Mengikhlaskan suami menikah lagi (cerita bersambung Berbagi Suami Part 03)
Mengikhlaskan suami menikah lagi adalah cerita bersambung tentang berbagai suami merupakan cerita fiksi seri 03 yang akan membuat pembaca baper mengikuti dalam alur ceritanya.
Nah bagimana perasaan wanita ketika suami menikah lagi dan cara menghadapi suami yang ingin menikah lagi dalam alur cerita fiksi berbagi suami dibagian yang ketiga ini. selengkapnya disimak saja berikut ini cerita fiksi tentang berbagi suami.
Berbagi Suami Part 03 Author : Ersu Ruang Sunyi
Setelah hari lamaran, kupersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan mas Ilham dan Sakila. Tiga bulan waktu yang cukup singkat bagiku di tengah kesibukan, untuk mengurus segalanya, mulai dari WO ( wedding organizer), catering, dll. Hari itu tak lama lagi akan tiba. Kupersiapkan juga batinku.
"Sayang, kenapa mas akhir-akhir jarang mendengar celoteh manjamu," ujar suamiku yang kala itu lagi menyeruput wedang jahe yang kubuat.
"Ah mas ini, bagaimana bisa aku bermanja padamu, sedangkan dirimu sendiri penuh dengan kesibukan," ucapku sambil menghampiri dan mencium pipi kanannya, lalu ia membalasnya dengan menjatuhkan kecupan di keningku.
"Maafkan mas-mu ini yank, karena sebuah kesibukan sampai melupakan kewajiban mas terhadapmu," ucap mas Ilham
"Yank, siang ini aku mau pergi beli buat mas kawin, bisakah kamu menemaniku untuk berbelanja ke toko emasnya, takutnya kan pilihanku tak cocok dengan seleranya Sakila," ucapku sambil tersenyum padanya.
Rumah sebesar ini terlalu sunyi untuk di tempati berdua saja, mungkin nanti jika Sakila sudah sah dinikahi oleh suamiku, akan sedikit ramai, setidaknya jika nanti mas Ilham ada kegiatan ke luar kota, aku punya sahabat untuk mengobrol.
"Aku cape banget hari ini yank, mau tiduran saja di rumah, tidak apa-apa kan kalau beli sendiri, mas yakin jika pilihanmu akan cocok buat Sakila," ucap mas Ilham sambil beranjak dari duduknya dan naik ke lantai dua menuju kamar. Ia terlalu lelah nampaknya, sehingga menolak ajakanku untuk beli maharnya.
Aku pun berlalu dari meja makan menuju taman belakang rumah, untuk sekedar melepas penat, kututup kedua bola mata, dan merasakan kedamaian di balik desir angin yang menyapa.
Aku masuk ke dalam kamar dengan sangat pelan-pelan tidak ingin kalau suamiku terbangun oleh langkahku. Untuk bersiap membeli emas/mahar pernikahan mas Ilham.
"Sayang, mas ikut mengantar kamu," ucap mas Ilham, mengagetkanku.
"Mas, kamu bangun? Langkahku terlalu kencang ya, sehingga mas terbangun," ucapku sambil mengambil tas di lemari.
"Tidak sayang, mas sudah terbangun sedari tadi, kemarilah, tolong pijat kepala mas yang sedikit pening," seru mas Ilham menarik tanganku, hingga aku terjatuh dalam pelukannya.
Cukup lama aku menatap wajah tampan itu, mata teduhnya selalu mampu mengalihkan duniaku ke dalam keindahan dunia. Ah ... aku terlalu lemah jika sudah jatuh kedalam tatapan nya.
"Mas ... mau berapa lama mendekapku seperti ini? katanya mau di pijat kepalanya," bisikku sambil memalingkan pandanganku darinya.
"Jika mas melihat wajah seorang bidadari sakit kepala mas sekalipun langsung sembuh," goda nya.
