Teman kampus yang paling baik (fatamorgana cinta part 09)
Pertemanan kuliah memang merupakan hal yang mengasikkan walaupun beda jurusan hal ini tidak jadi masalah bagi mereka yang ingin punya banyak teman.
Nah di episode sembilan cerbung fatamorgana cinta yang bercerita tentang cerita cinta anak kuliahan adalah tentang kebaikan teman dikampus walau beda kasta, bagaimana kisah cerita prihal teman kampus yang baik, selengkapnya disimak saja berikut ini.
Fatamorgana Cinta Part 09 Author : Ersu Ruang Sunyi
Tanganku gemetar ketika membuka chat dari Maria, yang bilang jika kak Arga kecelakaan.
"Embun, kenapa? Kamu gak apa-apa kan?" tanya ibu menatapku.
"Itu Bu, kak Arga kecelakaan," kataku, sambil memperlihatkan isi chat dari Maria.
"Astagfirullah, ya Allah! Bagaimana keadaannya sekarang? buruan kamu tanyakan keadaannya sekarang," kata ibu sambil menangis.
Aku pun segera menghubungi Maria. Maria bilang jika kak Arga keadaan tidak sadarkan diri, dan kepalanya berlumuran darah. Aku semakin khawatir.
Maria juga bilang, jika Arga masih di tempat kejadian belum di bawa ke RS. Aku pun minta ibu untuk nunggu bapak pulang, nanti baru menyusul. Tapi ibu kekeh ingin ikut. Aku pun nitip pesan kepada tetangga agar ngasih tahu Bapak jika pulang nanti, tentang kak Arga yang kecelakaan.
Aku dan ibu naik ojeg agar sampai dengan cepat. Ketika aku tiba, ambulance sudah ada di sana. Ibu nangis histeris begitu pun dengan aku. Maria menenangkan aku dan juga ibu. Beberapa saksi bilang jika kak Arga di serempet tiga motor yang mengejarnya.
Aku bersumpah tidak akan memaafkan orang tersebut siapapun itu.
Kak Arga di bawa ke rumah sakit dan di tangani oleh Dokter. Aku pun mengirim SMS ke tetangga rumah agar Bapak menyusul ke RS jika sudah pulang narik becak.
"Embun, bagaimana keadaan kakak kamu?" tanya Bapak yang masih mengenakan handuk kecil di pundaknya. Itu tandanya bapak belum sempat mandi ataupun ganti baju. Mungkin Bapak begitu mendengar kabar jika kak Arga kecelakaan ia langsung menyusul.
" Masih kritis Pak," jawabku dengan airmata yang berderai.
"Pak, bagaimana jika terjadi apa-apa sama Arga?" Ibu memeluk Bapak sambil menangis.
Maria pun tak henti-hentinya memberikanku semangat. Maria adalah teman kampusku yang paling baik, walau dia orang kaya tapi dia mau berteman denganku yang hanya anak tukang becak.
"Semoga saja tidak kenapa-napa ya Bu," ucap Bapak. "Tapi bagaimana dengan biaya rumah sakitnya ya Bu, sedangkan Bapak tidak punya uang." Kata-kata Bapak membuatku semakin menambah kesedihan.
"Om, om tenang saja biaya rumah sakit biar aku yang urus. Kebetulan Papah aku pemilik rumah sakit ini," sela Maria.
Pantas saja semua pegawai rumah sakit nampak hormat kepada Maria ternyata Maria anak dari pemilik rumah sakit.
"Tapi Maria ..."
"Sudah jangan tapi-tapi," sela Maria.
"Terimakasih Nak Maria, sudah meringankan beban kami. Insya Allah, nanti jika kami sudah punya uang, kami akan cicil biaya rumah sakitnya. Tolong bilang sama dokternya agar menyelamatkan Arga," pinta Ibu sambil menciumi tangan Maria.
"Bu, sudah Bu, jangan begini." Maria segera merangkul Ibu.
Tak lama Dokter keluar dari ruang rawat kak Arga.
"Dok bagaimana keadaan kakak saya?" tanyaku cemas.
"Harus melakukan operasi di kakinya jika tidak takutnya akan menyebabkan kelumpuhan," kata Dokter.
"Dok, lakukan yang terbaik buat anak kami Dok," pinta Bapak memohon kepada Dokter.
"Dok, tolong bantu teman saya, agar kembali seperti semula ya," pinta Maria.
"Baiklah Maria, saya akan melakukan yang terbaik," kata Dokter.
Setelah Bapak menandatangani persetujuan operasi. Kak Arga pun di pindah ke ruang operasi.
*****
Sudah 3 hari kak Arga di rawat di rumah sakit, dan tidak seharipun Maria absen untuk menjenguk keadaan kak Arga. Pagi dan sore Maria datang walau hanya sekedar membawa sarapan dan makanan untukku dan juga Ibu. Karena kak Arga belum bisa makan selain bubur.
"Bu, ibu pulang saja dulu, istirahat di rumah biar aku aja yang nungguin kak Arga," kataku, yang kasian melihat ibu nampak lelah.
