Mengharukan, Cerpen: Derita aku dan ayah setelah kepergian ibu dari rumah
Cerpen derita aku dan ayah setelah kepergian ibu dari rumah adalah cerita fiksi sedih mengharukan dan menyentuh hati tentang kasih sayang dan perjuangan seorang ayah untuk anak perempuannya, setelah ditinggal ibu pergi yang durhaka pada suami.
Untuk lebih jelasnya kisah cerita sedih mengharukan dan menyentuh hati tentang pengorbanan ayah untuk anaknya disimak saja kisah ceritanya dibawah ini.
Derita aku dan ayah setelah kepergian ibu dari rumah Author: Nia Alfi
" Tok tok tok. Brak brak brak."
Suara pintu di gebrak sangat keras oleh seseorang dari luar.
" Hey, Rosa keluar lah kau. Jangan sembunyi dibalik pintu. Bayar hutang hutangmu sekarang."
Teriakan seseorang menyebut nama ibuku.
Aku yang saat itu tengah belajar untuk ujian sekolah besok merasa terganggu dengan suara gedoran pintu yang sangat keras itu.
Aku bergegas keluar untuk melihat siapakah yang datang dan menggedor pintuku.
" Iya sebentar." Jawabku pada orang yang sedang berada diluar agar menghentikan teriakannya.
Sebelum membuka pintu aku mengintipnya dari jendela memastikan siapa yang datang. Karena Ayahku masih berjualan di pasar dan aku sendirian di rumah.
Saat ku intip orang tersebut dari jendela kulihat ada dua orang laki-laki tinggi besar dan aku tidak kenal dengan mereka. Aku takut untuk membukakan pintu.
Namun kedua orang tersebut terus saja menggedor pintuku dan akan mengancam akan mendobrak paksa pintu rumahku jika tidak mau membukanya.
" Hey Rosa cepat buka pintunya. Kalau tidak akan kuhancurkan rumah ini." Ancam kedua orang tersebut dari luar.
Terpaksa aku memberanikan diri untuk membuka pintu meskipun aku merasa sangat ketakutan. Aku takut mereka akan memukulku. Karena melihat tampang mereka yang begitu kekar.
" Maaf bapak mencari siapa?." Tanyaku dengan hati-hati.
"Kamu siapa, dimana Rosa?." Jawab salah seorang diantara mereka dengan ketus.
" Saya anaknya ibu Rosa pak, Ibu sudah pergi dari rumah sejak seminggu lalu."
" Haaah kau pasti bohong kan. Kau sembunyikan ibumu untuk melindungi dia." Jawab mereka tidak percaya dengan perkataanku.
" Saya tidak bohong pak. Memang ibu sudah pergi dari sini sejak seminggu yang lalu." Jelasku pada mereka yang masih tidak percaya.
Kemudian mereka memaksakan diri untuk masuk mencari ibu.
" Minggir kau."
Mereka mendorongku hingga aku terpental keluar rumah.
Kepalaku sakit karena aku jatuh keluar rumah dan kepalaku terbentur batu sangat keras. Aku mengerang kesakitan.
Mereka mengacak acak rumahku sambil memanggil nama ibuku. Namun mereka tidak menemukan ibuku sama sekali. Sehingga mereka keluar dari rumahku dengan marah marah.
Segera aku masuk kedalam rumah dan melihat seluruh barang-barang berserakan di bawah.
Segera kurapikan barang barang yang berserakan dalam rumah sambil memegang kepalaku karena Benturan itu masih terasa sakit.
Saat aku tengah membersihkan barang-barang yang berserakan di lantai. Tiba-tiba mataku terasa berkunang kunang dan semakin lama pandanganku menjadi buram dan gelap.
" Dimana aku, ayah, ayah."
Aku memanggil ayahku setelah aku membuka mata. Karena tadi seingatku aku sedang membersihkan barang-barang yang berserakan di ruang tamu.
" Syukurlah kamu sadar . Apa yang terjadi padamu nak?." Tanya ayah yang begitu khawatir melihatku.
"Ayah, tadi ada dua orang laki laki tinggi besar datang kemari mencari ibu." Jelasku pada ayah.
" Kurang ajar. Kau berulah apa lagi Rosa. Bahkan ketika kau sudah pergi dari rumah ini pun. Kau masih meninggalkan duka pada kami. Aku menyesal menikahi mu waktu itu."
Ucap ayah mengutuk ibu.
