Cerpen Pacar Selingkuh
Cerpen Pacar Selingkuh adalah cerita fiksi pendek tentang pacar yang tidak setia dengan perkataannya sendiri yang akhirnya meninggal membawa janji sendiri.
Dan berikut ini adalah kisah cerita dalam cerpen dengan judul pacar selingkuh, silahkan disimak saja kisah ceritanya dibawah ini.
Cerpen: Selingkuh Author: Putri Rahayu Indah Lestari
Panggil saja aku Mila. Sekarang aku berada di teras rumah sembari menunggu sang kekasih yang lagi OTW kesini katanya mau jemput buat jalan. Eeaakkš
Ya, si Johan lebih akrab di sapa Jo.Aku udah setahun lebih ngejalin hubungan sama dia. Ahahayy pamerš.
Udah sejam aku nunggu Jo, tapi kenapa nggak nyampe-nyampe? Pikirku.
Ah, mungkin macet atau ada kendala di jalan, kumencoba untuk berpikiran positiv. Tapi, tak lama kemudian ada suara deruman motor yang mendekat ke arah rumah. Pas aku liat eh bukannya si pacar malah temennya si Nino namanya.
Aku liat dia kayak habis lari maraton aja ngos-ngosan gitu, padahal kan naik kuda. Iya kuda bermesin maksudnya. Belum sempet aku nanya eh dia duluan yang nyamber.
"Eh, Mil gawat ini, gawat!" ujarnya panik.
"Gawat apanya sih?" tanyaku.
"Itu si Jo, si Jo...." Nino menggantungkan ucapannya bikin penasaran aja.
"Dia selingkuhin lo, Mil!" lanjutnya.
Aku kaget bukan main, nggak mungkin kan si Jo ngekhianatin aku.
"Eh lo jangan sembarangan ya, mentang-mentang jomblo akut lo. Ini gue udah janjian sama dia mau jalan, lagi nungguin dia nih. " ujarku.
"Gue serius, Mil. Kalo lo nggak mau percaya ya udah lo ikut gue aja kita samperin dia. Dia ada di kafe Mawar, dia peluk cewek, Mil."
Deg
"Apa!? Awas lo bohongin gue." ujarku sebelum naik ke motor Nino dan kamipun melaju ke tempat yang di maksud sama si Nino itu.
Selama di perjalanan, aku mikirin terus perkataan Nino. Masa ia Jo khianatin aku, padahal kalo diliat-liat dari sikapnya selama ini nggak ada sama sekali sikapnya yang berubah.
Aku memutar kembali memori pas Jo nembak aku di suatu taman setahun yang lalu.
"Kamu mau kan, Mil jadi tulang rusuk aku dan aku jadi tulang punggung kamu." ujarnya serius.
Meski terdengar sangat alay bin lebay tapi entah setan dari mana yang merasukiku buat senyum dan ngangguk gitu aja.
"Makasih, Mil." Ujarnya kemudian memelukku.
*****
Kejadian itu terus berputar dalam benakku . Hingga aku dan Nino sampe di tempat yang dimaksud.
Benar saja. Ada motor milik Jo disini, tapi semoga perasaan dan apa yang diliat sama Nino nggak benar.
Aku dan Nino masuk ke kafe, aku mengedarkan pandanganku sampai berhenti pada sepasang cewek dan cowok yang duduk di dekat jendela kaca milik kafe ini sedang asik suap-suapan dan sesekali saling lempar senyum dan tawa yang sangat mengganggu penglihatan dan pendengaranku.
"Sekarang lo percaya kan, Mil. Sebenarnya gue nggak bermaksud ikut campur tapi gue nggak mau sahabat gue sendiri itu nyakitin hati cewek sebaik lo." ujar Nino dengan tatapan sendu pada dua makhluk yang seperti tak bersalah saja di depan kami.
"Iya, sorry gue nggak percaya sama lo tadi. Tapi thanks ,No lo udah kasi tau gue meski Jo itu sahabat lo. Gue mau samperin mereka, lo nggak perlu ikut biar gue selesein dulu urusan gue sama dia."
Nino mengangguk lantas keluar dari kafe itu. Setelah itu aku berjalan menuju dua makhluk menyebalkan itu.
Saat sampai di depan meja keduanya, terlihat dua tatapan yang berbeda yang aku liat. Satu tatapan kaget dengan mata melotot dan satu tatapan bingung dengan kening berkerut.
"Mila," lirih Jo.
Aku menatapnya tajam, aku sudah nggak sanggup ngeluarin kata-kata yang sebenarnya sudah meronta dalam hatiku buat disemprotin ke makhluk lucknut di depanku ini.
"Aku bisa jelasin, Mil." ujarnya memohon.
Aku masih enggan bicara.
"Aku rasa, ini semua udah ngejelasin semuanya, Jo." ujarku kemudian berlalu keluar dari kafe itu.
