang bernama Arga, dia menyebutnya Embun.
Gadis bermata indah bola pingpong itu tak akan aku biarkan jatuh ke dalam jebakan si pengecut itu! Aku melangkah pasti mencari tahu keberadaan gadis itu ternyata dia tak jauh dari hadapanku lagi berjalan dengan anggunnya.
Namun ternyata Farel menghampirinya, dan benar saja ia memulai rencana busuknya dengan mengajak Embun untuk datang ke acara ulang tahunnya yang telah ia rencanakan.
Aku menabrak Farel dengan sengaja, biar dia tidak meneruskan rencananya kepada gadis bermata indah bola pingpong tersebut.
"Ehh, lo kalau jalan lihat-lihat dong!" hardik Farel dengan lantang.
Si brengsek itu beraninya menghardi di depan gadis cantik itu! Awas saja akan kubuat kepalanya terpenggal jika ia berani menyentuh gadis yang telah mencuri sebagaian kepingan hati ini.
"Sorry gue gak sengaja."
Gue sengaja meminta maaf sambil pura-pura tidak melihat dirinya sambil menunggu kertas yang memang sengaja sudah gue siapkan sebelumnya.
"Lo anak seni rupa itu kan? Cuih! Dasar pembunuh!! Gue gak akan lupa dengan cara Lo menghabisi sepupu gue!" hardiknya, yang membuat muka gue memerah seperti kepiting rebus.
Bagaimana tidak memerah ia mengatakan itu di depan gadis itu.
Tanpa di sadari satu pukulan melayang mendarat di wajah mulusnya Farel. Sehingga semua orang datang untuk melerai, tapi ketika kusadari gadis itu tidak ada lagi di situ.
Mungkin dia tidak akan pernah menyukaiku, apa lagi tadi dia pasti mendengar apa yang di katakan oleh Farel. Ah, membuat dada ini sesak saja.
***
Diam-diam aku mengikutinya yang naik bus, aku pun masuk di antara para penumpang yang penuh sesak, tapi semua ini harus kulakukan untuk memastikan jika Farel tidak membuatnya masuk ke dalam rencananya.
Aku sengaja berdiri jauh dari gadis itu agar ia tak mengenaliku, cukup aman dengan jarak yang seperti ini. Tapi tak berapa lama ia berdiri dari duduknya dan mempersilahkan kakek tua duduk di kursinya. Ah, sungguh bidadari surga, ia peduli kepada orang yang seharusnya di perlakukan demikian di antara banyaknya orang yang sudah mati nuraninya.
Ia pun kini berdiri tepat di depanku, ada rasa ingin mendekati nya tapi gue mengurungkan niat.Tapi tak lama kemudian busnya mengerem mendadak, dan ... Ia pun terdorong oleh penumpang lain sehingga tubuhnya mepet ke dekatku, dengan refleks segera menyangga tubuhnya yang semampai itu, berat tubuh yang kurang lebih 50 kg itu kini benar-benar menempel di tanganku.
Kenapa debar ini kian kencang? Bingung harus bagaimana, apa berbalik badan agar ia tak melihat wajahku yang Kumal ini.
"Ma-maaf," ucapnya sambil membalikkan badan. Kini matanya mantap kedua mataku, yang semakin menciptakan riuh yang kian gaduh.
"Hay, aku Rizkian."
Dengan bodohnya aku mengulurkan tangan kepada gadis cantik itu.
Dengan segera ia pun menjabat tanganku, dengan menyebut namanya "Embun."
Nama yang selalu memberikan kesejukan bukan? Ah, kali ini aku benar-benar sudah mabuk kepayang, bukan karena Vodka tapi karena senyum manisnya.
Ia yang turun dari dalam bus, segera kuikuti dari belakang.
Dia nampak menggerutu yang membuat wajahnya sedikit menggemaskan, ingin rasanya ku cubit hidungnya yang mancung itu. Tapi ...
