Skip to main content

Cerita bersambung romantis: Fatamorgana cinta

Fatamorgana cinta adalah cerita fiksi tentang cinta remaja masa kini ditulis dengan kata-kata indah dan cerita cinta romantis jaman sekarang sehingga menarik untuk dikuti kisahnya.

Cerita bersambung cinta romantis dengan judul "Fatamorgana cinta" diperankan beberapa tokoh peran yang membuat jalan ceritanya semakin menarik dari episode ke episode, berikut ini adalah bagian pertama cerbung tentang cinta yang romantis.

Fatamorgana Cinta Part 01 Author: Ersu Ruang Sunyi

"Ah, bodoh! Kenapa aku merindukan lelaki bermata sipit itu," pekikku sambil melempar gawai hingga terpental ke lantai.

Apa yang kupikirkan? Aku pasti sudah benar-benar gila menyukai pembunuh itu.

Ya, penolong ketika aku di halte waktu itu ternyata seorang mantan narapidana kasus pembunuhan. Aku mengetahuinya setelah aku sempat cerita kepada teman kuliahku jika aku di tolong oleh seseorang ketika tasku di jambret.

"Rizkian."

Lelaki bermata sipit itu telah mencuri sebagaian kepingan hatiku.

Sudah hampir sebulan aku mencari keberadaan lelaki sipit berkulit sawo matang yang pernah menolongku itu, tapi tak juga ketemu. Pernah suatu ketika aku menantinya di halte itu berharap ia akan muncul di hadapanku. Tapi hingga sore pun tak kutemui bayangannya sekalipun.

***

"Embun."

Aku menengok ke seseorang yang memanggil namaku. Farel lelaki puitis yang satu jurusan denganku tak seperti biasanya memanggilku.

"Iya, ada apa kak?" tanyaku sambil menghentikan langkah kakiku.

"Oh iya nanti malam bisa enggak datang ke acara ulang tahun gue?" tanyanya, membuatku terperangah.

Bruukk.

"Eh, Lo kalau jalan lihat-lihat dong!" pekik Farel.

"Sorry, gue gak sengaja," ucapnya sambil mengambil beberapa kertas yang berserak yang ia bawa.

"Rizki ... Rizkian," gumamku.

Kenapa dia ada di kampus ini juga? Apa dia juga berkuliah di sini? Rasa penasaran semakin tumbuh dengan sosok lelaki itu.

"Lo! Anak seni rupa itu kan? Cuih!! Dasar pembunuh! Gue gak akan lupa dengan cara Lo menghabisi sepupu gue!" hardik Farel.

Aku segera bergegas pergi melihat kekacauan yang terjadi. Bisa kusimpulkan jika yang di bunuh oleh Rizkian adalah saudara Farel.

Aku masih heran dengan ajakan Farel untuk menghadiri ulang tahunnya yang tanpa surat undangan. Bahkan aku bertanya kepada anak-anak sastra bahasa yang lain pun tidak ada yang di undang oleh Farel, kenapa hanya aku?. Ah, sudahlah aku pun tidak akan datang.

Saat ini aku hanya ingin tahu tentang Rizkian yang kala itu pernah menolongku. Ternyata dia anak seni rupa. Mungkin aku bisa bertanya kepada Abangku tentang dia, kebetulan kan anak seni rupa juga.

Pulang dari kampus seperti biasa aku menaiki bus yang sesak dengan para penumpang. Jujur saja karena aku bukan anak orang kaya seperti teman-temanku yang lain. Jadi aku harus sebisa mungkin mencari alat transportasi yang murah.

Seperti biasa tempat duduk penuh hanya ada satu bangku yang kosong dan yang lainnya berdiri. Aku pun segera menduduki bangku yang kosong, selang lima menit aku duduk, kulihat kakek tua berdiri dengan berhimpit-himpitan lalu ia meminta bertukar posisi dengan seseorang yang duduk di bangku, namun orang tersebut tidak memberinya tempat. Aku pun segera beranjak dari tempat dudukku, dan mempersilahkan kakek tua itu untuk duduk di kursiku.

