Cerita sedih keluarga yang miskin (redup)
Cerita sedih keluarga yang miskin adalah cerita pendek sedih tentang keluarga yang kehidupannya tidak beruntung ditulis dalam bentuk cerita mini (cermin).
Dalam kisa tentang keluarga miskin yang dipublikasikan blog fiksi menceritakan tentang seorang ibu yang pergi mencari makan, namun setelah pulang ke rumah anaknya meninggal.
Untuk lebih jelasnya cerita keluarga sedih disimak saja cermin berjudul redup, dibawah ini.
Cermin: Redup Athor: Azizah Zee
"Bang, jaga adik ya. Emak mau keluar cari makanan dulu," kataku pada sulung seraya meraba dahi di bungsu.
Dia mengangguk perlahan, seraya membetulkan letak selimut adiknya.
Bersamaan dengan datangnya gemuruh petir, aku segera beranjak dari gelungan selimut lusuh. Tak kuhiraukan titik air yang lantas turun berkejaran dengan langkahku.
Lidah-lidah kubangan air menjil^t kakiku di tiap jengkalnya. Tak ada sanak saudara yang sudi peduli. Sepertinya aku harus mencari segala cara.
Di tikungan jalan depan, tampak beberapa gerobak makanan berjajar. Betapa perutku perih.
"Bang, apakah saya boleh mencuci piring di sini? Saya sangat membutuhkan makanan untuk anak di rumah yang sedang sakit."
Aku mendatangi gerobak nasi goreng paling ujung.
Si Abang memandangiku dari atas hingga bawah.
"Tidak ada piring kotor, Neng. Maaf, ya," jawabnya.
Hatiku redup.
Aku mendatangi gerobak kedua, jawaban yang kuterima sama. Gerobak ketiga, hingga gerobak terakhir. Mereka juga sedang menunggu pembeli sampai larut begini.
Kain yang melekat di badan basah kuyup. Menggigil. Kuraba perut, makin perih melilit-lilit.
Sudah dua jam berjalan, tak jua kutemui makanan. Baiknya aku pulang dulu menengok anak-anak. Aku khawatir bocor atap rumah semakin membuat mereka kedinginan, terlebih semenjak pagi hanya sepotong singkong masuk ke perut mereka.
Di depan pintu rumah, kudengar suara tangisan yang menyayat. Suara tangisan siapa itu? Apakah karena sangat lapar, sampai mereka menangis seperti itu?
Kubuka pintu perlahan, agar tidak membangunkan si bungsu yang sedang sakit. Aku terpaku mendapati si sulung meraung-raung.
Sedang si bungsu masih terpejam, sama seperti saat aku meninggalkan mereka. Ingin mendekat, entah mengapa aku takut. Sulung terus saja mengguncang tubuh adiknya. Aku lunglai.
Tuhan...
Ruang Sudut, 13 Agustus 2021