Apalah daya tangan tak sampai.
Ia terbelelak saat menyadari jika aku mengikutinya dari belakang. Seandainya anting-anting gadis itu tak menyangkut di baju, tak ada alasan untuk turun dari bus dan mengikutinya. Tetapi Tuhan kali ini berpihak ke gue jadi memudahkan segalanya.
Ia yang dengan sigap merebut anting-antingnya dari tanganku terlihat lebih gemas ketika ia kesusahan untuk memasang antingnya. Lagian mana bisa kan memasang anting sendiri? jangankan anting-anting masang kalung pun selalu di bantu oleh kekasihnya kan seperti di film-film yang membuat jiwa penonton meronta ingin melakukan hal yang sama.
Aku segera merebut anting-anting dari tangannya dan mencoba untuk membantu memasangkannya di telinga gadis cantik itu.
Aww.
Dia memekik kencang aku pasti sudah membuat kesalahan sehingga membuatnya kesakitan.
"Sakit?" tanyaku, merasa sedikit bersalah karena gue juga gak pernah sebelumnya masangin anting. Tapi kali ini ingin melakukannya. Entah kenapa debaran di dada sepertinya terdengar lebih kencang.
Embun hanya mengangguk tanpa berkata sepatah katapun. Matanya yang terpejam membuatku memiliki kesempatan untuk menatapnya lebih dekat. Tetapi ketika tiba-tiba ia membuka mata membuatku tersontak kaget.
Matanya, ah, membuat bongkahan batu meleleh seperti es yang kena hangat sinar matahari. Anting-antingnya padahal sudah selesai kupasang tapi tangan ini masih saja menempel di telinganya dengan mata yang menatap lekat kedua bola mata yang jernih itu.
Sepertinya tak ada yang dia sembunyikan dari kedua bola matanya sehingga aku sendiri pun bisa membaca getaran yang sama dari dasar hatinya.
Dreeetttt.
Dering telpon membuyarkan pandangan kami berdua, ia segera mengeluarkan ponselnya dan mengangkat tlpn masuk.
Penasaran itu telpon dari siapa tapi tidak mungkin untuk bertanya kepadanya dalam kekepoan. Lagian kalau kepo nanti malah terlihat seperti emak-emak yang selalu kepo dengan postingan tentang uang 100k dapat belanjaan apa aja, ataupun pembahasan para pelakor cap udang itu.
"Terimakasih ya."
Lagi-lagi senyum manisnya membuatku mabuk berkali-kali. Bukannya menjawabnya malah bengong menatap wajah yang cantik berseri itu.
Kupastikan Farel tak akan mendapatkan taruhannya itu! Tak akan kubiarkan ia menyentuh sehelai rambut pun milik Embun.
****
Gak tahu kenapa gue diam-diam mengikuti Embun sampai rumahnya, dan gue nongkrong cukup lama memperhatikan pagar rumah bercat coklat tersebut.
Kurang lebih dua jam nongkrong setelah kembali ke rumah untuk mengambil mobil, terlihat Embun keluar setelah ada motor yang terparkir depan rumahnya.
"Arga!"
Itu Arga, siapanya embun si Arga itu? Arga nampak masuk ke dalam rumah tapi embun berdiri di luar pagar sepertinya sedang menunggu seseorang.
"Farel!" si baj****n itu ternyata berhasil mengajak Embun, sampai dia sendiri yang menjemputnya menggunakan motornya.
Tanganku mengepal kesal, kuikuti mereka berdua, jalanan yang cukup padat menyulitkanku mengikutinya.
"Sial!" Aku kehilangan jejak mereka berdua. Beberapa kali aku mencari tahu kemana perginya Embun yang di bawa oleh Farel.
Aku tak berharap jika sesuatu yang buruk terjadi kepada gadis pujaanku itu.
Bersambung ke: Tragedi di villa puncak bogor