Menyatakan cinta kepada wanita pujaan hati (fatamorgana cinta part 08)
Setelah episode 7 cerita bersambung fatamorgana cinta tentang kenakalan remaja, selanjut adalah POV nya menyatakan cinta kepada wanita pujaan hati.
Bagaimana cara mengungkapkan perasaan cinta kepada wanita pujaan hatinya, Cerita selengkapnya disimak saja ungkapan kata kata menyatakan cinta dibagian kedelapan dibawah ini.
Fatamorgana Cinta part 08 Author: Ersu Ruang Sunyi
Senin pagi seperti biasa aku naik bus menuju kampus. Setiba di kampus di hadang oleh Farel dan genknya.
"Kamu beraninya waktu itu minta bantuan sama Rizkian!" pekik Farel.
"Siapa yang minta bantuan? Orang dia datang sendiri," jawabku. "Terus maunya kamu apa?" pekikku.
"Pokoknya gue ingin Lo minta maaf, dengan cara cium gue depan anak-anak!" pekik Farel.
Buuk.
Tiba-tiba kak Arga melayangkan pukulannya kepada Farel. Dan ketika teman Farel mau memukul Arga, aku menghalanginya sehingga tubuhnya terjatuh dan sela-sela bibir meneteskan darah.
Tapi seperti biasa Rizkian datang sebagai sufer hero, bahkan ketika kak Arga sewaktu di panggil rektor pun Rizkian membela kak Arga. Dan Farel lah di sini yang salah.
Kak Arga mengenalkan aku ke Rizkian yang jelas-jelas aku sudah mengenalnya. Tapi kenapa Rizkian seolah-olah tidak mengenaliku?.
Setelah mengulurkan tangan aku berlalu dari hadapan kak Arga dan Rizkian, tapi kak Arga menahanku pergi karena bibirku yang berdarah.
"Embun, sini dulu, itu bibir kamu kalau di biarin nanti tambah sakit." Kak Arga menarik tanganku.
"Gak apa-apa kok nanti juga aku bersihin di toilet. Cuma telapak tanganku yang sakit sedikit lecet karena terjatuh tadi," ucapku.
"Lah terus itu langkah kamu pincang kenapa?" tanya Arga.
"Oh, ini mah karena terkilir kemarin sore." Aku melirik ke arah Rizkian, tetapi ia membuang muka, seolah tak pernah terjadi apa-apa kemarin sore.
"Lah kok bisa?" Arga terlihat khawatir. Walau dia Abang yang paling nyebelin tapi baik. Karena usiaku yang cuma selisih setahun lebih membuatku seperti tom & Jerry, tapi tetap saling menyayangi.
"Ya udah pakai betadine aja, kebetulan gue bawa." Rizkian membuka tasnya dan mengeluarkan betadine.
Aku mengerutkan alisku, kok bisa-bisanya bawa betadine.
"Apa selalu sedia betadine di tasmu?" tanyaku.
"Ya, jika dalam keadaan darurat setidaknya bisa menjadi penolong pertama," jawabnya, sambil meneteskan betadine di telapak tanganku yang terluka.
"Kalian nampak akrab banget, apa sudah saling kenal sebelumnya?" tanya Arga.
"Tidak!" jawabku spontan.
***
"Bu, lukisan aku ada yang nawar 6jt. Jika beneran laku, aku mau DP motor ya biar mudah kalau bepergian." Kak Arga menatap punggung ibu yang tengah memasak.
"Wih, lukisan yang mana kak?" tanyaku penuh selidik.
Setahuku lukisannya kak Arga itu aliran abstrak, dan bahkan jika aku melihatnya tidak ada keindahan, hanya ada kengerian jika menatap lukisannya.
"Ya kalau ibu, terserah kamu aja, tapi apa bisa nyetorin tiap bulannya?" tanya ibu.
"Mudah-mudahan bisa Bu, aku ada kenalan kolektor lukisan, dan dia juga akan membantu untuk pemasaran," ucap kak Arga.
"Kak jika lukisanmu setiap bulannya laku dan tidak kurang dari harga segitu. Bapak jangan suruh narik becak lagi ya," pintaku.
Entah kenapa, aku tidak tega mengingat Bapak yang sudah tua masih mencari nafkah untuk kami semua.
"Iya kamu doakan saja, agar ekonomi keluarga kita makin membaik," ucap kak Arga.
***
Setelah seharian menjalani rutinitas, tubuh ini rasanya letih banget. Sehingga tak sadar tertidur hingga lupa shalat isya. Melihat jam sudah 23:45.
Ting.
Notif wa masuk, kubuka pola gawaiku.
[Tidur?] kontak bernama Rizkian.
[Hu'um ... Cuma kebangun, ketiduran sehabis magrib. Kamu sendiri belum tidur?] balasku, gak tahu kenapa ada yang berbunga-bunga di dalam sini ketika menerima chat darinya.
[Belum jam 00:00,] balasnya lagi.