********
Beberapa tahun lalu hidup kami tidak sengsara seperti sekarang. Kami hidup berkecukupan dan kami hidup dengan damai.
Masalah itu mulai datang menghampiri saat usaha ayahku sedang kelimpungan dan sedang diambang kebangkrutan.
Beberapa frenchise yang ayahku miliki terpaksa harus tutup permanen karena tidak mampu membayar gaji karyawan.
Semua ini disebabkan oleh kebiasaan ibu yang tidak bisa mengontrol keuangan. Ibu seringkali mengambil uang usaha dengan seenaknya sendiri tanpa sepengetahuan ayah.
Hingga pada akhirnya ayah benar benar bangkrut dan harus banting setir berjualan sayur dipasar.
Namun kebiasaan ibu sama sekali tidak berubah meskipun keadaan kami sedang kekurangan. Ibu tetap menuntut ayah untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.
" Ros, bisakah kau mengontrol gaya hidupmu. Keuangan kita sedang kekurangan saat ini. Dan kita harus membayar sekolah Arin."
Ujar ayah menasehati ibu waktu itu.
" Itu kan urusanmu. Lagipula ayahku sudah memberikan semua usahanya kepadamu. Kau saja yang tidak becus mengurusnya sampai kita bangkrut seperti ini."
" Apa yang kau katakan?."
Ucap ayahku dengan nada mulai meninggi dan siap melayangkan tamparannya kepada ibu.
" Apa? Mau menamparku? Cepat tampar."
Ucap ibu sambil menengadahkan kepala.
Ayah mengurungkan niatnya untuk menampar ibu saat ayah melihatku mengintip dari jendela.
" Kalau saja bukan karena ada Arin anak kita. Aku sudah menamparmu hingga kau tidak bisa seenaknya bicara padaku seperti itu."
Setiap hari aku melihat pertengkaran mereka dari jendela kamar. Aku merasa jengah melihat dan mendengarkan pertengkaran mereka setiap hari.
Melihat kelakuan ibu yang egois membuat aku benci padanya. Namun aku selalu dinasehati ayah untuk menghormati ibu karena dia yang sudah melahirkanku.
Aku kasihan melihat ayah setiap hari bekerja banting tulang hingga larut malam. Aku pernah sempat mengatakan kepada ayah untuk meminta ijin bekerja. Namun ayah melarangku untuk melakukannya.
Hingga pada suatu hari aku beranikan diri untuk menegur ibu untuk tidak berbuat seenaknya kepada ayah.
Aku sudah cukup usia untuk memahami permasalahan keluargaku selama ini. Aku harus mengambil tindakan untuk menghentikan ini.
" Ibu, tolong hentikan ini. Kasihan ayah. Ayah selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan ibu yang sangat Hedon ini. Sampai ayah rela bekerja hingga larut malam" Ujarku kepada ibu.
Aku berharap ibu akan memahami apa yang aku katakan dan mulai berhenti bersikap hedon.
" Arin. Kamu fokus saja untuk sekolah. Kamu tidak perlu mengurusi urusan ayah dan ibu. Urusan ayahmu itu sudah menjadi kewajiban nya untuk memenuhi kebutuhan ibu. Asal kamu tahu ibu dan ayah menikah bukan karena cinta. Ibu masih ingin menggapai cita cita ibu. Tapi kakekmu mendesak ibu untuk menikah dengan ayahmu. Jadi dia harus membayar apa yang sudah dia renggut dari ibu."
" Tapi ibu ...".
Belum sempat aku mengatakan apa yang ingin aku katakan ibu sudah pergi ke kamar meninggalkan aku.
Hari itu aku gagal berbicara kepada ibu. Sampai pada suatu malam. Sepulang aku dari rumah temanku karena ada tugas kelompok.
Aku melihat ibu mendorong kopernya keluar dari rumah. Aku berusaha menghentikan ibu untuk tidak pergi.
" Ibu, ibu mau kemana Bu. Jangan pergi Bu."
Aku menahan kopernya agar ibu tidak pergi.
" Ibu....."
Aku terus berteriak memanggil ibu dan berusaha mengejar ibu. Tapi ayah menahanku.
"Sudahlah nak. Biarkan ibumu pergi untuk mencari kebahagiaannya sendiri."
Kemudian aku memeluk ayah sambil menangis. Hatiku hancur sehancur hancurnya saat itu. Keluargaku yang dulu damai dan bahagia. Kini harus terpisah.
