Skip to main content

Cermin romantis: Tentang kenangan terindah bersama mantan

Kisah romantis tentang kenang terindah bersama mantan kekasih adalah cerita mini atau cermin yang menceritakan prihal kehidupan saat-saat bersama pujaan hati di desa tapi karena tak ada restu, kenangan indah bersama kini hanya menjadi kisah masa lalu yang tak terlupakan.

Bagaimana cerita romantis dalam cermin kenangan dengan mantan, apakah didalamnya terdapat kata kata buat mantan tersayang menyentuh hati atau contoh pesan untuk mantan yang bikin sedih dan nangis, selengkapnya disimak saja cerita mini berjudul "sesederhana kamu" dibawah ini.

Cermin romantis: Sesederhana Kamu

Lelaki kecil yang dulu kerap mengajakku melintasi pematang sawah untuk mencari rumput atau hanya sekedar bermain di sungai itu kini telah terlihat dew^sa, aku melihatnya siang tadi, aku melihatnya tersenyum tanpa melambaikan tangan, hanya tersenyum, lantas berlalu.

Aku ingin mengenangnya sejenak, sebentar saja.

*****

Hampir tiap malam dia datang, membawa singkong dan kayu bakar untuk membuat perapian di halaman rumah.

Singkong bakar, makanan yang paling aku suka ketika itu, entah karena rasanya yang nikmat, atau karena lelaki itu yang membakarnya. Dia membakar dengan sesekali mengulas senyum, kadang ada sentilan di ujung hidung saat aku memberikan muka cemberut karena singkongnya tidak matang-matang.

"Sabar, Pi. Sebentar juga matang, kalau kamu cemberut gitu, aku jadi gak fokus bakarnya," tuturnya pelan tanpa melepas senyum dari bibir, menarik lesung pipit di sebelah pipinya.

Tak berapa lama, dia mengambil satu singkong dari perapian, mengupasnya pelan-pelan, memegang ujungnya seolah memastikan bahwa singkong itu siap untuk aku makan tanpa membuat mulutku kepanasan, dia memotong ujungnya lalu memberikan satu suapan ke mulutku, lalu memasukkan satu gigitan ke mulutnya, berulang kali seperti itu sampai singkongnya habis.

Aku tak banyak bicara, aku lebih senang mendengarnya bercerita tentang ternaknya, tentang mimpi-mimpi kecil dalam hidupnya, sambil sesekali menatap mata yang membuatku jatuh cinta itu, cinta saat usia belia.

Kadang dia bernyanyi, berlomba dengan desah angin yang mulai menggerayangi sunyi, suara bariton yang kini kerap kurindu, suara yang juga sering meneriakkan namaku di hamparan sawah yang luas hingga suaranya menggema, membuncahkan debar yang ingin kuredam.

"Suatu saat kita akan menikah. Punya 3 anak yang lucu, 2 orang mirip aku dan satunya mirip kamu." Bukan sekali dua kali dia mengucapkannya, seolah dia yakin bahwa suatu hari nanti aku dan dia akan menjaring waktu bersama. Menyuapi purnama dengan kata-kata mesra dari balik jendela kamar kita di lantai dua.

"Kenapa cuma satu yang mirip aku? Nggak adil!" Kembali kupasang muka cemberut, dia mendekat, mengusap ujung kepalaku.

"Aku cuma minta 2 wajah yang mirip aku, karena aku ingin ketiga anakku menuruni sifat ibunya, semua yang kamu miliki akan dimiliki anak kita, kalau seperti aku bisa kacau, aku malas belajar, aku tidak bisa matematika, tidak bisa menulis puisi, tidak bisa ...." Dia menghentikan ucapannya, sudut bibirnya kembali melengkung.

"Kamu cukup mencintaiku seperti ini, Ra." Aku melanjutkan ucapannya yang terpotong. "Tetaplah seperti ini sampai akhir nanti." Aku mengusap lengannya.

Dia mengangguk, memberikan ujung kelingkingnya untuk dikaitkan dengan kelingkingku, bagai membuat isyarat tentang janji untuk kami sepakati suatu hari nanti.

*****

Ternyata sudah belasan tahun berlalu, namun episode itu tidak pernah bisa kuhapus dari ingatan, perasaan cinta yang begitu sederhana.

Kamu, yang menyapa tanpa kupinta, kamu yang mendekap saat aku sekarat, kamu yang selalu ada saat dunia menganggapku tiada.

Sayang, takdir bukan untuk kita, halaman rumah itu tidak pernah bisa kusulap menjadi istana, bukan karena kita pecundang, tapi karena restu yang tak pernah kita terima.

Melihat senyummu hari ini, melihat segala sederhana yang pernah kucari, masih adakah tersisa? Untukku, seperti sesederhana kamu mencintaiku, tanpa meminta ini dan itu, memberi tanpa berharap menerima, di sana kulihat ada cinta yang sesungguhnya.

Senyummu hari ini, masih sama dengan belasan tahun lalu, saat kau menyentil ujung hidungku, saat usapan tanganmu di kepalaku, menenangkanku.

Senyum itu ... Sesederhana kamu dan perasaanmu.

Magelang, 011020

******