Skip to main content

Cerpen: Karma seorang lelaki yang suka mempermainkan perasaan perempuan

Karma seorang lelaki yang suka mempermainkan perasaan perempuan adalah cerita pendek tentang laki-laki yang pernah menzalimi anak dan istri datang ke penikahan mantan istrinya setelah sekian tahun tidak pernah bertemu.

Kisah ceritanya menceritakan balasan orang yang mempermainkan perasaan wanita makanya jangan mempermainkan perasaan wanita karena mempermainkan perasaan seseorang bukanlah hal yang terpuji.

Untuk lebih jelasnya prihal karma laki laki yang menyakiti hati wanita atau penyesalan pria yang menyakiti wanita di simak saja cerpen "suami mantan istriku" dibawah ini.

Cerpen: Suami Mantan Istriku Author: Yusniwan Malay

Mataku memindai ke penjuru ruangan. Mencari-cari, adakah salah satu putraku di resepsi pernikahan ini. Aku hanya melihat mantan istriku dengan suami barunya. Ketiga putraku tidak ada yang terlihat.

Biasanya aku sangat malas datang ke resepsi pernikahan. Namun, kali ini sengaja datang. Dikarenakan, kabar dari Hamid, si empunya hajat. Dia mengabarkan, bahwa calon menantunya, keponakan dari suami mantan istriku.

Tiga bulan lalu, saat lamaran, mantan istri dan putra bungsuku ikut hadir. Aku berharap di acara pernikahan ini, ketiga putraku ikut hadir. Saatnya untuk melepas rindu yang tertahan selama sepuluh tahun.

Tidak kujumpai mereka. Ingin bertanya kepada mantan, dia tidak pernah lepas dari suaminya. Mereka menunjukkan kemesraan kepada tamu yang hadir.

Sepasang suami istri itu, saat ini sedang terkenal. Si suami, seorang pemimpin pondok pesantren, yang baru saja diangkat menjadi menteri. Sedangkan istrinya, yang merupakan mantan istriku, seorang arsitek dan penulis novel yang bukunya selalu laris.

Selama pesta, para undangan tidak hanya menyallami pasangan pengantin. Namun, pasangan menteri dan novelis itu juga menjadi sasaran tetamu untuk bersalaman dan berfoto.

Membuatku semakin jengah. Ingin segera mendatangi pasangan itu dan menanyakan keberadaan ketiga putraku. Sudah sepuluh tahun tidak bertemu. Mantan istriku, membawa mereka ke pulau seberang, setelah hakim memutuskan perceraian kami.

Selama sepuluh tahun pula aku tidak menafkahi mereka. Tidak pernah menengok dan menanyakan kabar mereka. Aku mengabaikan anak-anak, memblokir nomer telepon dan semua media sosial, demi istri baruku.

Istri keduaku tidak memperbolehkan aku menemui anak-anak. Termasuk menafkahi mereka. Menurutnya, anak-anak dan mantan istriku sudah mendapat tiga perempat harta yang aku peroleh selama pernikahan pertamaku.

Lagi pula, istri keduaku, sakit hati kepada ibunya anak-anak. Dikarenakan, novel perdananya yang laris manis, merupakan kisah pilu mantan istri diduakan olehku. Membuat istri keduaku dihujat oleh pembaca.

"Bagaimana kabar anak-anak?" Tanyaku saat kami sedang mengantri mengambil minum. Kebetulan dia sedang sendiri.

"Baik," ucapnya pendek tanpa menatapku.

"Mengapa tidak diajak kesini?"

"Besok mereka ujian. Lagi pula, nanti setelah acara selesai kami langsung terbang. Suamiku ada rapat dengan presiden, nanti malam."

Dia berkata tanpa jeda dan enggan menatapku. Seolah aku adalah kotoran menjijikkan. Mantan istriku pun segera berlalu dan segera menghampiri suaminya.

***
Rupanya mantan istriku berkata jujur. Mobil yang membawa mereka, berjalan menuju bandara. Aku yang sempat meragukan ucapannya, sengaja menunggu dan membuntuti mobil mereka.

Setelah memastikan mereka kembali ke ibukota, aku pun kembali ke kantor. Ada hal penting yang harus dilakukan.

Sampai di ruang kantor, segera kunyalakan laptop. Membuka aplikasi berlogo kamera. Hanya ini satu-satunya caraku melepas rindu kepada ketiga putraku. Stalking akun mereka dan ibunya. Dengan akunku yang khusus aku buat untuk memantau mereka.

Tidak ada yang baru dari ketiga akun mereka. Begitupun dengan milik ibu mereka. Hanya di akun mantan, yang menulis kata, Rendevous. Dia kembali ke pulau ini, kota ini. Tempat yang menorehkan luka di hati.

[Aku tidak suka baju kau pakai tadi]

[Tidak sempurna menutupi lekuk tubuhmu]

[Kemana gamis syar'i yang dulu selalu kau kenakan]

[Apakah anak-anak mendapat pendidikan agama yang benar]

Serentetan pesan aku kirim melalui aplikasi berlogo kamera. Aku tidak mengharap secepatnya dibalas. Mereka masih di dalam pesawat.

***

[Apa yang saya pakai di pesta itu bukan urusan anda. Suami saya mengijikan saya memakai]

[Jangan mengirimi saya pesan lagi. Anda bukan siapa-siapa saya]

[Kalau mau tahu keadaan anak-anak, hubungi no suami saya. Dia sekarang walinya anak-anak]

Rentetan pesan yang aku terima dari mantan istriku, pagi ini. Tertulis juga nomor dari suaminya yang bisa aku hubungi.

[Maaf, apa yang dipakai istri saya sewaktu resepsi kemaren itu seragam keluarga. Saya rasa itu juga gamis syar'i]

[Hanya ada hiasan manik-manik, dan itu tidak merusak kaidah busana syar'i]

[Harap diingat, anda hanya mantan suami]

[Meskipun anda tetap ayah dari anak-anak]

[Kalau mau tahu keadaan anak-anak, hubungi saya. Saat ini saya merupakan wali dari anak-anak]

[Saya rasa anda tahu batasan, siapa anda dan hubungan apa antara anda dan istri saya]

[Anak-anak sudah mendapat pendidikan agama yang baik. Saya dan istri memastikan mereka untuk menjalankan agama dengan benar]

Kembali rentetan pesan datang. Kali ini dari suami mantan istriku. Pesan yang mengingatkanku akan kedudukan dan batasan ku di mata mantan istri.

Rentetan pesan yang seolah menamparku. Aku selalu menekankan kehidupan yang agamis. Meminta mantan istri, ketika masih berumah tangga dengannya untuk taat beribadah dan menjalankan tuntunan agama. Mengharuskan dia memakai pakaian tertutup dan harus patuh kepada suami.

Akan tetapi kelakuanku malah sangat melenceng dari kehidupan agamis. Aku asyik dengan media sosial, dan berkenalan dengan lawan jenis dan akhirnya aku berselingkuh dari istriku, meskipun secara online.

Sehingga suatu hari aku nekat menemui wanita itu. Tanpa mengingat istri dan anak, hari itu juga aku menikahi wanita yang sekarang masih tetap berstatus istri siri. Semula aku ingin kedua istriku akan hidup rukun. Namun, istri pertamaku tidak sudi dimadu dan meminta khulu.

Sekarang hanya penyesalan di dada. Mantan istriku mendapatkan penggantiku yang lebih segalanya dari pada diri ini. Sedangkan istri siriku, ternyata mantan wanita malam dan pecandu narkoba. Darinya terlahir dua orang anak perempuan yang tidak normal.

-Selesai-