Cerpen: Cinta pertama yang tidak berjodoh
Cinta pertama yang tidak berjodoh dengan kita adalah kisah cinta yang sangat menyedihkan dan menyakitkan hati karena disaat bertemu cinta pertama merupakan awal mengenal akan indahnya cinta namun tak bisa berbersama.
Hal inilah yang membuat kekuatan cinta pertama melekat dalam hati dan sulit dilupakan karena kesannya tentau berbeda dengan cinta selanjutnya.
Bagaimana kisah cinta yang pertama dalam cerita pendek tentang cinta pertama yang tidak berjodoh, selengkapnya disimak saja berikut ini.
Cerpen: CINTA PERTAMA Autor: si Perempuan Tegar
Saat itu aku yang masih duduk di semester awal perkuliahan, sangat antusias dengan segala hal baru sebagai mahasiswa. Tidak pernah terpikir bahwa aku anak seorang penjahit bisa berkuliah, begitu juga dengan ketiga kakak perempuanku.
Tuhan begitu pemurah, kami yang terlahir dari keluarga sederhana, dimana makan paling mewah adalah nasi goreng dengan membawa nasi sendiri..
yaa bang tono si penjual nasi goreng keliling yg menjadi langganan kami, dengan baik hati mau memasakkan nasi untuk kami sekeluarga, jadilah kami membayar lebih murah hanya untuk bumbu dan telor.
Aku berkuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya. Jarak rumah dan kampus tidak terlalu jauh, hanya 15 menit menggunakan motor. Lisa sahabatku sejak masa ospek yang selalu setia mengantar jemputku karena rumah kami searah.
"Ka, ta susul yo sesuk isuk.. ojo mbulet ae. Jam kuliah e pak Pono iso di dorr awak dewe nek telat"
"iyo..iyo, lis.. aku wes siap pupuran ayu jam 7 nang gang menyambut awakmu"
Siang itu percakapanku dengan lisa tentang jadwal besok, maklum dulu belum ada WhatsApp jadi harus janjian.
Ah, mengikuti kuliah pak Pono lebih horor daripada nonton film Pengabdi Setan, badan pegal-pegal, mata merah dan berair karena terpaksa harus terbuka maksimal saat perkulihan berlangsung.
Beliau semacam punya mata berpuluh-puluh pasang dan tau betul siapa yang tidak memperhatikan kuliahnya. Hasilnya aku dan lisa pun setengah mati butuh hiburan.
" Ka, aku luwe.. ayo tuku mangan, eh tp duik e wes menipis gawe bensin"
"Duh lis, sori yo.. ak yo gak ono nek mangan. Tuku es cao ae yo ta bayari"
Lalu lisa berinisiatif menelepon seseorang menggunakan handphone nya.
"Telepon sopo lis, kok rahasia ngunu"
"Wes ka, ojo kuatir.. awak dewe iso mangan awan ga atek mbayar.. hahaha"
"Lho maksud e?"
"Ka, ta critani yo.. aku iki duwe dulur, dari ibuku.. gak tau ketemu blass ket aku cilik, trus wingi ketemu nang acara keluarga, aku panggil dia om Hari, orangnya asik dan kita memang janji ketemu kalo ada waktu.. wes pas saiki wetengku pingin ketemu. Awakmu melok ae wes ga usah ngomong opo-opo, sing penting oleh mangan gratis nang Delta Cafe"
"Jadi kita ketemuan sama om mu iku? Trus suruh mbayari awak dewe ngunu a? Aku kok isin lis dadi koncomu"
"Westa ga usah gaya, melok ae. Ayo budal nang Delta Cafe"
Selang berapa lama, kami pun tiba di Delta Cafe, dan tidak lama setelah duduk datang seorang pria, menggunakan polo shirt putih dan celana jeans. Rapi, wangi dan postur tubuh yang proporsional, sepersekian detik aku hanya bisa bengong menatap, lisa menyenggol lenganku dan baru aku sadari lelaki didepanku telah mengulurkan tangannya ke arahku.
"Hallo, ini pasti dek Ika ya temannya Lisa. Aku om Hari"
"Oh iya mas, eh om.. saya Ika"
"Ah gak apa panggil mas aja ya, dasar nih si lisa yang bikin pasaran turun. Masa aku dipanggilnya om, paklik ya harusnya.. hahahha"
Kami pun ikut tertawa lepas.
