Skip to main content

Cerita pendek pengkhianat cinta yang dikhianati

Pengkhianat cinta yang dikhianati adalah cerita mini atau cerpen pendek tentang seorang laki-laki mengkhianati istrinya namun dia juga dikhinati selingkuhannya.

Sakit memang ketika ketika ketulusan cinta dikhianati sakitnya lebih dari luka. Selengkapnya dismak saja kisah cerita karma bagi pengkhianat cinta berjudul "Akhir Pengkhianatan" dibawah ini.

Cermin: Akhir Pengkhianatan Oleh: Islami Dini

Raffa melangkah tergesa memasuki kafe di hadapannya. Kafe yang memiliki konsep indoor garden itu tampak elegan dengan tanaman rambat yang menghiasi sekitar dinding juga dekorasi air mancur mini di tengahnya.

Seharusnya tempat ini bisa menyejukkan setiap mata dan hati pengunjung, tetapi lain halnya dengan Raffa. Lelaki dew^sa itu datang dengan wajah yang merah padam.

Setibanya di dalam, Raffa melihat sekitar hingga tatapannya bertemu dengan sepasang mata yang membola terkejut.

Tampak jemari kedua orang di meja paling sudut itu masih bertautan. Hati Raffa seketika mendidih, bergegas ia menghampiri kedua orang itu.

"Aku enggak nyangka kamu begini, Yu," desis Raffa.

Ia menatap tajam perempuan di hadapannya dengan tangan yang terkepal erat.

Di tempat duduknya, Ayu nampak pucat.

"I-ini enggak seperti yang kamu pikir, Mas. Dia hanya--"

"Siapa? Rekan kerja lagi? Rekan kerja untuk bermesraan maksudmu?!" Raffa tersenyum culas.

Ia menatap bergantian ke arah Ayu juga lelaki yang dikenalnya dengan baik.

Ayu menunduk dalam, bibirnya terkatup rapat. Sementara itu, lelaki di sampingnya pun tak mengeluarkan sepatah kata pun.

Raffa menghirup napas panjang, kali ini ia merasa sudah muak dengan perempuan yang berstatus sebagai kekasihnya itu.

"Kita selesai saja," ucapnya memutuskan.

Ayu menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Enggak, Mas! Aku tulus mencintaimu. Tolong beri aku kesempatan!"

Perempuan itu segera bangkit berdiri dan memegang lengan Raffa dengan mata yang berkaca-kaca.

"Enggak ada kesempatan buat seorang pengkhianat sepertimu!" tegas Raffa seraya berbalik pergi.

Namun, lengan Ayu masih menahan tubuhnya untuk tetap berada di sana.

"Aku cuma bosan karena kamu selalu sibuk kerja, Mas."

Ayu berkata lirih, satu isakan lolos dari bibirnya.

Raffa mengempaskan tangan Ayu yang masih memegang lengannya. Dapat ia lihat bahwa mereka bertiga saat ini tengah menjadi pusat perhatian.

Sungguh Raffa tidak ingin mengakhiri hubungan dengan cara begini, tetapi saat mendapat laporan dari orang suruhannya bahwa sang kekasih sedang bermesraan dengan sahabat juga rekan kantornya, akal sehat itu menguap entah ke mana.

"Karena aku sibuk kerja, berselingkuh bagimu menjadi hal yang benar? Begitu?" tanya Raffa sinis.

Pandangannya teralih pada lelaki yang sejak tadi diam tak berkutik.

"Sorry to say karena baru bilang sekarang, kayaknya gue punya calon pengganti potensial buat pimpinan di kantor cabang, dan pastinya dia bukan pengkhianat."

Lelaki yang sejak tadi diam itu tersenyum miring, lalu dengan santai berkata, "It's okay, tapi kayaknya lo butuh cermin, Raf."

Raffa sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menghajar lelaki itu. Ia dengan cepat berbalik pergi dan tak menghiraukan Ayu yang memanggil-manggil namanya.

Raffa mengemudikan mobilnya menuju rumah karena sekarang sudah masuk jam pulang kantor. Selama di perjalanan, lelaki itu sibuk berkutat dengan pikirannya.

"Enggak ada kesempatan buat seorang pengkhianat," gumamnya. Ia tertawa hambar.

"Tepatnya, enggak ada kesempatan buat pengkhianat yang ketahuan berkhianat," lanjutnya lagi.

Raffa memukul dashboard mobil, melampiaskan segala bentuk penyesalannya pada benda tak bersalah itu.

Raffa menyesal dengan apa yang terjadi selama setahun terakhir, tetapi pesona Ayu memang sekuat itu untuk ia tolak.

Hingga akhirnya, ia mendapat balasan yang menyakitkan untuk semua keegoisannya selama ini.

Terlalu sibuk melamun selama di perjalanan, membuat Raffa tak sadar bahwa ia sudah berada di depan gerbang rumahnya.

Sesaat setelah satpam membuka gerbang, terdengar teriakan nyaring yang menyambut kedatangannya.

"Papaaa!!!" panggil Lili, putri kecilnya.

Bocah berumur lima tahun itu berlari memeluk kakinya yang baru saja turun dari mobil. Di belakang Lili, menyusul suara lembut dari seorang perempuan manis berkerudung biru.

"Mas, ayo masuk. Aku sudah memasak makanan untuk kita."

Majalengka, 20 Agustus 2021