Cerita rakyat asal usul burung Cendrawasih - (dari Papua)
Cerita asal usul burung cendrawasih merupakan jenis cerita rakyat papua barat yang bergenre dongeng mengenai asal mula burung cendrawasih.
Bagaimana kisah cerita rakyat asal usul burung cendrawasih yang dipublikasikan blog fiksi tentang legenda asal usul burung cendrawasih yang berisi pesan moral sosial dan budaya.
Untuk lebih jelasnya cerita rakyat asal usul burung cenderawasih, disimak saja berikut cerita rakyat dari Papua dongeng asal usul burung cendrawasih
Cerita rakyat papua asal usul burung cenderawasih
Dikisahkan dalam cerita asal usul burung cendrawasih. Pada zaman dahulu kala, hidup seorang wanita tua bersama dengan anjing betinanya di daerah Pegunungan Bumberi, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua. Mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan mencari buah di hutan dan hasil dari kebun.
Pada suatu hari, sang wanita tua dan anjingnya itu harus berjalan lebih jauh daripada biasanya. Alasannya, bahan makanan yang berada di dekat rumah mereka sudah berkurang dan sudah waktunya untuk menjelajahi hutan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Setelah berjalan cukup lama, si wanita tua dan anjingnya sampai di pedalaman hutan. Di situ, mereka beristirahat sejenak karena merasa kelelahan. Mereka duduk di bawah pepohonan yang memiliki buah berwarna merah (sejenis pandan khas Papua).
Si anjing betina ternyata merasa kelaparan dan meminta kepada majikannya untuk memberikan makan. Sang wanita tua itu kemudian memetik buah merah yang bergantungan di sekitar mereka. Tak disangka, anjingnya menyantap buah itu dengan lahap hingga rasa laparnya hilang dan tubuhnya kembali terlihat segar.
Sayangnya, beberapa saat kemudian, tiba-tiba si anjing betina merasakan sesuatu yang bergerak-gerak dalam perutnya. Si anjing pun menggonggong karena merasa ada yang aneh dengan perutnya. Si wanita tua itu kebingungan karena tidak tahu apa yang mesti ia lakukan.
Ketika diperhatikan, ternyata perut si anjing betina lama-kelamaan membesar dan seperti sedang hamil. Tak berapa lama, hewan itu secara ajaib melahirkan seekor anak anjing yang mungil. Sang wanita tua melihat kejadian itu dengan kagum.
"Wah, buah merah itu ternyata bukan buah biasa. Buah itu adalah buah ajaib," ucap perempuan tua itu. "Aku ingin memakan buah itu, siapa tahu aku bisa mempunyai anak," lanjutnya.
Wanita tua itu lalu memetik beberapa buah merah dan memakannya dengan terburu-buru. Benar saja, perutnya langsung membesar setelah menelan buah-buah itu. Ia pun memutuskan untuk segera pulang ke rumah karena perutnya semakin lama semakin besar.
Kehadiran Anak yang Rajin dan Berbakti
Dikisahkan dalam dongeng asal usul burung cendrawasih, Setibanya di rumah, perempuan tua itu segera mempersiapkan diri untuk kelahiran anaknya. Tak menunggu lama, ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. Ia memberikan nama Kweiya kepada anaknya.
Tak terasa, sepuluh tahun telah berlalu semenjak sang perempuan tua memakan buah merah dan melahirkan putra tunggalnya. Kweiya tumbuh menjadi seorang anak yang berbakti kepada ibunya, rajin bekerja, dan baik hati. Ia juga sering membantu ibunya di kebun mereka.
Ketika sudah tiba waktunya untuk membuka lahan untuk kebun baru, Kweiya membantu menebang pohon-pohon dengan menggunakan kapaknya. Sayangnya, karena ia menggunakan kapak batu, anak laki-laki ini hanya bisa menebang satu pohon dalam sehari.