"Kek, duduk di sini aja." Aku menarik dengan perlahan tangan kakek tersebut.

"Terimakasih Nduk, semoga kamu selalu dalam lindungan Allah, dan segera mendapatkan jodoh," kata kakek tua tersebut, yang membuatku tersenyum seraya mengaminkan ucapannya.

Aku pun berdiri di antara penumpang bus yang lain.

Brukk.

Tiba-tiba bus mengerem mendadak, sehingga tubuhku terpental ke belakang, tetapi seseorang menahan tubuhku sehingga tidak terjatuh.

"Ma-maaf," ucapku yang masih sedikit kaget.

"Bang nyetirnya hati-hati dong! Hampir saja celaka!" riuh suara penumpang bus memprotes supir bus.

"Iya maaf, barusan ada motor yang menerobos," jawab supir bus tersebut membela diri.

"Kamu gak apa-apa kan?" tanyanya

Mataku terbelelak melihat siapa yang menahan tubuhku di balik switer warna hitam tersebut.

"Ka-kamu." Aku masih tidak percaya jika aku satu bus dengannya.

"Hay, aku Rizkian."

Dia mengulurkan tangannya sambil tersenyum simpul.

"A-aku Embun."

Bibirku tiba-tiba saja bergetar ketika berada di dekatnya.

"Kalau di dalam bus begini tangan kamu harus berpegangan, jika tidak, sekalinya mengerem mendadak kejadian seperti tadi akan terjadi."

Rizkian berkata sambil meraih tanganku dan menggenggamnya.

Kenapa tiba-tiba saja ada debaran halus terasa? Aku yakin inilah yang di sebut cinta. Karena sebelumnya aku tak pernah merasakan hal seperti ini.

Rambutku tiba-tiba di terpa angin yang entah dari sela-sela mana masuknya, sehingga sebagian ke wajah Rizkian. Aku segera membenahi rambutku yang terurai, namun lagi-lagi angin menyibak wajah tampannya dengan rambutku.

Tangannya dengan lembut menyelipkan rambutku di telinga. Sepertinya wajahku benar-benar memerah seperti selai strawberry kesukaanku.

Aku tak menyadari jika bus sudah berjalan cukup lama dan melewati rumahku. Ada apa dengaanku? Bodoh! Aku nampak lebih bodoh di hadapannya sehingga aku pun tidak menyadari jika tempat pemberhentian ku kelewat cukup jauh.

"Kiri pak!" teriakku. Dan segera turun dan memberikan uang ke kondektur.

"Kenapa aku bisa kelewat sejauh ini? Ah sial!" pekikku.

"Kamu cantik kalau lagi kesal."

Aku terkejut mendengar suaranya.

"Kamu! Ke-kenapa kamu juga turun?" tanyaku dengan sedikit terbata.

"Anting-anting kamu tadi nyangkut di bajuku, mau kukasih malah kamu keburu turun, ya udah aku pun ikut turun," jawabnya sambil menyodorkan anting-anting. Aku segera meraba telinga, dan benar saja anting sebelah kiriku tidak ada.

Aku segera mengambil dari tangannya. Lalu mencoba memasukannya ke telinga, biasanya aku dengan mudah memasukkan anting-anting sendiri jika di depan cermin. Tapi kenapa kali ini tidak bisa sama sekali, apa karena di hadapanku ada Rizkian yang membuat tanganku sedikit gemetar.

"Hmmm. Sini coba aku pasangin."

Tangannya dengan cekatan mengambil anting-anting yang kupegang. Ia mendekat ke arah wajah dan memasukkan anting-antingnya di lobang tindikan.

"Awww!" pekikku.

"Sakit?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk, tak mampu berucap, tiba-tiba saja bibirku terasa kelu.

Bersambung ke: Kisah dua pria berupaya mendapatkan hati wanita cantik bermata indah