"Enggak, ibu mau di sini saja," jawab ibu sambil terus memegangi tangan kak Arga.
"Bu ... Ibu pulang saja, Arga gak apa-apa kok, maafkan Arga sudah nyusahin ibu," ucap kak Arga.
Terlihat ada bulir bening yang jatuh dari sudut mata kak Arga.
Kreek.
Handle pintu terbuka. Serentak aku dan ibu menengok ke arah pintu.
"Permisi, boleh masuk tidak?"
"Rizkian!" Aku terperanjat dari dudukku. Melihat Rizkian datang dengan buah tangan yang di bawanya.
"Gimana keadaan Lo Bro? Sorry gue baru tahu kalau Lo kecelakaan, pantes aja beberapa hari Lo gak masuk kampus." Rizkian menaruh bawaannya di atas meja. Dan menatapku sekilas.
"Gue udah baikan," jawab kak Arga. "Bu kenalin ini teman kampus Arga, namanya Rizkian," lanjut kak Arga.
"Bu, kenalin saya Rizkian calon mantu ibu, eh, teman kampus anak ibu maksudnya." Rizkian melirikku sambil terkekeh.
Bisa-bisanya dia bercanda dalam kondisi seperti ini.
"Ah, Lo bisa aja," sela kak Arga.
Kulihat lagi senyum yang tak kulihat selama 3 hari dari bibir kak Arga.
"Permisi, saya mau periksa pasien dulu, apa bisa keluar dulu?" tanya Dokter yang masuk ke ruangan rawat Arga.
"Oh iya silahkan," jawabku sambil mengajak ibu keluar dan Rizkian juga membuntutiku dari belakang.
"Ibu mau ke toilet dulu ya," kata ibu berpamitan untuk ke toilet.
"Kenapa chat dariku tak pernah di buka?" tanya Rizkian sambil menarik tanganku.
"Chat?"
"Iya, kucari di kampus tidak pernah kelihatan, eh ternyata di RS, kenapa gak ngasih kabar jika Arga kecelakaan?"
"Em, aku gak tahu ada chat masuk. Lupa isi Kouta," jawabku.
"Oh, pantes aja." Rizkian mencubit hidungku dengan gemas.
"Hmmm ... Cie-cie, ini di rumah sakit loh, bukan di bawah menara Eiffel," goda Maria yang tahu-tahu udah berada di belakangku.
Rizkian segera melepaskan tanganku, dan buru-buru melepas cubitan di hidungku.
"Maria, sejak kapan datang?" tanyaku.
"Sejak kalian memulai adegan romantis," goda Maria kembali. "Eh, bagaimana keadaan Arga?" Tanya Maria.
"Sudah jauh lebih baik, sekarang juga lagi di periksa oleh Dokter," jawabku.
"Oh, kalian berteman akrab ya?" tanya Rizkian.
"Iya, emang kenapa? Cemburu?" tanya Maria sambil terkekeh.
"Dih cemburu sama si rambut keriting," ledek Rizkian.
"Berani sekali lagi ngatain, kupastikan kau tak bisa dekat-dekat dengan Embun," ancam Maria sambil menjulurkan lidahnya penuh ledekan.
"Nak Maria," sapa ibu yang baru balik dari toilet.
"Tante," sapa Maria sambil mencium tangan Ibu.
Dokter tidak lama keluar dari ruangan kak Arga, dan bilang jika kondisi Arga sudah jauh lebih stabil.
Kami semua pun masuk ke ruangan, dan ibu memaksa kak Arga makan, tapi kak Arga selalu menggelengkan kepalanya.
Tapi Maria dengan cekatan mengambil alih mangkuk bubur yang di pegang oleh Ibu. Lalu Maria menyendok bubur lalu mengasongkannya ke mulut kak Arga.
"Ok, kalau gak mau kusuapin, Tante sama Embun tidak akan kuijinkan untuk menemani kamu di sini," ancam Maria.
Luar biasa. Dengan kata-kata seperti itu kak Arga langsung membuka mulutnya. Tidak sampai 10 menit bubur pun habis. Ibu tersenyum kepadaku dan melirik ke arah Maria. Sedangkan Rizkian terus saja mengajakku ke kantin rumah sakit. Apa itu anak kelaparan?. Ih, nyebelin.
"Bu, boleh pinjem Embunnya sebentar?" tanya Rizkian.
Ibu melirik ke arahku. Sambil menaikkan sebelah alisnya. Ibu kali pertama bertemu dengan Rizkian, dan ketika aku cerita apapun tentang Rizkian ke ibu, ibu belum tahu siapa orang yang selalu aku ceritain padanya.
Setahu ibu Rizkian hanya teman kampus kak Arga, bukan temanku.
"Oh iya silahkan," jawab Ibu, setelah sekian lama diam.
Rizkian memberikan kode agar aku mengikutinya ke luar ruangan rawat kak Arga.
Ia mengajak duduk di bangku kantin rumah sakit, lalu ia mengambil 2 botol minuman.
Ting.
SMS masuk ke gawaiku.