Sementara itu, sang ibu bertugas untuk membakar daun-daun dari pohon yang telah ditebang. Karena pembakaran itu, asap tebal akhirnya mengepul dan membumbung tinggi di udara sehingga bisa dilihat oleh orang-orang yang berada di sekitar pulau.
Benar saja, seorang laki-laki tua yang tengah sibuk memancing di perairan laut yang ada di sekitar pulau itu tertarik dengan asal asap tebal yang ia lihat. "Darimana asal asap tebal itu? Siapa yang sedang membakar hutan?" tanya pria itu dengan penuh penasaran.
Si laki-laki tua itu kemudian mendayung sampannya dengan sekuat tenaga ke arah pulau yang hutannya berasap tersebut. Setelah menempuh perjalanan yang cukup membuat kelelahan, sampailah laki-laki itu di tempat kepulan asal tersebut. Ia berjumpa dengan seorang remaja laki-laki yang tengah sibuk menebang pohon di bawah terik sinar matahari.
"Selamat siang, anak muda. Siapakah kamu dan kenapa kamu menebang pohon di hutan ini?" tanya laki-laki tua itu.
"Nama saya Kweiya. Saya sedang membantu ibu saya untuk membuka lahan kebun baru," jawab Kweiya dalam dongeng cerita rakyat papua asal usul burung Cendrawasih.
Bertambahnya Anggota Keluarga Baru
Laki-laki tua itu kemudian paham kalau remaja yang ia temui ini adalah seorang anak yang berbakti kepada orangtuanya. Melihat Kweiya kesusahan menebang pohon, sebuah ide pun muncul dalam pikiran laki-laki tua itu.
"Hei, anak muda. Jika mau, ambillah kapak besi milikku ini. Kamu akan lebih cepat menebang pohon karena kapak ini lebih tajam daripada kapak milikmu," ujar laki-laki tua itu. Kweiya dengan senang hati menerima tawaran itu.
Ternyata benar, dengan menggunakan kapak besi pemberian dari laki-laki tua itu, Kweiya lebih cepat menebang pohon. Setelah selesai dengan pekerjaannya hari itu, Kweiya berpamitan dengan laki-laki tua itu karena ia ingin segera pulang ke rumah.
Kepulangan Kweiya ke rumah disambut dengan rasa heran oleh sang ibu. Alasannya, biasanya remaja laki-laki itu pulang ke rumah saat sore hari, bukan siang hari.
"Tumben sekali kamu pulang lebih cepat, Nak. Alat apa yang kamu gunakan untuk menebang pohon-pohon itu?" tanya sang ibu dengan penuh rasa penasaran.
Kweiya yang mendengar pertanyaan ibunya hanya terdiam. Ia belum ingin memberi tahu tentang perjumpaannya dengan laki-laki tua itu.
"Aku juga tidak tahu, Bu. Sepertinya tanganku hari ini lebih terasa ringan untuk memakai kapak karena bisa menebang pohon lebih cepat," jawab Kweiya, tokoh dalam cerita asal-usul burung cendrawasih
Penjelasan Kweiya diterima begitu saja oleh ibunya. Mereka pun menyiakan makan untuk hari itu. Ketika tengah sibuk menikmati makanannya, Kweiya kemudian meminta ibunya untuk memasakkan bekal lebih banyak untuk esok hari. Ibunya pun menyanggupi.
Keesokan harinya, ibu Kweiya memasak bekal makanan anak laki-lakinya melebihi dari porsi biasanya. Bekal itu kemudian dibawa Kweiya yang pergi ke hutan untuk menebang pohon. Ia lalu berjumpa lagi dengan laki-laki tua itu dan mereka bersama-sama menikmati bekal yang Kweiya bawa dari rumah.
Calon Suami yang Dipersiapkan oleh Sang Anak
Menjelang siang hari, pria tua itu tidur dengan pulas sementara Kweiya masih sibuk menebang pohon. Ketika sudah selesai, Kweiya kemudian membungkus laki-laki tua itu dengan sejumlah pohon tebu lengkap dengan daunnya.
