Karma dari perbuatan jahat masa lalu (fatamorgana cinta part 17)
Karma adalah suatu konsekuensi yang diterima karena kelakuan atau perbuatan yang pernah dilakukan dimasa lalu, seperti dalam cerita bersambung fatamorgana cinta episode 17.
Perbuatan jahat masa lalu yang pernah dilakukan ke orang lain berbalik kepadanya, bagaiman kisah ceritanya disimak saja cerbung tentang cinta anak remaja, fatamorgana cinta episode 17 berikut ini.
Fatamorgana Cinta Part 17 Author: Ersu Ruang Sunyi
Yang bagai jelangkung ternyata tidak hanya Farel tapi Rizkian juga. Ia tiba-tiba datang lalu menarik tanganku ke dalam mobilnya dan mengunci mobilnya sebelum dia kembali menghajar Farel.
Setelah ia menghajar Farel, ia pun masuk ke mobil dan menancap gas mobilnya dengan kencang.
Hening.
Hanya kulihat raut kemarahan nya yang tak mampu ia sembunyikan.
"Pelan-pelan!" teriakku karena hampir saja menabrak mobil yang ada di depannya.
"Kenapa telponku tidak di angkat?" tanyanya sambil melajukan mobilnya lebih kencang.
"Sudah hentikan mobilnya! Aku takut!" Pekikku.
"Jawab dulu pertanyaanku, kenapa tidak mengangkat telponku? Apa karena sedang bersama si brengsek itu?"
"Sudah hentikan mobilnya! Aku takut!"
Aku kembali berteriak. Tapi tak di hiraukan oleh Rizkian.
"Kita putus saja!" pekikku lagi.
Mobil mengerem mendadak sehingga kepalaku kejedot, begitupun dengan Rizkian.
Rizkian memelukku.
"Apa yang kamu katakan?" tanyanya.
"Jangan bicara seperti itu lagi, aku tidak mau kehilanganmu. Kita yakinkan ibuku agar merestui hubungan kita. Jika tidak, kita menikah saja dan nanti pun jika kita sudah punya anak ibu pasti merestui hubungan kita."
"Ih kamu itu bicara segampang itu, aku mana mau menikah tanpa restu!" pekikku sambil berusaha melepaskan pelukannya Rizkian.
"Bukannya katamu akan menjadikan penolong mu pendamping hidup? Lalu kenapa kamu sendiri yang melanggarnya?" Tanya Rizkian.
"Jangan memaksaku untuk mencuri kecupan bibirmu," ucapnya lagi sambil menempelkan hidungnya di hidungku.
Kupejamkan mataku dengan debaran halus terasa.
Cekrek.
"Kamu lucu kalau lagi begitu.'' Rizki terkekeh, sambil memegang kamera ponselnya yang memfotoku.
"Gak lucu!" hardikku.
"Gak lucu kenapa? Kamu pikir aku akan mencium bibirmu yang manis tapi pahit itu? Kalau aku mengecupnya sekarang gak ada tantangannya pas menikah nanti.
" Rizkian terkekeh sambil memperlihatkan hasil jepretannya.
"Kamu cantik banget walau sedang marah," godanya lagi.
Bisa-bisa nya dia terus menggodaku di saat aku sedang kesal. Tapi semarah apapun aku padanya, di balik kemarahanku adalah bentuk rasa sayangku pada Rizkian.
"Celine adalah Maria."
Aku berkata itu, karena sudah tidak tahu aku harus bicara apa lagi padanya. Bibirku terasa kelu, lidahku terasa kaku ketika di hadapannya seperti ini.
"Apa? Kamu tahu dari mana yank?"
Aku pun menceritakan semuanya kepada Rizkian. Rizkian menghela nafas, sambil menatapku.
"Kamu tidak akan meninggalkan ku sebagai Maria mencampakkan Abang kamu kan?" Rizkian menatapku lekat.
Lagi-lagi perkataannya membuatku tak dapat menjawabnya.
