Skip to main content

Cerpen islami menyentuh hati dan mengharukan tentang anak angkat

Cerpen islami menyentuh hati dan mengharukan tentang anak angkat adalah cerita bikin nangis prihal kisah anak yang terpisah dari ibu dengan judul "Noktah surga dalam kubangan lumpur"

Dalam cerita sedih tentang anak angkat menceritakan seorang perempuan yang gigih mencari ibunya sebab dari kecil tak pernah berjumpa dengan ibu kandungnya, wanita yang melahirkannya itu diinginkan hadir di hari pernikahannya nanti.

Bagaimana cerita menyentuh hati tentang ibu dan anak dalam cerpen mengharukan sedih dan menyentuh hati ini, selengkapnya disimak saja cerita islami penuh hikmah kehidupan tentang seorang anak angkat dalam cerpen tentang ibu "noktah surga dalam kubangan lumpur", dibawah ini.

NOKTAH SURGA DALAM KUBANGAN LUMPUR Author : Zaidan Akbar

Hari ini adalah hari yang bahagia bagi Zania Suhaila yang kerap dipanggil dengan nama Aila.

Bagamana tidak! gadis berusia dua puluh dua tahun itu, siang ini dilamar oleh seorang pemuda yang sholeh pujaan hatinya. Pria tampan itu bernama Hamdan.

Hati Aila berbunga-bunga seumpama kuntum yang mekar di pagi hari. Ia tak berhenti tersenyum kecil sendirian di dapur.

Sesekali Aila terdengar seperti bernyanyi pelan seakan tergambar jelas rasa bahagia di wajahnya, maklumlah sebagaimana gadis lainnya yang selalu riang ketika berada dalam pinangan.

Aila begitu bersemangat, Aila terus saja mempersiapkan beberapa gelas minuman dan kue-kue yang akan dihantar ke ruangan depan sebagai persembahan menjamu tamu yang tak lain adalah Hamdan dan keluarganya yang sedang bercakap-cakap bersama ayah dan ibu Aila.

Pembicaraan dua keluarga ini telah selesai dan lamaran ini pun tampaknya sudah disetujui oleh pihak keluarga Aila. Mengetahui ini Aila terlihat senang karena itu artinya tak lama lagi ia dan Hamdan akan bersatu seperti yang selalu diimpikan oleh Aila selama ini.

Hamdan adalah pemuda yang baik dan taat ibadahnya. Aila sudah lama mengenal Hamdan. Aila bertemu Hamdan di suatu acara yang di selenggarakan remaja mesjid ketika itu dan sejak itu pula yang membuat mereka saling mengenal lebih dekat.

Hamdan juga merupakan seorang guru honorer di salah satu madrasah tsanawiyah yang ada di kampung itu, sedangkan Aila hanya seorang gadis sederhana. Sehari-hari Aila berperan sebagai staf pengajar di TK Islam yang tak jauh dari rumahnya.

Sesama pendidik keduanya memang sangat serasi, komunikasi mereka selalu nyambung dan ditambah lagi yang satu tampan, soleh serta yang satu lagi cantik rupawan dan juga baik akhlaknya.

Pada malam harinya, orang tua Aila berbincang-bincang di ruang tamu.

"Bu! sudah saatnya Aila tahu yang sebenarnya," cetus Wahab ayah Aila.

"Tidak Pak! tak usah kau beritahukan itu pada Aila sekarang," pinta Arpah yang juga ibu Aila.

Tiba-tiba sepotong pembicaraan ayah dan ibunya itu terdengar oleh Aila di balik pintu kamarnya. Dalam hati Aila, ia tak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Ayah dan ibunya, makanya Aila berusaha mendengar lagi dengan cermat percakapan mereka.

Sedangkan di ruang tamu pembicaraan orang tua Aila tetap saja berlanjut.

"Jangan sekarang Pak! Ibu khawatir bahwa Aila akan meninggalkan ibu," rayu arpah pada suaminya.