*******
Seminggu sejak kepergian ibu. Aku menjadi pribadi lebih pendiam. Aku kehilangan semangat ku setelah keluargaku berantakan.
Sampai seseorang yang tidak ku kenal datang menggedor-gedor rumahku dan menagih nagih hutang kepada ibu.
Setelah kejadian itu, ayah jarang berada di rumah dan sering pulang larut malam.
" Ayah, kenapa ayah pulang nya semakin larut ayah?." Tanyaku kepada ayah.
Karena sejak ada dua orang yang datang rumahku seminggu yang lalu, ayah sering pulang lebih larut. Ayah memberi tahuku bahwa dia mencari uang tambahan dengan menjadi tukang ojek.
"Nak ayah harus bekerja lebih keras, karena hutang ibumu, kamu menjadi sengsara. Ayah harus segera melunasi hutang itu agar kita bisa hidup tenang."
" Tapi ayah, ayah juga harus istirahat. Nanti ayah sakit." Ucapku sambil memeluk ayah.
Aku tidak tega melihat ayah bekerja siang malam tidak berhenti sama sekali.
" Arin putriku, maafkan ayah ya nak. Yang tidak mampu memberikan mu sosok seorang ibu yang mampu bertanggung jawab dan sayang kepadamu. Salah ayah sudah memaksakan menikah dengan perempuan yang tidak sederajat dengan ayah. Dan ibumu tidak mampu menerima ayah karena ayah tidak mampu memenuhi gaya hidup ibumu." Jelas ayah kepadaku dengan diiringi air mata yang menetes di pipi.
Hari-hari ku dengan ayah begitu sulit sebelum maupun sesudah ibu pergi. Bahkan setelah ibu pergi keadaan kami tidak lebih baik. Ibu meninggalkan hutang yang begitu banyak yang dibebankan kepada ayahku.
Dan akhir akhir ini aku melihat ayah juga seperti sedang tidak sehat. Ayah seringkali batuk batuk setiap malam.
Dan tiba-tiba di malam berikutnya ayah memanggilku.
" Arin, kemari sebentar nak. Ayah ingin mengatakan sesuatu kepadamu." Panggil ayah dari kamar sebelah.
" Sebentar ayah, Arin masih merapikan buku." Jawabku.
Setelah selesai merapikan buku. Aku segera menemui ayah dikamarnya. Saat aku menemui ayah. Aku melihat wajah beliau tidak seperti biasanya. Wajah ayah terlihat begitu putih dan pucat.
" Nak, kamu kan sekarang sudah kelas 3 SMA. Habis ini lulus kan? Setelah lulus nanti kamu pergi ke Bandung ya. Disana ada sahabat terbaik ayah. Dia sudah ayah anggap seperti saudara ayah sendiri. Ayah sudah titipkan biaya kuliah mu untuk melanjutkan pendidikan disana. Sengaja ayah sisihkan penghasilan ayah sejak ayah masih punya frenchise sedikit demi sedikit sebagai bekal pendidikan kamu dan sudah ayah titipkan kepada sahabat ayah."
" Tapi ayah, Arin gak mau ninggalin ayah. Arin mau nemenin ayah terus dan ngerawat ayah." Ucapku kepada ayah sambil meneteskan air mata.
" Nak, kamu harus jadi perempuan yang mandiri yah. Ayah gak bisa selalu nemenin kamu. Ayah tau Arin anak yang kuat dan anak kebanggaan ayah. Tunjukkan kepada ayah kalo Arin bisa menjadi kebanggaan ayah ya."
Tangisku semakin pecah saat ayah mengatakan itu. Aku tidak sanggup ketika harus pergi jauh ari ayah. Apalagi di kondisi ayah seperti ini. Aku ingin selalu berada di dekat ayah.
" Yasudah, kamu istirahat nak. Besok harus sekolah kan?." Suruh ayah
" Baik ayah." Ucapku mengiyakan perintah ayah.
Keesokan harinya aku bangun untuk sholat shubuh. Aku bangunkan ayah untuk sholat shubuh bersama. Namun berkali-kali aku bangunkan ayah tidak bergeming sama sekali.
Kuberanikan untuk menyentuh hidung ayah. Memastikan bahwa apa yang sedang kupikirkan tidak benar. Aku memikirkan kemungkinan terburuk bahwa ayah akan meninggalkan aku selamanya.
Dan benar saja, ayah tidak lagi bernafas. Disitu dunia ku terasa berhenti. Aku menangis sejadi-jadinya.