[[1/3] Freedom U 10GB + 30GB Apps aktif s.d 21/06/2020 14:52. Nikmati kuota akses Youtube, IG,Ecommerce & apps sehari-hari. Info: im3ooredoo.com/freedomU.]
Aneh perasaan tidak mengisi Kouta internet, tapi kenapa ada Kouta masuk ke nomorku.
Rizkian duduk kembali di hadapanku.
"Seharusnya kamu itu ngasih kabar, jika gak ada paket, ya miskol kek," protesnya lagi.
"Ngasih kabar?"
"Iya lah, kita kan sudah resmi berpacaran," sela Rizkian dengan santainya. "Oh iya, coba aktifkan datanya, agar kamu tahu, betapa khawatirnya aku tanpa tahu kabar kamu," lanjutnya lagi.
Kugeser layar gawaiku, dan menekan pengaktifan datta.
Ting ... Ting.
Entah berapa ratus chat yang masuk selama 3 hari tidak aktif.
[Embun.]
[Embun.]
[Gue rindu.]
[Kok, gak di read sih.]
[Lo baik-baik aja kan]
[Apa Lo marah sama gue?]
[Apa Lo marah, karena gue nembak Lo kurang romantis? Jadi Lo marah?]
Itulah beberapa pesan yang kubaca, dan masih banyak lagi lainnya, cuma males meng scroll up nya.
Aku menatap wajah Rizkian yang tengah memandangiku.
"Pokoknya mulai dari sekarang kalau gak ada Kouta bilang sama gue." Rizkian menggenggam tanganku yang membuat debaran halus ini makin gaduh.
"Hmmm ... hmmm ... Gue kan sudah bilang ini rumah sakit bukan bangku taman untuk berpacaran." Maria lagi-lagi datang bak jelangkung.
"Lo rese banget, gangguin orang yang lagi melepas rindu aja!" pekik Rizkian.
"Uh, gue gak tahu kalau ada yang lagi melepas rindu." Maria terkekeh sambil mengambil botol minum milik Rizkian, yang memang belum di minum.
"Eh, Lo bukannya anak pemilik RS ini?" tanya Rizkian. "Tapi kenapa Lo malah mengambil jurusan sastra?" lanjut Rizkian.
"Bukan berarti bokap gue pemilik RS, gue harus jadi dokter kan." Maria sambil duduk di dekatku.
"Lo pacaran sama Arga?" tanya Rizkian. Yang membuat Maria langsung tersendat di saat ngunyah roti yang di makannya.
"Lo ngomong apa sih?" Maria pura-pura tak peduli.
Ia juga, aku baru menyadari jika Maria begitu perhatian kepada kak Arga, dari awal di RS Maria lah yang mampu membuat kak Arga tanpa menolak untuk makan. Dan Maria sangat sangat perhatian. Tapi aku tidak pernah tahu jika mereka sedekat ini.
"Gue hanya ngomong, apa Lo pacaran sama Arga?" tanya Rizkian penuh selidik.
"Em, gue emang suka sama Arga. Tetapi Arga menolak cinta gue, dengan alasan beda keyakinan dan beda kasta. Emang salah ya kalau gue mencintai dia, kalau soal keyakinan kan nanti juga bisa ngikutin salah satunya." kata Maria dengan menekuk wajahnya.
Aku hanya diam mendengar pernyataan Maria. Ada beberapa alasan mungkin kak Arga menolak cinta Maria. Yang pertama beda keyakinan, yang kedua perbedaan dari segi ekonomi. Bisa aja itu yang menjadi pertimbangan kak Arga. Kami yang hanya orang miskin, sedangkan Maria adalah orang yang kaya raya.
"Yang sabar ya, semoga perasaan Lo bersambut bahagia." Rizkian menyemangati Maria.
"Thanks Ki," ucap Maria sambil menghapus kristal yang jatuh dari sudut matanya.
***
Aku ingin bicara sesuatu ke kak Arga tentang Maria, tapi sepertinya saat ini kak Arga harus banyak istirahat.
Ibu dan bapak pun bergantian ke rumah sakit. Bapak pagi hingga sore menarik becak, untuk mencari buat makan aku sama ibu selama di RS, walau Maria selalu membawakan makanan tapi aku tidak enak jika harus terus menerus menerima kebaikan Maria.
Ting.
[Embun, kemungkinan kecelakaan Arga adalah perbuatan yang sudah di rencanakan oleh pelaku.] Chat dari Rizkian membuatku penasaran.
[Terus kira-kira siapa pelakunya?] tanyaku penasaran.
Kutunggu lebih dari 10 menit, tidak ada balasan dari Rizkian.
"Kak, apa kamu punya masalah dengan seseorang sebelum kecelakaan?" tanyaku kepada kak Arga.
"Tidak ada. Tapi sebelumnya ada yang menghampiri dan memintaku untuk menjauhi Maria, tapi aku pun tidak kenal siapa orang itu," jawab kak Arga.
"Apa?" Suara Maria mengagetkan aku dan kak Arga. Entah sejak kapan Maria berdiri di pintu.
Bersambung ke: Keluarga yang sederhana