Bagaimana mungkin aku meninggalkan pemilik kedua bola mata yang telah mencuri kepingan hati ini. Untuk keseribu kalinya aku pun terdiam di balik hening.
***
Kak Arga menyendiri tak mau di ganggu, bahkan Bapak dan ibu pun untuk kali ini membiarkan kak Arga menikmati dunianya sendiri di balik sepi.
Dia keluar dari ruangan lukisan hanya untuk membuat kopi, atau sekedar mengambil permen di atas kulkas.
Mungkin hatinya masih hancur, dan kenyataan itu harus ia terima dengan ikhlas.
"Embun, tolong berikan ini kepada Maria."
Kak Arga mengagetkan ku yang tengah mengerjakan kerjaan di laptop. Ia memberikan secarik surat bertuliskan teruntuk Maria.
Sebelum kuambil suratnya kutatap wajah itu, wajah yang tak bersemangat.
"Untuk Maria?"
Kenapa juga aku bertanya lagi sudah jelas untuk Maria. Kak Arga mengangguk dan keluar dari kamarku.
"bagaimana aku mencari Maria sedangkan alamatnya saja aku tidak tahu," bisikku dalam hati
Aku juga tidak tahu harus bertanya kepada siapa tentang Maria saat ini, karena sudah pasti tak banyak yang tahu tentang Maria. Apa aku harus datang ke RS milik orang tuanya? Tidak mungkin juga aku kesana.
Farel.
Tiba-tiba saja aku teringat kepadanya, pasti dia tahu tentang Maria. Paling tidak ia tahu kontak Maria atau Brian tunangannya.
"aku tidak punya kontak Farel" bagaimana bertanya padanya? Apa aku datang ke hotelnya?'
Pikiranku di penuhi banyak pertanyaan.
**
Aku memutuskan untuk datang ke hotel milik Farel kemungkinan ia di sana, jika tidak ada juga setidaknya aku bisa bertanya nomor telponnya.
Sampai di hotel aku bertanya kepada resepsionis tentang Farel. Resepsionis itu malah menatapku curiga.
"Untuk apa mbak? Emang Mbak siapanya? Apa sudah janjian?"
Beberapa pertanyaan membuatku ingin teriak.
"kalau aku sudah janjian ngapain nanyain kontaknya?" ah, emosiku benar-benar di kuras.
"Belum Mbak, makanya saya minta kontaknya supaya bisa janjian." Jawabku kesal.
"Maaf Mbak itu privasi, jadi saya gak bisa ngasih nomornya tanpa ijin yang punya."
"Tapi ini penting banget Mbak. Pokoknya saya minta nomor telepon pemilik hotel ini!" Pekikku jengkel.
"Mbak! Kalau Mbak maksa saya bisa usir mbak dari sini," ucapnya.
"Pak security tolong usir wanita ini," lanjut resepsionis tersebut.
Aku pun di seret oleh dua orang security. Mereka gak paham apa orang aku bukan penjahat, kenapa harus di seret gegara minta nomornya.
"Lepaskan saya pak," pintaku memelas.
"Kalian apa-apaan? Lepaskan dia."
"Farel."
Akhirnya dia ada di hadapanku.
"Kalian ini gak bisa bersikap baik kepada tamu?"
Farel memarahi kedua security tersebut.
"Maaf pak, kami hanya menjalankan tugas," jawab kedua security itu sambil menundukkan kepalanya.
"Sana pergi," suruh Farel kepada kedua security tersebut.
"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Farel.
"A-aku kesini mau bertanya sesuatu, apa kamu punya alamat atau nomor telponnya Maria?" Tanyaku.
Farel memendarkan pandangan, lalu kembali menatapku.
"Kita ngobrolnya di kafe temanku ya biar enak, di sini risih di lihat orang."
Aku pun mengangguk.
"Kamu naik apa ke sini?" tanya Farel.
"Gojeg."
"Baguslah jadi sekarang kamu naik ke mobilku aja, gak jauh dari sini kok kafenya."