" Ayaaaah, ayah kenapa meninggalkan Arin ayah."
Suara tangisku yang begitu keras membuat beberapa tetangga berdatangan.
Saat itu juga ayah langsung dimakamkan. Aku masih tidak percaya dengan semua ini. Duniaku seakan roboh saat itu juga.
Aku seperti tidak memiliki pegangan untuk berdiri. Namun teringat dengan pesan ayah. Aku berusaha untuk menjadi kuat. Aku ingin menjadi kebanggaan ayah.
Setelah pemakaman ayah aku kembali ke kamar ayah dan ada amplop coklat di atas meja kamar ayah. Segera kuhampiri dan kubuka amplop itu. Di dalam amplop itu ada dua kertas dan satu ATM. Satu kertas berisi alamat dan nomor telepon sahabat ayah dan satu lagi adalah surat dari ayah.
Kubuka perlahan surat yang ayah tuliskan kepadaku.
" Putri cantik ku Arin. Kebanggaan ayah. Maafkan ayah ya nak. Ayah belum bisa membahagiakan kamu. Maafkan ayah yang belum bisa menjadi orang tua yang baik bagi Arin. Maafkan ayah juga karena ayah tidak memberi tahumu tentang ini. Sebenarnya kesehatan ayah memburuk sejak sebulan terakhir. Ayah divonis dokter menderita kanker paru-paru. Ayah tidak mau kamu kepikiran dengan kesehatan ayah. Karena Arin sudah mau lulus, jadi ayah tidak mau sampai belajar Arin terganggu. Dan mungkin saat kamu membaca surat ini saat ayah sudah tidak ada. Nak ayah cuma minta satu hal kepadamu. Jadilah wanita yang tangguh dan bermanfaat bagi sekitar kamu. Dan buat ayahmu bangga dengan prestasi dan pencapaianmu. Teruslah meraih mimpi mu. Apapun yang terjadi. Kapanpun dan dimana pun ayah akan selalu sayang kepadamu.Yang selalu mencintaimu, Ayah."
Air mata tak mampu ku bendung lagi. Aku menangis mendekap bantal ayah. Yang selalu dipakai ayah tidur. Aku tak mau suara tangisku membuat tetangga ku khawatir.
Hari hari setelah kepergian ayah. Aku tinggal bersama sepupuku dirumahku. Yang kebetulan dia juga kuliah di Surabaya. Aku menyuruhnya tinggal bersamaku sampai aku lulus dari SMA 3 bulan lagi.
*******
3 bulan telah berlalu. Hari ini merupakan hari dimana aku akan menerima pengumuman kelulusanku sekaligus hari wisuda ku. Aku menyiapkan mentalku untuk menerima apapun hasil yang akan diumumkan.
Dan akhirnya pengumuman kelulusanku sudah dapat dilihat di web sekolah. Segera aku mencari namaku di daftar kelulusan. Arina Setyaningrum
Aku kaget sekaligus bersyukur karena namaku tertulis di urutan pertama dengan nilai tertinggi.
" Ayah, Arin berhasil ayah." Ucapku dalam hati sambil mencium foto ayah.
Malam harinya aku diwisuda. Sebagai siswa yang mendapat nilai tertinggi di sekolah aku mendapatkan hadiah uang tunai dari sekolah sebagai siswa berprestasi.
Aku bersyukur aku bisa mewujudkan mimpi ayah. Meskipun ayah sudah tak lagi bersamaku aku yakin ayah saat ini tengah melihat keberhasilanku.
Keesokan harinya aku penuhi janjiku kepada ayah. Aku akan pergi ke Bandung untuk melanjutkan pendidikanku.
Aku segera mengemasi barang-barang yang perlu aku bawa. Dan dibantu oleh sepupuku. Dan sepupuku yang akan menempati rumahku setelah aku pergi. Dan setelah semua siap aku keluar dari rumah.
Di depan rumah aku terdiam dan menatap lama rumahku. Rumah yang sudah menemani susah senangku beberapa tahun terakhir. Hingga tak terasa air mataku menetes saat kembali mengingat kenangan di masa lalu.
" Terimakasih sudah menjadi bagian di hidupku. Dan memberi pelajaran luar biasa dalam hidupku. Selamat tinggal Surabaya dan semua kenangan di dalamnya. Aku akan selalu membawa mu dalam ingatan dan hatiku."
~Tamat~