"Bu! Aila berhak tahu siapa orangtua kandungnya yang sebenarnya, sampai kapan kita akan merahasiakan ini darinya, lagi pula apa Aila tidak akan curiga mengapa aku tidak bisa menjadi wali nikahnya nanti," tegas Wahab pada istrinya

"Aku juga sayang pada Aila Bu! aku bahkan menyayanginya lebih dari nyawaku sendiri, Aila adalah anakku meski bukan anak kandungku, namun aku takut Aila kecewa jika kita tak memberitahukan yang seharusnya pantas ia ketahui."

Wahab melanjutkan perkataannya dengan suara yang bergetar seiring dengan matanya yang berlinang.

Sebagai istri, Arpah hanya tertunduk diam dan sesekali terdengar isak tangisnya seraya berkata.

"Apakah Bapak juga harus menceritakan pada Aila bahwa ia adalah anak dari korban pemerkosaan?" tanya Arpah pada suaminya itu.

Wahab hanya terdiam dengan tangisnya yang tak bersuara itu.

Sementara dari balik pintu kamar, Aila mendengar semuanya, dadanya bergetar, napasnya berguncang bagai orang yang terkena asma. bulir-bulir air matanya berjatuhan mengalir membasahi pipi hingga ke tepian kerudungnya.

Baru saja hati Aila bahagia tadi siang, tapi kini rasa bahagia itu telah hilang dan sirna seperti sebuah lukisan di atas pasir pantai yang terhapus karena gerusan ombak.

Aila keluar dari kamarnya, ia berjalan menghampiri kedua orangtua angkatnya itu. Sontak saja Wahab serta Arpah terperanjat melihat Aila berdiri tak jauh di sela pembicaraan mereka.

Aila tetap berdiri menatap kedua orangtua angkatnya itu dan tak lama Aila langsung mendekat dan memeluk wanita yang selama ini Aila anggap sebagai ibu kandungnya sendiri lalu kedua wanita yang saling menyayangi itu tenggelam dalam riuh tangis kesedihan.

"Maafkan Ibu Aila," ucap Arpah dengan tangisnya dalam pelukan itu.

"Tidak Bu! ibu tak perlu minta maaf, Aila akan selalu jadi anak ibu, iya kan Bu?" Aila meraung dalam pelukan Arpah.

Arpah mengangguk-anggukan kepalanya seusai mendengar permintaan Aila. Lalu Arpah menciumi kening dan kedua pipi anak yang disayanginya itu hingga pelukan mereka terlepas dan Arpah meminta Aila untuk duduk disampingnya.

"Ayah! Aila mohon berceritalah! ceritakan semua yang ayah tahu tentang orangtua kandung Aila, Aila mohon Ayah!" pinta Aila pada Wahab.

Kemudian Wahab mulai bercerita sesuai dengan permintaan Aila dan ia berkata.

"Baiklah Aila, ayah akan ceritakan semuanya, ujar Wahab pada Aila.

"Semenjak kami mulai menikah, kami adalah pasangan yang sulit untuk mendapatkan keturunan, kami selalu merasa kesepian di rumah ini, terutama ibumu yang kerap murung sendiri saat ayah pergi bekerja.

"Hari-hari yang kami lalui sering dibelenggu kesunyian, tak ada tangisan bayi, tak ada suara anak-anak yang mengisi waktu kami di rumah ini.

"Suatu hari kami memutuskan ingin mengadopsi seorang anak untuk menghapus rasa sepi itu, namun tak ada seorang anak pun yang berhasil kami adopsi.

Sampai suatu ketika, ibumu bercerita pada temannya yang bernama Ratna di Kota Medan dan melalui Ratna inilah kami bertemu denganmu"

"Kabar gembira dari Ratna ini membuat kami pergi ke kota Medan, Namun sudah sebulan kami menunggu pada waktu itu, tapi Ratna tak jua mempertemukan kami dengan ibu kandungmu yang sebelumnya telah berjanji menyerahkanmu pada kami.

"Hari berganti Hari hingga ibumu jatuh sakit karena kecewa dan begitu berharap. Ibumu ini masuk rumah sakit kala itu. Di saat-saat rasa sakitnya, tiba-tiba suara tangisan bayi telah membuat ibumu bangun dari sakitnya.

