Skip to main content

Cintaku tak seromantis drama Korea (fatamorgana cinta part 13)

Cintaku tak seromantis drama Korea adalah episode ke 13 cerbung fatamorgana cinta. kisah cerita tentang cinta anak remaja masa kini

Bagaimana cerita cinta romantis dalam cerbung fatamorgana cinta episode 13 apakah semakin mengharukan atau malah tambah sedih kisah ceritanya selengkapnya disimak saja berikut ini.

Fatamorgana_Cinta Part 13 Author: Ersu Ruang Sunyi

Cintaku tak seromantis drama Korea, tak jua seindah telenovela. Di sini ada kasta yang menjadi benteng yang menghalangi. Mungkin restu ini sulit untuk di dapat karena bentengnya lebih kokoh dan panjang di bandingkan tembok China yang tinggi dan panjang.

Bagaimana mungkin aku mengemis-ngemis untuk mendapatkan restu ibundanya Rizkian, mungkin aku harus lebih tahu diri, dari pada aku semakin terluka.

Melihat kak Arga pun kini ia berusaha tegar, ia pun tidak bisa menghubungi Maria, begitupun Maria belum ada ngontek ke aku atau pun ke kak Arga. Sosial media milik Maria pun kini tak lagi pernah aktif.

Entah akan bisa di perjuangkan atau tidak cintanya Maria oleh kak Arga. Tetapi cintaku kepada Rizkian sepertinya akan berakhir dengan aku yang harus mengakhiri.

Ketika obrolan ibu tentang Rizkian, ada yang tergores sakit di dalam sini. Ibuku yang mungkin menyetujui hubunganku dengan lelaki tampan itu, tetapi ada seorang ibu yang tak setuju jika putranya memiliki hubungan dengan putrinya tukang becak.

Daripada nanti aku menangis di depan ibu lebih baik aku masuk ke kamar dan menumpahkan semuanya.

Cinta yang rumit ternyata membuat hati galau. Entah darimana istilah galau itu tercipta? Mungkin dari perasaan yang sedikit terabaikan atau dari rasa takut kehilangannya. Ah, entahlah.

"Embun, tolong bantuin ibu masak."

"Iya sebentar Bu."

___

Rizkian terlihat membonceng seorang wanita di motornya. Siapa dia? Apakah dia bermain di belakangku? Kenapa hati ini terasa sakit ketika melihat membonceng wanita lain.

Aku berjalan ke halte dan menunggu bus, sepertinya Rizkian kini tak peduli lagi, dia sama sekali tak menelpon ataupun ngchat, untuk sekedar bilang jika ia tak bisa mengantarku pulang.

Bus tak kunjung datang, hari mulai gelap, kini gerimis mulai menghujan. Halte pun nampak sepi, tidak ada siapapun selain aku.

Aku mulai berjalan untuk mencari kendaraan yang lain, tetapi mataku tertuju ke kedai di pinggir jalan. Kulihat sepasang insan saling menyuapi satu sama lain, mataku tak mungkin salah melihat itu Rizkian tengah tersenyum kepada perempuan itu, tak kuhiraukan hujan yang membasahi tubuhku, karena kini hujan menyembunyikan airmata ku di antara tetesannya.

Perempuan itu sekilas melirik ke arahku, dan tersenyum. Aku segera melangkah pergi sebelum rasa sakit ini benar-benar dalam.

Batu kecil membuat langkahku tersandung, tersungkur dalam kepiluan.

"Sini tasnya!" Tiba-tiba seseorang menarik tasku.

"Jangan! Kembalikan tasku!" hardikku sambil melempar batu kepada orang itu, orang itu pun kembali menoleh ke arahku, lalu ia mencengkramku dengan kuat.

"Mati kau!" pekiknya.

"Lepas! Lepaskan aku!"

Aku meronta ketika orang itu mulai mencekikku, sekuat tenaga aku berteriak meminta tolong, tetapi percuma suaraku tertahan di tenggorokan karena cekikikan orang itu sangat kuat.

Mataku mulai kabur, pandanganku mulai gelap hanya terasa tetesan air hujan yang jatuh di tubuhku.

"Embun ... Embun."

Mataku mulai terbuka, dan aku bingung kenapa Rizkian ada di sini, di sampingku. Bukannya Rizkian bersama perempuan itu? Terasa ada yang sakit di dalam sini, aku segera mengepiskan genggaman tangan Rizkian.