Keesokan harinya, Lisa menjemputku lebih awal dari jam janjian kami, hasilnya akupun tergopoh-gopoh agar dia tidak terlalu lama menungguku selesai bersiap.
"Ono opo lis kok isuk temen, sek yo sedilut"
"Ayo ka, ndang cepetan.. ntar ta critain di kampus"
Sesampainya dikampus, seperti biasa kami nongkrong di DPR (Dibawah Pohon Rindang) sebutan kami untuk tempat berpusatnya mahasiswa mahasiswi menunggu jam kuliah dan dosen datang. Tempat paling sejuk di kampus karena meja kursi berada tepat dibawah pohon-pohon besar yang rindang.
"Ka, om Hari minta nomor teleponmu, ta kasihkan yo. Trus nanti siang dia mau ngajak kita nonton, ayo wes mbolos ae lo, ayo nonton bioskop ae, Ka"
"Iki opo seh, yo kalo mau telepon ya kasih aja toh, nek mbolos wegah. Duso aku nang bapak ibu"
"Halahhh.. "
Jadilah hari itu kita bertiga hanya makan siang lalu pulang.
Sesampainya dirumah mas Hari meneleponku.
"Dek, sudah sampai rumah?"
"Oh iya mas, baru sampai, ada apa ya?"
"Nggak apa, barusan sebentar udah kangen sama suaramu"
"Ah bisa aja" jawabku sambil tersipu.
"Besok kuliah libur kan? Boleh aku main ke rumah?"
"Ummm.. tapi mas aku lagi nggak dirumah, aku harus nemenin mbak Dita karena suaminya dinas ke Pekanbaru. Jadi aku tinggal dirumah mbak Dita sekarang"
"Yaudah gak apa, boleh kan aku datang kerumah mbak Dita supaya bisa kenal"
"Iya" akupun lalu memberitahukan alamat rumah mbak Dita tanpa penjelasan lain. Mas Hari pun mencatat alamat tanpa banyak tanya.
Besoknya akupun tidak lagi memikirkan mas Hari, karena sibuk bermain dengan keponakan lucuku, anak mbak Dita adalah cucu pertama dari Bapak dan Ibu sehingga kami semua sangat menyayanginya.
Aku pun juga tidak yakin mas Hari bisa menemukan alamat rumah mbak Dita yang harus masuk-masuk gang kecil perkampungan. Dan seharian aku tidak menerima sms atau telepon dari mas Hari, aku pikir mungkin dia menyerah. Ya sudahlah.
Pukul 19.15 ada yang membunyikan bel, akupun berdiri dan membuka pintu.
Mas Hari datang dengan senyum lega diwajahnya.
Rupanya dia telah 2 jam berputar-putar mencari alamat, ah untung saja bukan alamat palsu ayu ting ting yang dicarinya,,
Dari pertemuan itu aku tahu bahwa mas Hari masih saudara jauh Lisa, dan dia adalah anak sulung dari 2 bersaudara, adiknya perempuan bernama Latifah, masih kelas SMA. Bapaknya seorang satpam perumahan dan ibunya berjualan kue.
Mas Hari adalah lulusan Teknik Elektro di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, dan saat ini sedang bekerja di perusahaan yang memproduksi pesawat televisi merk Nasional, dia hanya beda 4 tahun dariku. Pantas saja pembicaraan kami masih nyambung.
Setelah pertemuan itu komunikasi kami makin intens, dan diapun mengajak jalan minggu depan.
Seminggu kemudian aku bersiap untuk pergi nonton bioskop dengan mas Hari. Karena ini adalah first date yang ak mimpikan sejak lama maka ak memakai baju dan sepatu terbaikku. Ya selama ini aku memang belum pernah pacaran, itu semua kulakukan agar aku fokus hanya pada sekolah saja.
Bukan berarti aku menutup diri dan tidak memiliki teman, aku aktif berorganisasi saat SMA dan cukup berprestasi di bidang kesenian, karakterku yang ceria membuatku memiliki banyak teman terutama lelaki.
Ah ya, kembali lagi ke mas Hari dan aku. Siang itu aku meminjam sepatu heels mbak Dita karena aku hanya punya sneakers saja untuk kuliah.
Mas Hari tersenyum melihatku dengan dandanan berbeda saat bertemu sebelum-sebelumnya, kami pun jalan. Setelah nonton kami lebih memilih makan di warung cak ri, warung kaki lima dengan menu bakmie dan nasi goreng rakyat.