Di sana kami bertemu Ratna bersama seorang wanita yang sedang menggendong bayi perempuan yang cantik dan lucu. Saat itu kami begitu gembira sekali melihat bayi perempuan yang masih berusia tiga bulan itu.

"Ibu kandungmu bernama Ariska dan ia bermohon agar kami tak menceritakan semua tentang dia padamu sampai kapan pun dan semua itu menjadi sebuah rahasia yang tersimpan rapi selama ini."

Wahab menceritakan kisah masa lalu pada Aila.

"Ayah! Apa benar aku ini adalah anak dari hasil pemerkosaan?" tanya Aila pada ayah angkatnya itu dengan rasa sungkan.

Wahab menghela napas panjang seakan begitu berat Wahab menjawab pertanyaan Aila ini, tapi Wahab terus bercerita.

"Menurut cerita Ratna, Ariska dulunya bekerja sebagai pelayan restoran di Kota Medan. Ariska kerap pulang malam karena pekerjaannya itu. Sampai suatu ketika, hari naas itu terjadi, Ariska di culik dan disekap beberapa minggu lalu ia diperkosa oleh teman seprofesinya sendiri karena kesal bahwa Ariska pernah menolak mentah-mentah cinta temannya itu.

"Aku juga mendengar bahwa si pemerkosa itu tak lama di tangkap polisi hingga akhirnya ia mati di penjara. Sebulan kemudian, Ariska terkejut bahwa dirinya hamil akibat pemerkosaan itu dan karena malu maka ibu kandungmu menyerahkanmu pada kami.

"Kau tahu Aila, setelah kami mengadopsimu kami merasa bahagia sekali. Kami sengaja menetap di kota Medan selama dua tahun lamanya sebelum membawamu kembali ke rumah ini, semua itu bertujuan agar tak ada orang di sini yang curiga bahwa kau bukanlah anak kami.

"Kami berdua telah berjanji bahwa kami akan membesarkan mu dengan rasa cinta dan kasih sayang, meskipun kami punya anak kandung sendiri nantinya namun rasa kasih dan sayang padamu tak akan pernah berubah,"

Ujar Wahab mengingat kembali janjinya bersama sang istri pada dua puluh dua tahun yang lalu.

"Aila! kini kau sudah tahu yang sebenarnya bahwa kami bukanlah orang tua kandungmu, tapi ayah dan ibu berharap jangan pernah menghapus rasa sayangmu pada kami," pinta Wahab pada anak angkatnya itu.

"Benar Aila, walaupun kau bukanlah anak yang lahir dari rahim ibu, tapi hati ibu selalu menyayangimu, nak!"

Mata Arpah semakin basah dengan sebutir air bening yang hendak jatuh dari kelopak matanya.

"Ibu tak ingin kau selalu bersedih begini Aila!" ucap Arpah pada Aila sambil mengusap dan menyeka air mata yang berjatuhan di pipi Aila.

"Sekarang tidurlah, Aila! malam sudah semakin larut," suruh Arpah pada Aila.

Aila hanya mengangguk perlahan sembari beranjak dan kembali ke kamar tidurnya.

Malam terus semakin larut, detak sang waktu terdengar dari jarum jam yang berjalan dan berganti. Sedangkan hati Aila malam ini tengah dirundung gelisah.

Aila sulit sekali memejamkan matanya, rupanya kenyataan yang ia dengar sangatlah menyakitkan, perih dan menikam di ulu hatinya.

Kini Aila menyadari bahwa jasadnya lahir ke dunia ini, bukanlah berdasarkan cinta kedua orang tuanya.

Pahit memang ketika Aila mengenang semua itu. Tapi apa boleh buat karena itulah takdir dirinya yang harus Aila terima. Aila juga berpikiran pasti Tuhan punya maksud dan tujuan, mengapa ia dilahirkan kedunia ini dengan cara seperti itu.

Di sela keresahannya, Aila kemudian berwudhu dan langsung melaksanakan sholat tahajjud. Selesai sholat Aila berdoa dengan kedua tangannya yang terbuka.