Aku bilang sama Nino aku mau selesein masalahku tapi aku benar-benar nggak sanggup. Aku denger suara berat cowok yang selama ini udah aku percaya memanggil namaku dengan ikut berlari mengejar.
Sampai aku berhenti di suatu taman yang sepi karena sudah lelah berlari cukup jauh.
Benar saja, Jo datang menghampiriku ke taman yang sepertinya baru saja ada yang sudah merapikan rumputnya terbukti ada sebuah gunting besar pemotong tanaman yang tergeletak tepat di samping kursi panjang tempatku duduk.
"Mil, maafin aku. Aku nggak bermaksud, aku bisa jelasin semuanya. Dia it--"
"Nggak usah, Jo bukannya tadi udah jelas hah!" ucapku dengan mata yang menyorot tajam.
"Nggak, Mil. Kamu salah paham, aku sama Sari cum--"
"APA?CUMAN APA HAH? Udahlah aku udah liat semuanya, Jo. Aku kecewa sama kamu padahal aku udah percaya sama kamu selama ini." teriakku kesal.
Jo berusaha meraih tanganku tapi kutepis seketika.
"Nggak, Mil aku nggak bisa hidup tanpa kamu. Aku sayang sama kamu." ujarnya memohon.
"Apa kamu bilang apa tadi? Nggak bisa hidup tanpa aku kan?" tanyaku memastikan.
"Iya, Mil soalnya aku sayang banget sama kamu." ujarnya lagi.
"Nggak bisa aku mau kita putus!" ucapku tegas.
"Nggak, Mil aku nggak bisa tanpa kamu." ujarnya.
"Oh gitu, oke sesuai permintaan kamu."
Kuraih gunting tanaman tadi dan....
"Ini kan yang kamu mau, Jo? Aku udah ngelakuin permintaan kamu. Aku udah putusin kamu, dan kamu bilang nggak bisa hidup tanpa aku, dan oh iya aku bakal simpen baik-baik tulang punggung kamu ini. Kan kamu pernah bilang kalo kamu itu tulang punggungku, jadi ini bisa aku simpen sebagai cadangan siapa tau aja aku bisa pake nanti. Makasih, ya untuk semuanya termasuk tulang punggung kamu ini." ujarku kemudian meninggalkan Jo yang hanya diam tak membalas perkataanku sama sekali.
*****
Besoknya pas mau berangkat jogging, aku ngeliat Ibu lagi ngerumpi di depan rumah sama ibu-ibu tetangga yang lain sambil milah-milih sayur. Etdah, ngegosipin apa lagi pagi-pagi gini.
"Eh, Mil kamu mau kemana?" tanya Ibuku.
"Mau jogging lah, Bu nggak liat nih anak Ibu yang paling cantik udah siap dengan pakaian olahraga gini?" ujarku.
"Ya, bukan itu. Maksudnya, kamu nggak ngelayat ke rumah pacar kamu apa? Eh, maksudnya mantan pacar?" tanya Ibu.
"Lagian udah masa lalu, ngapain juga. Diakan juga selingkuhin aku." ujarku santai.
"Oh jadi kamu diselingkuhin sama mantan kamu itu, Mil?" tanya Bu Tika, yang paling kepo diantara mereka.
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Eh, siapa tau aja dia bunuh diri karena kamu putusin, Mil?" ujarnya lagi.
Aku hanya mengedikkan bahu acuh, kemudian berlalu dari para Ibu-Ibu perumpi itu.Ternyata dari tadi dia sibuk ngegosipin aku sama Jo, astaga dragon.
Saat melewati taman tempat aku dan Jo ngomong kemarin, aku liat ada bapak-bapak yang mungkin pengurus taman disitu sedang kesulitan memotong rumput.
"Kenapa pak?" tanyaku basa-basi.
"Ini neng, gunting tanaman yang saya pake udah lama udah tumpul jadi susah. Adasih sebenarnya yang baru saya beli tapi kemarin saya tinggal disini soalnya kelupaan, eh malah ilang." jawabnya.
"Oh gitu pak," ujarku megangguk mengerti.
"Eh neng, nggak takut apa jogging di area sini kemarin kan ada yang meninggal mengenaskan dan nggak ada yang tau penyebabnya?" tanyanya.
"Nggak kok pak, lagian dia juga udah meninggalkan nggak kenapa-kenapa juga." ujarku santai.
"Hehehe, neng bisa aja."
"Ya uda pak saya mau lanjut lagi, permisi."
"Iya neng, iya monggo." sahutnya
"Oh iya pak, siapa tau aja orang yang meninggal itu ada hubungannya sama gunting tanaman punya bapak yang hilang." ujarku sebelum kemudian meninggalkan area taman dan bapak pengurus tadi yang tampak kebingungan.
-Tamat-