Karena cinta dua seteru luluh (fatamorgana cinta part 18)
Cinta itu memang unik dan ajaib ia bisa melembutkan yang keras meluruskan yang salah, mempersatukan yang terpisah, karena cinta pun dua seteru luluh dihadapan wanita idamannya, seperti dalam kisah cinta romantis fatamorgana cinta.
Bagaimana kisah cerita dua seteru luluh karena cinta, selengkapnya disimak saja cerita bersambung fatamorgana cinta episode 18 berikut ini.
Fatamorgana Cinta Part 18 Author: Ersu Ruang Sunyi
Farel yang pingsan di masukkan ke mobil Rizkian, lalu di bawa ke RS terdekat.
Malam itu aku dan Rizkian menginap di RS karena tidak ada keluarga Farel yang datang ke rumah sakit.
Aku pun menelepon ke rumah jika aku di RS bersama Rizkian, karena Ibu dan Bapak pasti khawatir jika aku tak pulang.
Rizkian berkali-kali menyuruhku pulang, tapi bagaimana aku bisa pulang sedangkan Farel kritis.
"Ya udah kalau kamu gak mau pulang kamu mending tidur aja yank." Rizkian menatapku.
"Tapi ...."
"Mata kamu sudah merah banget, udah tidur aja biar Farel aku yang jagain." Rizkian membelai rambutku dengan lembut.
Ruang rawat Farel di kelas satu, dan terdapat sopa yang bisa di gunakan untuk tidur. Aku pun tidur dengan mengenakan jaket milik Rizkian. Karena memang mataku begitu ngantuk karena tidak biasa begadang.
Matahari menembus jendela rumah sakit, tak terasa malam beranjak pagi, mataku memendar pandangan ke semua sudut ruangan.
"Sudah bangun?" Rizkian tersenyum simpul.
"Ya ampun, aku ketiduran hingga tidak shalat subuh."
Aku segera duduk dan menyerahkan jaket milik Rizkian, dan melirik kepada Farel yang masih terbaring.
"Sepertinya kamu kecapean banget, hingga lelap tidurnya, aku cari sarapan dulu ya buat kita."
"Aku gak lapar."
Aku menarik tangan Rizkian agar kembali duduk di sopa.
"Tapi aku yang lapar, karena malam gak sempat makan malam," lanjut Rizkian.
"Emm, ya udah atuh."
Aku melepaskan tangan Rizkian.
"Ya udah, aku cari sarapan dulu, kamu mau ya bubur? Kopi juga sekalian?"
Aku hanya mengangguk. Rizkian pun menuju pintu.
"Awas jangan deket-deket sama dia."
Rizkian berkata sambil menunjuk kepada Farel.
Dia masih saja berpikir yang tidak-tidak, padahal Farel sedang terbaring.
Pikiranku kembali ke Maria. Bukankah ini RS milik keluarga Maria? Jika saja kepemilikan nya masih keluarga Maria aku bisa mencari tahu keberadaan Maria saat ini.
"Kenapa kamu gak pulang?"
Farel mengagetkanku.
"Kamu sudah sadar?" tanyaku segera menghampiri Farel.
"Sudah dari malam juga, kenapa Rizkian dan kamu gak pulang?" pertanyaan ini kembali terlontar dari bibir Farel.
"Karena gak ada keluarga kamu yang ke sini?"
"Tidak akan ada yang datang, karena nyokap sudah meninggal sekian minggu lalu. Paling Tante tapi saat ini dia lagi di luar negri."
Farel membuang pandangannya ke luar jendela sana. "
Maafkan gue ya, karena masalah gue, Lo hampir saja kena masalah," lanjut Farel sambil kembali menatapku.
"Ma-maaf, aku tidak tahu jika ibu kamu meninggal. Gak pa-pa kok, bukan sepenuhnya salah kamu."
"Oh iya Embun, bisakah kirim pesan kepada Tante ku?"
"Iya, tentu bisa, minta nomor nya saja," balasku.
Aku pun mengirim pesan via WhatsApp kepada Tante nya Farel, tak lama kemudian Tante nya membalas dan katanya esok hari ia akan pulang, dan memintaku untuk menjaga keponakan; Farel.
"Sorry ya gue jadi merepotkan Lo dan juga si brengsek itu."
Farel sepertinya masih membenci Rizkian.
"Awww."
Farel berteriak dan memegang telinganya sebelah kiri.
"Kamu kenapa?"
Dengan khawatir aku segera melihat telinga Farel, sedikit merunduk.
"Say ...."
Rizkian menjatuhkan makanan yang ia bawa.
Aku yang terkejut segera menengok ke pintu, dan melihat kekasihku itu mematung dengan wajah yang merah padam.