[Maksudnya?] tanyaku, rada heran.
[Gak biasa tidur sebelum jam 12 malam, soalnya selalu mimpi buruk,] balasnya lagi.
[Apa mimpi nyi Kunti?🤭] balasku ngasal sambil terkekeh.
[Lebih dari itu😑,] balasnya di akhiri dengan emot bibir dan mata yang datar.
[Apa mimpiin genderewo😂✌️?] balasku dengan rasa penasaran.
[Sesuatu yang pernah terjadi di masa lampau selalu mengganggu tidurku, dan setiap malam pun selalu saja hadir dalam mimpi,] balasnya.
Sejenak aku terdiam, dan bahkan berpikir. Apa yang di maksud dengan sesuatu yang terjadi di masa lampau.
[Emm ... Boleh tahu itu apa?] tanyaku penasaran.
[Lain kali aja ya aku ceritain, belum sanggup jika aku cerita saat ini,] balasnya lagi.
Itu membuatku sedikit kecewa bahkan aku ingin tahu apa yang selalu mengganggu tidur bahkan yang mengganggu dalam mimpinya.
[Oh, ya udah gak pa-pa, lain kali janji ya, akan cerita.]
[Hu'um ... tidur lagi gih, aku juga mau bikin teh dulu.]
[Hu'um,] balasku.
***
Sepulang kuliah aku segera bergegas ke halte depan kampus, karena kak Arga pulangnya sore, jadi aku gak bisa ikut menaiki motor barunya. Tapi ketika aku menunggu bus seseorang duduk di sampingku dengan mengulurkan botol minum.
Aku menatapnya lekat, bahkan kunaikan kedua alisku yang melihat dia pakai masker dan kacamata hitam seperti teroris.
Aku segera berdiri dan pindah duduk, tapi orang itu mengikutiku
"Kamu culik ya?" tanyaku yang membuatnya terkekeh.
"Masa orang seburik gue di bilang culik sih, eh, maksudnya seganteng gue."
"Rizkian! Beneran kamu itu seperti teroris tahu," selaku sambil memukul bahunya.
Ia memandangku, debar jantung ini kian kencang saja.
"Pulang bareng gue aja yuk, naik motor biar romantis," ajaknya sambil terkekeh.
"Bukannya anak seni rupa masih ada kelas?" tanyaku.
"Ada, tapi gue mah enggak," jawabnya santai. Menambah cool aja raut wajahnya itu.
"Diih, kamu itu." Aku berdiri karena bus yang kutunggu sudah datang.
"Gue bilang bareng gue aja pulangnya." Rizkian menarik tanganku hingga hampir jatuh.
"Maksa banget," protesku.
"Bodo amat! Pokoknya mulai dari sekarang gue yang antar lo pulang, biar aman dari para peganggu." Rizkian menarik tanganku menghampiri sepeda motornya. Bahkan ia pun memasangkan helm di kepalaku.
Rasanya ini seperti adegan di film-film. Ah, aku pasti sudah sedikit gila, karena laki-laki yang telah membuatku nyaman berada di dekatnya.
"Pegangan ya," kata Rizkian sambil menarik kedua tanganku dan melingkarkan di pinggangnya.
Tanpa penolakan aku nurut aja dengan apa yang dia bilang.
Rizkian melajukan sepeda motornya dengan kencang.
"Waktu itu pas aku di sekap oleh Farel, aku bilang jika ada yang menolongku, akan aku jadikan pendamping hidupku jika laki-laki!" Ucapku.
"Apa? Gue gak denger," pekik Rizkian.
"Gak, bukan apa-apa." Bodoh, Untung dia gak mendengarnya, jika dia mendengar berabe kan.
"Kita minum kelapa muda dulu ya," ajak Rizkian sambil memarkir sepeda motornya.
Ketika kelapa muda sudah tersaji di meja, aku pun menikmatinya di bawah trik.
"Jadi gue dong yang akan jadi pendamping hidupmu, Kan gue yang menyelamatkan." Rizkian berkata dengan datarnya.
Sedangkan aku langsung keselek oleh air kelapa muda yang kuminum.
'berarti tadi dia mendengar ucapanku,' bisik hatiku sambil menahan merah di pipi.
"Kata siapa yeee?" Aku membuang pandangan yang entah Semerah apa pipiku saat ini. Mungkin lebih merah dari selai strawberry.
"Kata kamu." Rizkian tersenyum simpul sambil menyentuh dekat bibirku dengan jempol tangannya. "Ada kelapa yang nempel," lanjutnya lagi.
Huuhh.
Sepertinya saat ini aku seperti bocah 5 tahun yang belepotan ketika makan. Terus kenapa juga dia bersiin pakai tangannya. Kan bisa bilang di bibir kamu itu ada yang nempel.
"Jangan di masukin ke hati, waktu itu aku cuma karena cemas dan takut aja, sampai terlontar kata-kata seperti itu," belaku, menutupi rasa malu yang menggelayut di dasar hati.