Fatamorgana_Cinta Part 12

"Syukurlah kamu gak apa-apa, ibu sampai khawatir kamu teriak-teriak, mana pintunya di kunci, untung Rizkian mendobraknya." Ibuku menghampiriku yang masih gemetar.

"Kamu itu tidur petang begini, jadinya mimpi buruk kan," sela Bapak.

"Apa? Mimpi?" Aku mengingat kejadian tadi, ternyata itu hanya mimpi, tetapi kenapa seperti nyata, terlebih ketika melihat Rizkian yang membonceng perempuan itu, dan saling suapin di kedai itu.

"Rizkian, kenapa bibir kamu berdarah?" tanyaku.

"Tadi kamu melempar pakai ponsel kamu, pas aku baru selesai dobrak pintu," jawabnya sambil meringis.

Aku terkekeh dan merasa bersalah karena mimpiku ternyata membuat Rizkian harus mendobrak pintu kamarku. Lalu ia pun harus kena lempar.

"Lain kali pokoknya kamu gak boleh tidur kalau udah lewat ashar." Ibu mengambil ponselku yang tergeletak di lantai.

Selesai buka puasa, aku dan Rizkian mengobrol di teras rumah, sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang membelai lembut.

Aku pun menceritakan mimpiku yang melihatnya membonceng perempuan berkerudung dan saling suapin di kedai pinggir jalan.

Rizkian hanya terkekeh sambil menyibak rambutku yang terurai.

Jujur, mimpi itu mampu membuatku cemburu, bahkan di dalam sini ada kemarahan yang bergejolak, padahal sudah jelas jika itu hanya mimpi.

Kak Arga yang kini mulai turun dari kursi rodanya, dengan pelan-pelan ia berjalan dari dalam rumah menuju teras, untuk bergabung mengobrol sambil menatap yang lalu lalang depan rumah.

"Embun, apa Maria ada menghubungi kami?" tanyanya tiba-tiba.

"Belum ada kak." Aku melihat kekecewaan dari jawabanku.

Kak Arga mungkin berharap jika Maria ada menghubungiku, tapi nyatanya Maria sama sekali tak ada kabar setelah ia pergi ke luar negeri.

***

Fatamorgana_Cinta Part 11

Aku yang berusaha membatasi diri, untuk mengakhiri hubunganku dengan Rizkian tetap saja kami menjalin hubungan diam-diam dari orang tua Rizkian. Sudah dua tahun lebih aku berpacaran dengannya.

Aku pun tak pernah mau ikut ke rumah Rizkian di saat ia mengajakku ke rumahnya. Tapi Rizkian setiap saat akan selalu mengunjungi rumahku.

Kak Arga sekarang mulai membuat karya-karya yang luar biasa, bahkan lukisannya sudah di hargai puluhan juta, bahkan sudah ada yang di tawar dengan berkisaran 500jt.

Kami pun sudah pindah ke rumah yang lebih besar, walaupun tak begitu besar, tetapi lebih bagus dari rumah sebelumnya, karena kamar mandi juga berada di setiap kamar tidur.

Bapak tak lagi narik becak, karena kak Arga melarang bapak untuk narik, bapak sebenarnya masih bersikukuh untuk narik becak. Tetapi sama kak Arga becak bapak malah di taruh di garasi rumah sambil di rantai dan di gembok. Karena kak Arga tahu jika tidak begitu bapak akan bandel dan narik becak.

Maria hingga detik ini tak ada kabar, aku sangat heran, karena sama sekali tak ada kabar.

***

Si tampan itu sepagi ini sudah berada di ruang tamu di temani bapak yang tengah menikmati secangkir kopi.

Aku yang masih memakai piyama segera membalikkan badan untuk kembali ke kamar.

"Embun, kok masih pakai piyama?"

Rizkian menghentikan langkahku

"Em, iya." Aku membalikkan badan kembali.

"Harusnya sudah mandi dong, Arga dari subuh memintaku untuk menjemputmu, dia minta di bantu untuk pameran lukisannya."

Aku mengerutkan alisku, kenapa kak Arga gak langsung menghubungiku, malah menghubungi Rizkian, yang adenya itu siapa coba, aku atau Rizkian?

"Apa? Kok kak Arga gak ada ngomong sama aku kalau dia ada pameran?"

"Mungkin gak sempat aja kali."

Ah itu bukan alasan, jika tidak sempat kok dia sempat konteks Rizkian. Tapi ya sudahlah.

"Ya udah aku mandi dulu."