Ditengah jalan tiba-tiba mas hari menghentikan motornya dan berhenti dipinggir, aku ditinggalnya sebentar diatas motor, kulihat dia berlari kecil ke arah warung rokok. Aku sempat heran karena aku tau dia tidak merokok.
Mas Hari kembali dengan membawa plester di tangannya, dia memerintahku utk duduk kembali diatas motor lalu tiba-tiba dia berlutut dan membuka sepatu heels ku, membalut jari kelingking kakiku yang lecet karena sepatu.
Aku sungguh takjub dengan sikapnya, apakah artinya dia memperhatikan bahwa jalanku sudah mulai terseok-seok menahan sakit, apakah karena itu dia memilih makan di warung pinggir jalan supaya ak bisa leluasa melepas sepatu agar tidak sakit. Seketika hatiku bergetar, inikah sosok yang tepat.. apakah secepat ini datangnya untukku.
Sejak itu kami memutuskan berpacaran, hampir 2 tahun ak menjalin hubungan dengan mas Hari, setahun hubungan kami lakukan LDR karena ternyata mas Hari masuk seleksi TNI AD dengan jalur Perwira Karir.
Dia ditugaskan ke Papua yang saat itu masih belum kondusif karena ada isu kerusuhan dan perang saudara disana. Komunikasi kami tetap terjaga baik. Sampai suatu ketika ia menghilang tidak ada kabar berita.
Hampir 2 bulan lamanya dia tidak menelepon memberi kabar dan tidak juga bisa di hubungi. Akupun sudah mulai gusar, dan selama kami berpacaran aku baru menyadari bahwa belum pernah sekalipun aku datang ke rumahnya.
Dan sekarang akupun tidak tau harus bertanya pada siapa. Lisa pun memberitahuku bahwa keluarganya juga tidak mengetahui keberadaan mas Hari ada dimana.
1 tahun berlalu, akupun mulai sibuk mengerjakan tugas dan skripsi, namun tidak seharipun aku tidak memikirkan mas Hari, dimana dia, apakah sehat, kenapa tidak memberi kabar, biasanya toh jika dia ada misi dan harus masuk hutan dia pasti pamit. Dimana orang yang 2 tahun sudah mengisi hari-hariku.
Kemana hilangnya. Berkali-kali lisa mengucapkan kata maaf karena tidak bisa membantu hingga karena masalah itu hubunganku dengan Lisa sudah tidak seakrab dulu lagi. Lisa selalu berusaha memberi jarak antara kami. Akupun tidak lagi berangkat dan pulang bersamanya. Terlebih sudah ada Vicky, kekasih Lisa yang juga kakak seniorku di Club Fotografi.
Iseng kubuka halaman Facebook lalu ku ketik nama mas Hari, ah akupun baru sadar selama ini aku juga belum pernah tau sosmed dia, dulu dunia sosmed belum berkembang hebat seperti sekarang.
Ada beberapa nama persis muncul tp entah kenapa aku tergelitik klik di satu foto profil. Terbukalah semua.. disana ada foto mas Hari dan seorang perempuan duduk di pelaminan, dengan prosesi pedang pora sebagai simbol penghormatan di militer.
Ah gagah betul ia di foto itu, bersanding dengan perempuan lain. Foto itu telah diunggah 1 tahun lalu, dan unggahan terbaru adalah foto bayi laki-laki dengan nama yang indah.
Ya Tuhan, karena ini kah..
Apakah ini semua jawaban atas pertanyaanku selama ini..
Dia mengkhianatiku dengan menikahi wanita lain, yang tidak lain adalah anak dari komandannya.
Dan selama 1 tahun hidupku dalam ketidakpastian, ia sedang berbahagia dengan keluarga kecilnya.
Aku hanya bisa mengucapkan selamat dan sedikit untaian doa lewat pesan, semoga berbahagia selalu. Terima kasih mengajarkanku tentang rasa sakit yang teramat dalam.
Hingga bertahun-tahun lamanya aku masih berusaha menyembuhkan luka batin yang mungkin hingga saat ini masih tetap ada. Fase- fase baru aku jalani untuk memperbaiki diri.
Inikah maksudnya Tuhan akan mengirimkan orang yang tidak tepat untuk kita lebih bersyukur saat menemukan orang yang tepat.