"Ya Allah ya Rabb ...! andai di dalam jasadku, ada darah yang mengalir dari sebuah perbuatan yang tak halal, namun ijinkan aku bermohon padamu agar KAU selalu mengampuni dosa kedua orangtua kandungku.

"Ya Allah ...! sungguh aku tak mengerti tentang semua ini, namun aku ikhlas atas takdir hidup yang telah ENGKAU tuliskan padaku, sungguh aku ikhlas.

"Ya Tuhanku ...! hamba memang seorang anak yang lahir tanpa dikehendaki, Tapi seandainya hamba masih boleh meminta, usir lah rasa gelisah ini dari hati hamba dan berilah hamba ketenangan jiwa, amin ...!

Tetesan air mata Aila terus mengalir dari setiap untaian doa-doa yang dipanjatkannya.

Hati Aila terasa sungguh lelah bergulat dengan pahitnya kenyataan ini dan hingga tanpa sadar Aila tertidur di atas sajadahnya dalam keadaan ia masih mengenakan mukena sampai kumandang adzan subuh menyentuh telinganya dan membangunkan ia dari tidurnya.

Tak lama Matahari mulai tampak mengabarkan datangnya pagi. Suara ayam jantan berkokok sahut-sahutan.

Burung-burung berkicau riang bertengger di dahan yang basah dan berembun, cerah sekali suasana pagi itu, namun semua keindahan pagi ini belum mampu menghapus kegelisahan yang masih bertahta dalam kalbu Aila.

Hari ini Aila berniat hendak bertemu Hamdan. Aila berkeinginan agar Hamdan juga mengetahui kenyataan tentang dirinya.

Aila akan jujur pada Hamdan dan Aila juga telah siap mendengar keputusan Hamdan nanti sebagai jawaban Hamdan atas kejujuran Aila bahkan jika Hamdan memutuskan pertunangan mereka, Alia juga telah siap akan semua itu.

"Hamdan! sekarang kau tahu, siapa aku ini dan siapa orang tuaku yang sebenarnya," kata Aila pada tunangannya itu.

"Jangan kau tanya bagaimana perasaanku padamu, cinta yang ada di lubuk hatiku tak akan pernah berubah sampai kapanpun, namun aku juga siap menerima apapun keputusanmu setelah kau mendengar semua kenyataan ini."

Aila menjelaskan perasaannya pada Hamdan.

"Aila! seharusnya kau tak perlu bertanya apa keputusanku, sebab aku tak akan pernah berubah, baik sebelum atau sesudah aku mendengar semua ceritamu," ucap Hamdan.

Sedangkan Aila terdiam seribu bahasa dan menatap keteguhan hati tunangannya itu.

"Aila! kau tahu, aku mencintaimu tanpa syarat, jadi aku akan selalu menyayangimu walau apa dan bagaimanapun keadaanmu, kuharap kau mengerti, Aila"

"Hamdan! aku paham kau akan selalu bisa menerimaku, tapi bagaimana dengan keluargamu, apa mungkin mereka juga mau menerimaku setelah nanti mereka tahu bahwa aku ini seorang anak yang lahir dari hasil sebuah pemerkosaan," jelas Aila dengan mata yang mulai berair.

"Jangan kau pikirkan hal itu dulu, Aila! nanti kita bicarakan semua ini pada keluargaku secara baik-baik dan semoga mereka akan dapat mengerti." Hamdan berusaha meyakinkan kekasihnya itu.

"Hamdan! terima kasih kau telah sudi mengerti kondisiku, tapi aku mohon satu hal padamu," ucap Aila

"Aku ingin sekali bertemu dengan ibu kandungku, aku mau ibuku hadir di acara pernikahanku nanti, jadi besok aku akan pergi ke kota Medan untuk mencari ibu, boleh kan Hamdan," lanjut Aila lagi.

Hamdan mengagukkan kepalanya sebagi ungkapan bahwa ia setuju atas keinginan Aila itu.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Aila pergi dari rumah. Ia terus melaksanakan niat dan tujuannya untuk bertemu dengan ibu kandung nya itu.