Fatamorgana_Cinta Part 10

Selsai mandi aku segera pamit kepada ibu dan bapak, Rizkian terus saja menggodaku sepanjang jalan, karena aku yang tak sempat menyisir rambut, kak Arga ternyata dari malam dia menghubungiku lewat wa, tapi gawaiku yang ngdrop alhasil baru kubaca setelah selesai mandi, aku yang tak bawa sisir di taspun otomatis mencari sisir di mobil Rizkian, dan hanya kutemukan sisir kecil, dan untuk menyisir rambutku tentunya sulit banget.

Rambut singa yang sehabis tidur kalian tahu sendiri kan betapa sulitnya jika di sisir.

Rizkian menepikan mobilnya di pinggir jalan, lalu ia mengambil sisir yang ada di tanganku.

"Kesini tuan putri, coba balik badannya."

Rizkian menyisir rambutku dengan perlahan, dengan lembutnya ia menyisir tiap helai rambut sehingga tak kurasakan sakit yang di sebabkan oleh ditarikan sisir.

"Sudah, coba menghadap sini," lanjutnya lagi.

Aku membalikkan wajah dan mendongak menatapnya.

"Tetaplah seperti ini, jangan pernah meninggalkanku."

Rizkian membingkai wajahku dengan kedua tangannya.

"Aih, kamu itu ngomong apa sih," tanyaku.

"Aku ngomong, kamu harus jadi ibu dari anak-anakku," bisiknya sambil mencubit hidungku.

Dreeettt.

Gawaiku berdering.

Aku segera mengambil gawai dari dalam tas selempang kecil yang kupakai.

Arga. Menelpon.

"Iya kak, kenapa?"

"Buruan!! Sudah jam berapa ini?" pekiknya dari sebrang telpon sana.

"Iya, ini aku lagi di jalan," jawabku sambil rada menjauhkan gawaiku, karena suara kak Arga yang membuat telingaku sakit.

"Ya udah buruan," lanjutnya sambil menutup telponnya.

"Mengganggu saja, gak tahu apa dia itu, baru aja mendapatkan momen yang romantis malah menelpon," gerutu Rizkian yang jelas terdengar di telingaku.

Aku melirik wajah kesalnya yang terlihat jelas. Aku terkekeh yang membuat dia tiba-tiba saja mengecup pipiku.

Mataku tak berkedip, jantungku berdetak kencang. Aliran darahku terhenti.

"Kenapa bengong?"

Rizkian lalu mencubit pipiku yang barusan di kecup olehnya.

"Kamu mencuri ciuman pertamaku!" hardikku.

"Lagian gak apa kali, kita sudah pacaran 2 tahun lebih, tapi mana pernah mengecup. Itu hanya ..."

"Tapi tidak seharusnya seperti itu! Hanya suamiku nanti yang boleh mengecupku!"

"Tapi aku kan calon suami kamu, gak pa-pa atuh," lanjutnya lagi.

Malah kini Rizkian mengecup pipiku tak hanya sekali. Malah berkali-kali di pipi kiri, kanan dan kening.

"Dengan begitu hanya aku yang akan menjadi suami kamu, dan hanya aku yang boleh miliki kamu, dan hanya aku yang kelak akan mengecup bibirmu untuk pertama kali, jika kita sudah menikah."

Si penjahat hati itu dengan mudahnya berkata begitu, sedangkan ia tidak merasakan debaran yang ada di dalam sini. Selama ini tak pernah sekalipun kami sedekat ini, walau setatus pacaran.

Rizkian tidak pernah menciumku, tapi pagi ini sepertinya Rizkian kesambet, atau mungkin salah minum obat.

***

Fatamorgana_Cinta Part 09

Di tempat pameran lukisan kak Arga, pengunjung begitu ramai, aku dan Rizkian pun sibuk masing-masing.

Di acara puncak, lukisan ka Arga laku di lelang dengan harga 1,5 M di dapat oleh kolektor lukisan asal Australia yang bernama Brian Alberto.

Ketika melakukan simbolis Brian berkata jika lukisan itu akan ia berikan untuk tunangannya.

"Beruntung banget perempuan itu, sampai di belikan lukisan semahal itu," gumamku.

Brilian berjalan menuju perempuan yang memakai dress berwarna maroon.

Mataku kini terbuka lebar, memastikan siapa perempuan yang Brian hampiri.

Maria.

Apa mataku salah melihat?.

Bersambung ke: Tetesan air mata kesedihan