Farel berjalan menuju mobilnya dan mempersilahkanku masuk.
Di kafe dengan suasana yang private kenapa jadi seperti nampak dinner. Apa ini cuma perasaanku saja.
"Mau makan apa?" tanya Farel.
"Apa aja."
Kenapa risih banget dengan Farel yang terus menatapku.
"Oh iya, tadi kamu bertanya tentang Maria ya?"
"Iya."
"Aku gak punya kontak Maria tapi yang Brian ada. Mau?"
Aku bingung, jika menghubungi Brian , sedangkan surat ini buat Maria. Tetapi aku harus bagaimana lagi selain menghubungi Brian dulu.
"Ya udah deh gak apa." jawabku.
Setelah makan malam berdua di kafe itu dengan Farel. Farel pun menawarkan dirinya untuk mengantarku pulang. Sudah kutolak tetapi ia memaksa untuk mengantarku pulang.
Aku pun di antar pulang oleh Farel. Di jalan ada beberapa motor yang menghadang mobil Farel dan menyuruhnya turun.
Farel pun meyakinkanku untuk diam di dalam mobil. Tetapi bagaimana mungkin ia keluar sedangkan mereka 4 motor kali 2. 8 orang sedangkan Farel sendiri.
Aku hanya melihat di dalam mobil dan Farel menghajar mereka. Entah siapa mereka itu, rampok atau penjahat?
Ah, entahlah. Farel beberapa kali terjatuh. Aku yang ketakutan segera menghubungi Rizkian agar datang ke jalan raflesia.
Mereka membuka mobil dan menarikku.
"Lepaskan dia!" Pekik Farel.
"Ini cewek Lo kan? Gua akan membuat cewek Lo seperti adek gue yang telah lo hancurkan beberapa tahun lalu!"
Hardik salah satu dari mereka.
"Kalian jangan sentuh Embun. Kalau sehelai saja rambutnya jatuh, gua gak akan memaafkan kalian!" Pekik Farel yang di hajar babak belur oleh mereka.
"Aku mohon lepaskan Farel," pintaku dengan airmata yang membasahi pipi.
"Hhhaaa. Tenang saja, cowok Lo akan dilepaskan setelah kami menikmati tubuh mulusmu ini!"
"Brengsek!! Cuih!!"
Farel melepaskan tubuhnya dari tangan mereka.
Aku di seret masuk ke dalam mobil mereka. Sekuat tenaga melepaskan diri dan berteriak, tetapi tenagaku kalah kuat oleh mereka.
Brak brukk.
"Rizkian."
Rizkian menghajar kedelapan orang itu. Sedangkan Farel terkapar tak berdaya. Mereka semua kabur dengan wajah yang babak belur setelah di hajar oleh Rizkian.
"Syukurlah Rizkian keburu datang."
"Yank kamu enggak apa-apa kan?"
Rizkian menghampiri dan memelukku.
"Gak apa-apa," jawabku.
"Tapi Farel."
Aku melirik ke arah Farel yang tergeletak.
"Kenapa kamu bisa bareng dia?" tanyanya sambil menghampiri dan akan melayangkan pukulannya.
"Yank! Jangan. Dia tadi melindungiku dari para penjahat itu."
Aku segera menghalangi Rizkian. "
Kalau tadi Farel tidak melawan mereka mungkin kesucianku telah di nodai oleh kedelapan orang itu," lanjutku lagi.
Rizkian menarik tangannya sambil menghembuskan nafas yang tertahan di dada.
"Brengsek! Kenapa harus Lo yang melindungi cewek gua," gerutu Rizkian, sambil membangunkan Farel.
"Kenapa Lo? Setidaknya kalaupun gue mati gue sudah melindungi cewek yang gua sukai."
Farel berbisik di telinga Rizkian.
"Lo!"
Rizkian menarik kerah baju Farel, tetapi Farel pingsan ketika Rizkian menarik kerahnya lebih kencang.
Bersambung ke: Karena cinta dua seteru luluh.