"Oh, jadi gak sungguhan, ya udah kalau enggak sungguhan, mending putar waktu lagi aja biar gak ada yang nolongin kamu." Rizkian berkata sambil terkekeh.
"Ih kamu itu!" pekikku.
"Jadi? Deal ya kita sebagai pasangan mulai dari tanggal 20 April 2020. Lumayan tanggalnya juga sedikit cantik, seperti wajah kamu." Rizkian terkekeh kembali.
Dia itu serius atau bercanda ya? Aku bahkan gak bisa membedakan ketika dia serius ataupun bercanda.
"Gak lucu."
"Emangnya harus lucu?"
"Bukan begitu!" pekikku. Kenapa aku jadi kesal sendiri.
"Apa harus romantis? Gue gak tahu kalau nembak cewek harus bagaimana." Rizkian berkata sambil berdiri dari duduknya. Lalu mengambil 2 kelapa dan melekatkannya di hadapanku. Yang satu berwarna hijau yang satu berwarna kuning.
"Kamu pilih salah satu dari kelapa ini, jika kamu pilih yang warna hijau berarti kamu menerima aku sebagai kekasihmu, dan jika memilih yang kuning berarti kamu juga menerima aku sebagai kekasihmu."
Pilihan macam apa coba yang dia berikan. Memilih yang manapun tetap menerima dia tanpa ada pilihan menolak. Tapi dengan begitu, itu jauh lebih baik kan jika semua pilihannya sama adalah menerima.
Bukannya hati kecilku juga menyukainya dari awal jumpa.
"Kenapa gak nyuruh milih durian aja," kataku sambil menunjuk ke durian yang tergantung di sebrang jalan.
Rizkian melipat wajahnya, sepertinya dia tidak setuju. Mungkin karena durian lebih mahal di bandingkan kelapa muda. Atau mungkin uang di dompetnya cuma cukup buat bayar kelapa muda yang kami makan. Tapi aku masih punya uang 50rb yang di berikan oleh Bapak.
"Ya udah kalau mau pilih durian tapi jangan makan di sini." Ia berkata sambil memberikan kode agar aku menyebrangi jalan untuk mengambil durian dari abang-abang yang jualan.
"Masa harus aku yang kesana, kamu aja yang bukain dan bawain kesini," pintaku sambil memasang senyum yang manis.
Rizkian menyebrangi jalan dan kembali dengan membawa durian yang sudah di buka oleh bang jualannya.
Terlihat Rizkian menekuk wajahnya. Tanganku yang di bilas dengan air Aqua langsung mencomot durian yang ada di depanku.
"Kenapa malah liatin, ayo cobain, ini enak banget tahu," lanjutku lagi, sambil menikmati lembutnya tekstur durian.
Uoooo.
Rizkian berdiri dan jongkok di pinggir jalan.
'apa dia ngidam?' bisik hatiku.
"Kenapa? Apa masuk angin?" tanyaku sambil mendekatinya.
"Jangan deket-deket!" pekiknya, dan kelapa muda yang tadi ia minum keluar lagi semua.
"Ya ampun, sepertinya kamu sakit." Aku yang khawatir mengambil kayu putih yang memang selalu kubawa kemanapun aku pergi.
"Gue gak sakit, hanya saja bau duriannya bikin mual," jawabnya.
Aneh banget, padahal kan wangi durian itu enak banget, apa lagi rasanya. Eh, dia malah muntah abis-abisan walau cuma mencium baunya.
"Oh, kamu gak suka durian? Kenapa tadi gak bilang." Aku rada sedikit menyesal telah mengacaukan suasana yang seharusnya tak kacau seperti ini.
"Hu'um." Rizkian mengangguk. "Gak apa-apa kok, kamu makan lagi aja duriannya," lanjut Rizkian.
****
Aku menceritakan kepada ibuku jika di dunia ini ada orang yang tidak suka durian, ibu hanya tertawa geli. Karena ibu pun cerita jika dirinya dulu tidak suka durian, tetapi ketika ia ngidam ketika kehamilanku, jadi suka durian.
Bahkan bapak yang kala itu tukang bangunan, sengaja hasil kerjanya seharian hanya untuk membelikan ibu durian yang tengah ngidam, dan sampai sekarang aku sangat suka durian, tetapi karena ekonomi yang pas-pasan membuatku jarang banget bisa menikmati enaknya durian.
"Embun, apa orang yang kamu ceritain itu teman dekat kamu?" tanya ibu.
"Apaan ibu tuh," jawabku sambil tersenyum simpul.
"Tuh pipi kamu seperti udang rebus, memerah. Dan ketika kamu bercerita tentangnya wajah kamu selalu berseri-seri," goda ibu, yang membuat pipiku tambah merah seperti selai strawberry.
Ting.
Notif wa masuk.
[Embun, Abang kamu kecelakaan!] Maria mengirim chat.
Deg.
Jantungku seperti di sambar geledek.
Bersambung ke: Teman kampus yang paling baik.