Aila sengaja tak pamit pada keluarganya namun Aila menitipkan sepucuk surat yang Aila selipkan di samping kaca hias kamarnya.

Ketika Arpah memasuki kamar Aila, Arpah terkejut bahwa Aila sudah tak ada lagi di kamarnya. Tak biasanya Aila pergi pagi-pagi sekali dari rumah.

Ponsel Aila sama sekali tidak aktif. Arpah mulai khawatir atas perangai Aila ini dan di sela itu Arpah menemukan sepucuk surat dan surat itu berisi.

["Assalamualaikum, buat Ayah dan Ibu tercinta, mohon maaf yang sebesar-besarnya dari Aila untuk Ayah dan Ibu, jika Aila terlalu lancang untuk pergi dari rumah tanpa pamit, namun semua itu Aila lakukan sebab Aila tak ingin melihat ayah dan ibu berderai air mata lagi.

["Ayah, Ibu ...! jangan bersedih, Aila pergi hanya sebentar, Aila sekedar ingin bertemu dengan wanita yang melahirkan Aila.

["Aila ingin menatap mata wanita itu dan Aila juga ingin mendapat jawaban langsung atas pertanyaan-pertanyaan Aila agar Aila tahu dengan pasti apakah wanita yang melahirkan Aila itu benar-benar sayang pada Aila atau bahkan ia sebenarnya tak menghendaki Aila lahir ke dunia ini, sekedar itu yang ingin Aila tahu darinya ibu, ayah.

["Untuk ibu, tahukah ibu ..! andai saja lahir itu adalah sebuah pilihan, tentu Aila akan memilih untuk lahir dari rahim ibu yang telah membesarkan Aila dengan cinta yang tak terhingga bukan lahir dari perempuan yang tak ingin Aila ada di dunia ini.

["Jangan khawatir ibu, ayah, setelah Aila bertemu dengannya Aila pasti akan kembali ke pangkuan ibu karena Aila sayang sekali pada ibu dan ayah.

["Sekali lagi Aila mohon maaf ayah, ibu, doakan Aila selalu dalam lindungan Allah SWT di setiap langkah kaki Aila.

["Zania Suhaila.

Surat yang ditulis oleh Aila ini menyeret duka yang dalam buat Arpah walau Aila bukan anak kandungnya. Lalu Arpah menjerit histeris.

"Aila... ...!" teriak Arpah bersama tangisannya sambil memeluk selembar surat itu.

Sementara Wahab mencoba menenangkan istrinya dan berkata.

"Sudahlah Bu! Aila sudah melakukan hal yang benar, Aila berhak mencari ibu kandungnya."

"Ayah ...! antarkan ibu ke terminal kereta Api , ibu ingin bertemu Aila, Aila pasti masih di sana, setengah jam lagi kereta akan berangkat," mohon Arpah pada suaminya.

"Cepat ...! cepat ayah ..!" desak Arpah pada suaminya.

Kemudian sepasang orangtua yang paruh baya tersebut berangkat ke terminal kereta api dengan menaiki sepeda motor yang Wahab miliki.

Sampai di sana, suasana terminal cukup ramai seperti biasa. Tanpa berpikir panjang Arpah mencoba menguak orang-orang di terminal yang padat itu.

Kemudian Arpah melihat sosok Aila berkerudung biru sedang duduk di bangku terminal. Lalu Arpah berlari mendekati tempat itu.

Sontak saja Aila terkejut ketika Arpah memanggil namanya sambil berlari tanpa alas kaki di tengah keramaian terminal. Hati Aila tersentuh, batinnya menangis. Aila tak menyangka bahwa ibu angkatnya itu akan menyusulnya sampai ke terminal.

"Aila ...! , kau tahu apa yang membuat ibu sampai kemari?" tanya Arpah pada Aila.

Aila hanya terdiam menatap ibunya.

"Rasa sayang ibu padamu Aila, itulah yang membawa ibu kemari," tegas Arpah lagi.

Lalu Arpah mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan itu adalah sebuah mukena dan beberapa lembar uang buat Aila.