"Mas ini,"
"Sayang, maafkan mas jika mas melukai hati dan perasaanmu," ucap mas Ilham, sambil membelai kepalaku.
"Mas ini bicara apa? Mas tidak pernah sekalipun melukai perasaanku," jawabku sambil menahan bulir yang tiba-tiba tergenang di kelopak mata.
"Kenapa kamu begitu antusias menyiapkan segala kebutuhan pernikahan Mas, di tengah kebanyakan perempuan yang menentang ketika suaminya menikah lagi," tanya mas Ilham sambil menatapku lebih dalam.
"Karena aku butuh kehangatan di dalam rumah ini Mas, aku rindu suara tangis anak bayi di rumah kita, begitupun dengan Mas, pasti sudah merindukan hadirnya seorang bidadari kecil ataupun jagoan kecil kan?" ucapku.
"Tapi kan, mungkin suatu saat kita akan mendapatkan momongan dari rahim kamu juga?" ucap mas Ilham.
"Mas, jangan terlalu berharap dariku, sekarang mas persiapan saja untuk menikah dan aku akan persiapan segalanya yang tinggal 10% lagi. Karena persiapan sudah 90% nan," ucapku sambil melepas pelukan mas Ilham.
"Em ... Bidadari Mas ternyata lebih cantik jika sedikit sendu," goda mas Ilham yang menyadari ada bulir bening yang hampir terjatuh dari sudut mataku.
Ia mengusap sudut mataku dengan jempol tangannya, dan membingkai wajahku dengan kedua tangannya.
"Jangan berpura-pura tegar, jika ingin menangis, menangis lah di bahuku," lagi-lagi mas Ilham malah membuat bendunganku jebol.
"Aku mencintaimu Mas," bisikku, sambil memeluknya.
"Mas juga mencintaimu, dan tidak akan pernah berkurang rasa cinta mas sama kamu," ucap mas Ilham sambil mengecup keningku.
Siang itu aku dan Mas Ilham pergi ke toko perhiasan, memilih seperangkat emas dengan model terbaik yang ada di toko itu.
Lagi asyik memilih perhiasan ada seorang wanita menghampiri kami.
"Ilham ya? Wah, kamu punya simpanan perempuan bercadar ya di belakang Davira," ucapnya, yang membuat Mas Ilham terperangah.
"Kamu, siapa kamu?" tanya mas Ilham
"Aku kakak kelas Davira, Salma?" jawabnya.
"Kak Salma?" sapa ku.
"Eh ... Kamu, kamu Davira?" tanya kak Salma yang tidak mengenaliku.
"Iya aku Davira, istrinya Mas Ilham, bukan simpanannya," ucapku sambil tertawa kecil.
"Ampun, maafkan aku ya Ilham, Davira, di kira Ilham punya simpanan lagi selain kamu, terakhir ketemu kan pas kalian menikah, dan penampilan kamu juga berubah banget," ucap kak Salma.
"Iya gak apa-apa, kami maafkan," ucapku dan mas Ilham.
Kami pun bercengkrama dengan kak Salma cukup lama, sampai nyeletuk sebuah perkataan.
"Anak kalian tidak di bawa?" tanya kak Salma.
"Kami belum punya anak kak," jawabku.
"Ya ampun, kirain sudah punya, kalian kan menikah sudah ada kali ya dua tahunan," celetuk kak Salma.
"Belum di beri kepercayaan kali kak," ucapku dengan sedikit rasa tidak nyaman.
Dan pegawai toko emas nya memberikan emas dan nota pembayarannya, dan aku pun mengeluarkan kartu Atm ku untuk membayarnya.
"Davira, hati-hati loh, takutnya nanti suami kamu cari perempuan lain jika kamu tidak bisa memberikan keturunan," bisik kak Salma di telingaku.
Entah apa yang kupikirkan saat ini, tapi, ya sudahlah, memang mas Ilham akan menikah lagi kan beberapa hari lagi.
Bersambung ke: Merelakan Suami Poligami