Kweiya berniat ingin memberikan kejutan kepada ibunya. Ia lalu segera pulang ke rumah dengan membawa bungkusan yang berisi laki-laki tua itu. Setibanya di rumah, ia mencari-cari ibunya dan berlagak kehausan.
"Ibu! Ibu! Aku haus. Tolong ambilkan batang tebu yang berada di luar rumah itu," pinta Kweiya.
Sang Ibu segera keluar dari rumah dan membuka bungkusan tebu yang dimaksud oleh anaknya. Betapa terkejutnya ia ketika melihat ada seorang laki-laki tua di dalam bungkusan tebu tersebut.
"Kweiya! Kweiya! Siapa orang asing yang ada dalam bungkusan tebu ini?" tanya sang Ibu.
Mendengar pertanyaan ibunya, Kweiya hanya tersenyum. Ia pun mencoba menenangkan ibunya yang panik tersebut.
"Maafkan aku, Bu. Aku tidak bermaksud untuk menakut-nakuti ibu. Laki-laki tua itulah yang membantuku menebang pohon di hutan sehingga bisa pulang dengan lebih cepat. Ia adalah pria yang baik hati. Aku berharap ibu mau menerimanya menjadi teman hidup!" ujar Kweiya.
Sang ibu hanya terdiam sembari memikirkan perkataan Kweiya. Sementara itu, laki-laki tua yang tadinya tidur itu dikisahkan dalam cerita asal usul burung Cendrawasih tiba-tiba terbangun dan menatap Kweiya bersama ibunya dengan kebingungan.
Kweiya menjelaskan keadaan kepada laki-laki tua itu. Si laki-laki tidak merasa keberatan selama ibu Kweiya juga tak mempunyai masalah dengannya. Akhirnya, sang ibu menyetujui permintaan Kweiya dan menerima laki-laki itu sebagai suaminya.
Perbedaan Perlakuan yang Menimbulkan Perasaan Iri
Beberapa tahun berlalu, keluarga Kweiya telah dikaruniai anak kembar laki-laki dan seorang adik perempuan. Meskipun bukan saudara kandungnya, Kweiya sangat menyayangi adik-adiknya. Namun, perasaan sayang Kweiya ternyata berbanding terbaik dengan adik kembar laki-lakinya.
Adik kembar laki-laki Kweiya merasa bahwa orangtua mereka lebih menyayangi Kweiya daripada mereka dan sang adik perempuan. Mereka iri karena Kweiya mendapatkan perhatian yang lebih dari sang ibu. Adik kembar itupun merencanakan untuk melakukan sesuatu kepada kakak mereka.
Suatu hari, ketika kedua orangtua Kweiya tengah sibuk bekerja di kebun, kedua adik laki-laki Kweiya mengeroyok sang kakak. Kweiya yang sayang pada adik-adiknya tidak berani membalas. Ia menerima pukulan-pukulan dari adiknya dalam diam.
Kweiya kemudian memutuskan untuk pergi gubug belakang rumah mereka. Sembari mengobati luka-luka di sekujur tubuhnya, ia bermain dengan benang tali berwarna-warni. Anak laki-laki itu merangkai benang-benang itu dan menjadikannya dalam sebuah pintalan.
Ibu Kweiya diceritakan dalam cerita rakyat asal usul burung Cendrawasih tiba-tiba pulang ke rumah tidak bersama dengan suaminya. Wanita tua itu lalu memanggil anak-anaknya. Datanglah anak laki-laki kembarnya dan anak perempuannya. Ia lalu mencari-cari keberadaan Kweiya.
Melihat ibunya yang kebingungan, sang anak perempuan kemudian memberitahu kalau Kweiya berada di gubug belakang rumah. Tubuhnya luka-luka karena dikeroyok oleh kakak-kakak kembar adik perempuan itu. Sang ibu segera mengecek tempat yang diberitahu anak perempuannya.
