Skip to main content

Cerbung Merelakan Suami Poligami Part 04

Cerbung merelakan suami poligami adalah seri ke 4 cerita bersambung berbagi suami yang sebelumnya terlah diterbitkan bagaimana cerita fiksi merelakan suami untuk berpoligami dalam cerita fiksi Istri rela dipoligami.

Apakah berkisah tentang pengkhianatan suami atau bercerita seperti perasaan suami yang berpoligami, selengkapnya disimak saja cerita bersambung Istri yang relakan suaminya poligami berikut ini

Berbagi Suami Part 04 Author : Ersu Ruang Sunyi

Kenapa kubiarkan hati dan pikiranku terkontaminasi oleh ucapan Salma? sedangkan aku sendiri sudah mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari , jika suamiku akan menikahi perempuan lain.

Aku dan Mas Ilham pulang dari toko tersebut dan mampir ke kios buah, untuk membeli buah naga kesukaan Mas Ilham. Aku pun turun dari mobil dan meminta mas Ilham menunggu di dalam mobil karena tidak ada lahan parkir.

Kupilih beberapa buah naga yang terlihat masih segar, dan mangga harum manis yang terlihat sudah matang. Ketika aku memilih beberapa mangga, ada sepasang suami istri yang membeli buah juga. Kulihat mereka begitu bahagia, tersenyum penuh harapan.

"Yank, aku kan mau buah itu,"

"Sayang, uang nya gak cukup, hanya cukup buat beli mangga aja,"

"Tapi Dede bayinya mau buah pir itu,"

"Aku janji, bulan depan setelah gajian aku belikan buat Dede bayi kita,"

Kudengar bisik-bisik mereka berdua yang saat itu memilih mangga juga, yang nampaknya tak lebih dari sekilo, seperti nya mereka pasangan baru yang tengah ngidam.

Aku dengan gesit memasukan beberapa buah pir, mangga, buah naga, dan belimbing. Segera aku meminta penjual itu untuk menimbang buah yang terpisah dari yang sudah kupilih sebelumnya. Dan meminta penjual tersebut untuk memberikan nya kepada pasangan suami istri tersebut, setelah aku membayarnya. Setelah selesai membayar aku segera masuk ke mobil.

"Sayang, lama banget beli buahnya?" tanya Mas Ilham yang terlihat bete.

"Iya maaf yank, aku milihin buah yang bagus-bagus, jadi rada lama," jawabku.

***

Malamnya kumasukkan perhiasan buat mahar kedalam kotak, ku tata serapih mungkin. Mas Ilham menghampiri dan duduk di sampingku, menatapku penuh iba.

"Yank, Mas menikah kan seminggu lagi, kenapa kamu sudah merapikannya dari sekarang," tanya Mas Ilham.

"Gak apa-apa yank, kan kalau di rapikan dari sekarang, nanti pas hari H tidak tergesa-gesa," jawabku sambil tersenyum simpul.

"Kamu yakin, mengijinkan Sakila serumah sama kita, di sini?" tanya Mas Ilham, penuh selidik.

"Iya Mas, kalau tidak tinggal di sini sama juga bohong, ya aku gak punya teman ngobrol dan curhat selain kamu dong kalau beda rumah," seruku sambil memeluk mas Ilham yang terlebih dulu mendekap tubuhku yang tidak terlalu besar ini.

"Terimakasih ya sayang, Mas beruntung banget punya istri sebaik dan secantik kamu," seru Mas Ilham, sambil mengecup keningku.

Aku pun beruntung banget karena memiliki suami sebaik dan setampan mas Ilham, walau dalam waktu dekat Mas Ilham akan membagi waktu dan hatinya, semoga perhatian dan kasih sayang mas Ilham tidak akan berkurang padaku, walau nanti Sakila sudah di nikahinya.

Selama dua tahun pernikahan, hari-hari ku selalu dipenuhi dengan kebahagiaan, aku merasa menjadi wanita paling sempurna karena mas Ilham selalu menyempurnakan kebahagiaanku.