"Yank."
Aku segera mengangkat kepalaku yang merunduk ke arah telinga Farel.
"Kamu itu apa-apaan? Kenapa dekat-dekat sama dia?"
"Eh, Lo pikir ini pasar! Berisik tahu!" pekik Farel sambil meringis.
"Lo itu gak tahu diri ya, sudah di tolongin masih aja ngbacot gak jelas!"
Rizkian tidak bisa mengontrol emosinya sehingga aku segera menghalangi Rizkian yang akan mendekati Farel.
"Yank, kamu itu kenapa sih? Udah dong. Lagian tadi itu Farel kesakitan di telinganya."
"Ayo kita pulang, biarkan si brengsek itu sendiri di sini." Rizkian menarik tanganku.
"Udah sana Lo pergi, lagian mata gue sakit ngeliat Lo!"
Farel mengejek Rizkian dengan kekehannya sambil menahan sakit.
"Kalian itu seperti Tom & Jerry tahu gak sih?" Teriakku.
"Tom & Jerry." Rizkian dan Farel berkata bersamaan.
"Tuh benarkan! Yank kamu juga jangan salah paham mulu. Farel juga jangan mancing terus."
Aku berkata sambil mengambil makanan yang di beli oleh Rizkian.
Tak lama ada Dokter dan perawat yang masuk untuk memeriksa keadaan Farel.
Setelah selesai memeriksa seorang perawat membawa makanan Farel. Farel yang kusuruh makan ia menolak karena beralasan tidak suka bubur.
Aku yang kesalpun melampiaskannya dengan memakan bubur yang di beli oleh Rizkian.
Bukannya aku tidak lapar? Ah bodo amat. Melihat Rizkian dan Farel seperti kutub Utara, keduanya nampak dingin, jika sekalinya ngomong bagai negara api datang menyerang.
Aku memakan bubur langsung telan. Lalu kenapa mereka berdua menatapku lekat? Ada yang aneh? Atau mungkin di mataku ada belekkan? Karena belum cuci muka?.
"Kenapa pada ngeliatin?"
"Kenapa gak nawarin?"
Rizkian duduk di sampingku sambil membuka mulutnya lebar-lebar.
"A ..."
"Apaan?"
Aku mendongak ke arahnya.
"Suapin, apa lagi. A ..." Kembali Rizkian membuka mulutnya.
Kusuapin sambil sesekali Rizkian melirik ke arah Farel.
"Ehhh! Yang sakit siapa yang di suapin siapa? Harusnya gue yang di suapin bukan Lo." Farel menunjuk muka Rizkian.
"Makanya punya cewek biar ada yang nyuapin," ledek Rizkian.
Aku hanya menghela nafas, sungguh benar-benar seperti Tom Jerry. Udah ah, kalian berdua berisik.
"Suapin gue!" teriak Farel.
"Mau gue suapin pakai sendok semen?" Rizkian terkekeh.
"Gue gak mau di suapin Lo, maunya sama Embun," balas Farel.
"Mimpi! Lo gak akan pernah di suapin Embun!"
"Brisikkk!" Teriakku, hingga keduanya diam seketika.
Aku mengambil mangkuk berisi bubur yang di bawakan perawat tadi untuk Farel. Aku duduk di kursi samping Farel dan menyendok bubur menyodorkan nya ke mulut Farel. Farel menatap tajam, sedangkan Rizkian bengong menganga.
"Buruan buka mulutnya sebelum aku berubah pikiran." Aku memasukan sendok ke mulut Farel yang masih rapat.
Aww.
Pekik Farel membuatku dan Rizkian terkejut.
Farel memegang bibirnya yang lebam. Aku meringis melihatnya kesakitan.
"Maaf."
Aku merasa bersalah padanya.
"Lo bisa kan makan sendiri?"
Rizkian mengambil mangkuk bubur dari tanganku, dan memberikannya pada Farel. Tangan Rizkian terhenti yang melihat tangan Farel yang terluka.
"Ya udah daripada sama Embun, gue aja yang ngasih Lo makan." Rizkian menyendok buburnya.
"Gue gak sudi di suapin ama lu!"
"Kalian itu!" Teriakku.
Kuambil kembali mangkuk buburnya, lalu kusuapin Farel pelan-pelan. Farel yang tak suka bubur; katanya. Nyatanya makannya habis juga.
Sedangkan Rizkian tak jauh dari aku dan Farrel lalu ia sesekali menghentakkan kakinya jika Farel menatapku lekat. Sungguh menyiksa banget menghadapi kedua laki-laki aneh ini.
Bersambungke: Maaf memaafkan hadirkan tangis kebahagian