Kweiya yang Berubah Menjadi Burung
Dikisahkan dalam legenda asal usul burung Cendrawasih, Sang ibu lalu mendengar suara "eek... ek...ek". Betapa terkejutnya ia melihat kondisi anak sulungnya yang hampir berubah menjadi burung seutuhnya. Sang ibu segera meminta anaknya untuk turun dari tempat ia bertengger tapi Kweiya tidak mau.
"Kweiya, kenapa kamu bisa menjadi burung seperti itu, Nak? Apa yang telah kamu lakukan?" tanya sang ibu dengan air matanya yang deras mengalir.
"Aku menjadi burung, Bu. Benang-benang yang menjadi pintalan itu ternyata sakti dan bisa mengubahku menjadi burung," ujar Kweiya dengan nada senang.
Sang ibu yang mendengar penuturan Kweiya semakin menangis kencang. Ia meminta anaknya untuk turun tapi Kweiya tidak mau dan lama-lama tubuhnya benar-benar berubah menjadi burung dengan bulu cantik.
"Nak, di mana benang-benang pintalan itu? Biar Ibu ikut menemanimu," ujar sang ibu. "Bagian ibu aku sisipkan dalam payung tikar, Bu!" jawab Kweiya.
Sang ibu lalu segera mencari benang-benang pintalan itu. Ia kemudian memasangnya ke dalam ketiak seperti yang dilakukan oleh Kweiya. Secara ajaib, sang ibu berubah menjadi burung yang cantik seperti Kweiya.
Penyesalan Adik Kembar
Burung jelmaan sang ibu lalu menyusul burung jelmaan Kweiya. Burung-burung itu lalu terbang menuju ke arah hutan. Sementara itu, sang adik kembar dan adik perempuan menangis karena ditinggal oleh ibu beserta kakaknya.
"Ini salahmu! Gaga-gara rencanamu untuk melukai kakak, ibu kita malah pergi!" ujar adik laki-laki kepada kembarannya.
"Bagaimana bisa kamu hanya menyalahkanku? Ini kan ide darimu juga!" ujar kembaran satunya.
Adik kembar laki-laki itu berkelahi sembari melemparkan serbuk arang hitam yang ada di dapur mereka. Lama-kelamaan, kedua anak itu ikut berubah menjadi burung berwarna hitam. Mereka lalu terbang menyusul ke hutan tempat ibu dan kakak mereka berada.
Sementara itu, sang ayah yang baru tiba di rumah kebingungan karena hanya ada anak perempuannya di rumah. Sementara itu, istri beserta tiga anak laki-lakinya yang lain tak ada di mana pun ia mencari.
Burung-burung cantik jelmaan Kweiya dan sang ibu disebut sebagai burung Cendrawasih oleh warga setempat. Begitulah akhir cerita dari asal usul burung Cendrawasih.
Pesan moral cerita rakyat asal usul burung cendrawasih
Amanat yang terkandung dalam cerita asal-usul burung cendrawasih dan pesan moral cerita rakyat asal usul burung cendrawasih adalah perasaan iri dan dengki dapat menjadi sumber permasalahan. Jika saja adik kembar Kweiya tidak merasa iri dan mengeroyo kakaknya, barangkali keluarga mereka masih akan utuh.
Sementara itu, kecenderungan orangtua Kweiya yang membeda-bedakan perlakuan kepada anak-anaknya sendiri sebaiknya jangan kamu contoh. Memberikan perlakuan yang berbeda hanya akan menimbulkan rasa iri dan dengki antar saudara kandung yang nantinya berakibat pada hubungan yang tidak rukun.
Selain unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik yang dapat kamu simpulkan dari legenda burung cantik dari Papua di atas. Sebut saja nilai-nilai yang berlaku di masyarakat sekitar, yakni nilai budaya, sosial, dan moral.