***

Hari H pernikahan Mas Ilham pun tiba, aku pun bersiap sedari subuh, karena ijab Kabul akan di laksanakan jam 8 pagi, maka kamipun harus berangkat lebih awal. Kerabat Mas Ilham dan mertuaku atau orang tua Mas Ilham pun sudah di rumah, dan orang tuaku pun baru tiba, ibu menghampiriku ke kamar.

"Davira," ibu memanggil dan memelukku.

Kulihat ibu meneteskan airmata, cuma aku pun tak ingin ikut berlarut dalam kecamuk hati.

"Umi, kenapa tidak datang kemarin sore?" sambutku sambil mencium pipinya.

"Abi mu ada urusan yang harus di selesaikan, makanya Umi sama Abi tidak bisa datang kemarin sore," jawab ibu.

"Oh, dimana Abi sekarang?" tanyaku sambil mencari keberadaan Abi.

"Davira, kamu yakin akan menghadiri pernikahan suamimu sendiri dengan perempuan lain?" cecar ibu.

"Iya Umi, aku akan menghadiri pernikahan Mas Ilham, kenapa Umi lagi-lagi bertanya hal yang sama?" tanyaku.

"Nak, sekuat apapun hati dan perasaan kamu, Umi yakin kamu pun seperti perempuan lainnya, punya hati kecil, yang mungkin akan merasa hal yang menyakitkan," seru ibu, sambil membingkai pipiku dengan kedua tangannya.

"Umi, aku ini putri Umi, Umi selalu mengajarkan tentang keikhlasan, aku ikhlas Mas Ilham menikah lagi, namun aku akan sakit hati jika Mas Ilham berzina dengan perempuan lain. Mas Ilham saat ini bukan mau berzina tapi menunaikan syari'at Agama," ucapku meyakinkan ibu, yang saat ini terlihat lebih cemas dari aku.

"Umi, tidak tahu hatimu terbuat dari apa, ketika banyak perempuan lain di luar sana menentang perempuan lain menikah dengan suaminya, tapi kamu malah mengijinkan jika suami kamu menikah dengan wanita lain," sahut ibu sambil jari tangannya mengusap pipiku.

Mas Ilham masuk ke kamar dan melihat aku dan ibu bercengkrama cukup serius, ia pun meminta ijin untuk berganti pakaiannya di dalam kamar mandi.

Aku pun bersiap untuk berganti pakaian karena sudah mandi sebelum shalat subuh, ibu pun mengobrol di ruang keluarga dengan besannya, dan kerabat lainnya.

Mas Ilham keluar dari kamar mandi sambil menghampiriku yang tengah memakai cream wajah.

"Sayang, kamu terlihat sangat cantik," ujar Mas Ilham sambil mengecup keningku.

"Mas pun terlihat sangat teramat tampan pagi ini," ucapku sambil tersenyum padanya.

"Sayang, Mas berniat membatalkan pernikahan nya," ucap mas Ilham yang membuatku terperanga.

"Mas, Mas jangan main-main semua orang menanti kedatangan Mas di rumahnya Sakila,"

"Tapi sayang, Mas sudah memiliki istri yang begitu Soleha sepertimu,"

"Mas, jangan mematahkan penantian Sakila dan keluarga nya, begitupun di sini, kamu lihat di ruang tengah sana, semua kerabat kita telah hadir untuk mengantar pernikahanmu, persiapan yang selama tiga bulan aku siapkan buat pernikahanmu pun sudah 99%. Tinggal ijab qobul nya mas," ucapku sambil menatap mata beningnya.

"Sayang, Mas berasa sudah menyakiti hati dan perasaanmu," ucap mas Ilham lirih, sambil memeluk erat.

"Mas tidak pernah menyakiti hati dan perasaanku," bisikku di telinganya.

Entah apa yang Mas Ilham pikirkan dimana ijab qobul akan di laksanakan ia malah berpikir akan membatalkan pernikahannya. Sudah terlambat bukan? jika membatalkan di waktu yang tinggal berapa jam lagi menikah?

Kuraih tangan Mas Ilham, kukecup tangannya, kudoakan langkahnya yang keluar dari kamar.

Bersambung ke: Merelakan Suami Menikah Lagi Part 05