"Bawalah mukena ini bersamamu Aila, ibu tahu kau tak pernah meninggalkan sholat, mukena ini akan mengingatkanmu pada ibu.

"Aila, pergilah ...! jika nanti kau sudah bertemu ibu kandungmu, ibu berharap kau jangan lupa bahwa di sini juga ada seorang ibu yang selalu menunggumu dengan penuh harap."

"Dan jangan lupa juga kabari ibu bila sudah sampai di Medan, hati-hati di jalan ya nak."

Arpah memeluk anak angkatnya begitu erat dengan tangisan yang sangat dalam.

sementara tampaknya kereta mulai berangkat, Aila masuk kedalamnya dan dari balik kaca jendela kereta Aila melihat Perempuan tua itu sedang menyeka air matanya.

"Maafkan Aila ibu," gumam Aila dalam hatinya dengan rasa bersalah terhadap wanita yang membesarkannya itu.

Laju kereta pun mulai berjalan, deru suara mesin kereta mengendapkan duka hati yang kian mendalam.

Tampak perempuan itu tetap menatap anaknya yang pergi hingga lambaian tangannya yang tak berhenti semakin hilang terlihat, Aila pun kini sedang dalam perjalanan mencari ibu kandungnya.

Arpah dan sang suami pulang ke rumah dengan membawa rasa sedih yang masih tersisa. Suasana sepi kembali menggigit nurani Arpah di rumah itu.

Di dalam rumah, Arpah masuk ke kamar Aila, ia pandangi sudut-sudut kamar itu. Begitu banyak kenangan bersama Aila sejak kecil hingga dew^sa yang tak mungkin terhapus dalam sekejap.

Kenangan-kenangan itu menari-nari dalam ingatan Arpah tak beda seperti film lama yang diulang.

Jelas terlukis di benaknya saat Aila kecil menangis di malam hari yang kerap menggangu tidur Arpah kala itu.

Boneka Winnie the Pooh yang bersandar di kamar Aila itu seakan mengangkut kembali kenangan lalu saat Arpah memberikan hadiah di hari ulang tahun Aila waktu itu.

Tawa mungil Aila yang lucu, kini begitu membekas dan terpatri kuat dalam ingatan Arpah. Air matanya terus mengalir membuat wajah perempuan paruh baya itu semakin sendu.

Arpah terlihat melipat pakaian Aila yang masih tertinggal di kamarnya. Sekali tampak Arpah menciumi pakaian Aila itu dan ia dekap erat bersama tangisnya.

Wahab hanya melihat tingkah istrinya dari sisi yang tak jauh dari situ. Memang mereka sungguh merasa kehilangan Aila, namun inilah kenyataannya, Aila pergi untuk mencari ibu kandungnya.

"Sudahlah Bu! doakan saja Aila dapat segera bertemu dengan ibu kandungnya dan semoga Aila akan kembali kepada kita," sahut Wahab menenangkan istrinya.

"Ayah! selama bertahun-tahun kita menyimpan rahasia ini agar Aila selalu bersama kita, tapi kini Anakku sudah pergi ayah! dan jika ia bertemu dengan ibu kandungnya, aku takut Aila akan melupakan aku ayah, aku takut ayah!"

Tangis Arpah kembali terdengar.

"Aila itu anak yang baik, Bu! tak akan mungkin ia melupakan kita, aku yakin Aila juga menyayangi kita," kata Wahab.

"Kau berdoa saja, serahkan semua ini pada yang Maha kuasa," tambah Wahab lagi.

Sementara di sisi lain, Kereta yang membawa Aila ke kota Medan masih melaju di atas relnya. Aila menyandarkan kepalanya ke kursi penumpang dan memandang dengan tatapan kosong dari balik kaca jendela kereta itu.

Selain itu Aila sempat berkenalan dengan wanita muda yang duduk di sebelahnya, Nama perempuan itu Zaitun, seorang pengajar di salah satu pondok pesantren di kota Medan, Kadang mereka terlihat saling bercerita namun Aila memang tak banyak bicara saat mereka berbincang-bincang.

Bersambung ke: