Sejarah Gunung Bambapuang Enrekang [ gunung nona ]
Sejarah gunung bambapuang Enrekang. Cerita rakyat Gunung nona atau biasa di sebut buntu kabobong, Konon pada zaman dahulu kala, di kaki Gunung bambapuang terdapat suatu kerajaan tua yang bernama Kerajaan Tindalun.
Sementara di dalam kerajaan itu sendiri terdapat sebuah perkampungan kecil yang juga dinamai Tindalun.
Pada suatu ketika, datanglah seorang yang disebut “To mellaorilangi” (orang yang turun dari langit) atau yang dalam istilah lainnya disebut To Manurung.
Di kampung Tindalun yang terletak di sebelah Selatan Gunung Bambapuang tersebut. To Manurung itu juga menurut riwayatnya konon datang dari Tangsa, yaitu sebuah daerah dari Tanah Toraja.
Mulanya, di tangga ada seorang ibu muda cantik bernama Masaang yang mempunyai lima orang anak, entah karena apa, kelima anak Masoang itu terbagi-bagi.
Beberapa hari kemudian, tak jauh dari sebuah perkampungan, pada suatu malam, masyarakat Tindalun melihat ada api yang menyala seolah tak ada padamnya.
Kerena didorong rasa keingintahuan, masyarakat lalu mencoba mendekati sumber api tersebut, dan ternyata tak jauh dari situ ada anak laki-laki yang rupawan, ganteng serta kulitnya putih bersih.
Bahkan menurut penilaian masyarakat Tindalun saat itu, selain ganteng, anak itu juga memiliki ciri sebagai anak to Mallabbi (mempunyai kelebihan) karena itu si anak yang tidak diketahui asal-usulnya lalu diambil dan dibawa ke Kampung Tindalun.
Ketika si anak lelaki tersebut menginjak dewʌsa, ia lalu dikawinkan dengan seorang putri raja Kerajaan Tindalun yang sangat cantik.
Dari perkawinan itu, lahirlah putra mereka yang diberi nama Kalando Palapana. Kalando Palapana inilah yang setelah dewʌsa kemudian diangkat menjadi raja.
Tindalun merupakan wilayah yang ketika itu amat kaya dengan sumber daya alam, setiap musim panen masyarakat sangat bersuka ria karena hasil pertanian yang selalu melimpah ruah.
Tapi kondisi inilah yang membuat mereka jadi lupa diri, suasana hura-hura hampir tak terlewatkan setiap saat dan perilaku masyarakat yang saat itu sangat menjunjung tinggi budaya dan adat istiadat leluhur.
Mulai bergeser kehidupan sᥱks bebas pun kabarnya sempat mewarnai hari-hari mereka dan penyakit masyarakat tersebut bahkan sempat mewabah di kalangan kerabat kerajaan menyusul terlibatnya salah seorang anak raja Tindalun.
Dan saat itu juga datang bencana yang memporak-porandakan wilayah Kerajaan Tindalun, mereka yang saat itu gemar melakukan sᥱks di luar nikah semua dikutuk menjadi bukit-bukit.
Diantaranya adanya yang menyerupai alat kelamin wanita, gunung yang menghadap ke barat yang terletak di sebelah timur Gunung Bambapuang inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan Buntu Kabobong. Terdapat pula gunung yang menjorok ke seberang menghampiri Buntu kabobong.
Gunung ini bentuknya menyerupai alat kelʌmin laki-laki, antara kedua gunung ini dibatasi olehsebuah anak sungai.
Demikianlah cerita rakyat gunung nona Enrekang, tentang legenda Buntu Kabobong atau sejarah gunung bambapuang Enrekang, yang jika ditelah sesunggunya mempunyai pesan moral agar ummat manusia dimanapun.
Yaitu tidak melakukan hubungan suami istri di luar nikah karena hal ini merupakan perbuatan zina yang sangat terlʌrang oleh agama dan hukumnya adalah dosa besar.
Sumber: dari berbagai sumber.