Gara-gara roti kering (fatamorgana cinta part 05)
Prihal roti kering dalam cerbung romantis remaja masa kini bukanlah tentang makan atau resep kue kering tetapi sebuah perangkat khusus yang digunakan oleh wanita di saat datang bulan purnama.
Nah bagaimana kisah cerita dalam cerita bersambung cerita cinta anak kuliahan dibagian yang kelima ini, selengkapnya disimak saja cerbung tentang cinta bagian ke lima berikut ini.
Fatamorgana Cinta Part 05 Author : Ersu Ruang Sunyi
Setelah kejadian malam itu, walau membuatku tidak bisa tidur, pada akhirnya tertidur juga dini hari sampai bangun kesiangan.
Bodohnya aku yang tidak meminta nomor ponsel Rizkian membuatku mencari-cari akun sosmednya, mulai dari Facebook, Twitter, dan Instagram, setiap kali kuketik namanya ratusan bahkan ribuan nama yang muncul.
Aku pun tidak tahu nama belakangnya apa, dan mau bertanya ke kak Arga gak berani yang ada nanti aku kena jewer lagi oleh Abang yang nyebelin itu. Rebutan tempe di piring pun selalu menjadi masalah besar dalam keluargaku, apa lagi jika aku nanyain nomor laki-laki. Bapak yang hanya tukang becak dan ibu yang hanya buruh cuci di rumah tetangga membuat keluarga kami hidup dalam kesederhanaan.
Walau begitu Bapak ingin kalau anak-anaknya memiliki masa depan yang baik, makanya mengharuskanku dan kak Arga lanjut kuliah walau terkadang Bapak harus kerja siang malam, namun aku tak ingin mengecewakan harapan Bapak.
Em ... Rizkian_R ada sebuah akun Ig yang membuatku penasaran dan melihat kedalam postingannya yang cuma ada 3 postingan, salah satunya adalah lukisan berupa senja nan indah, dengan seorang wanita yang duduk di bangku depan danau. Sempurna, itu adalah lukisan yang paling indah yang pernah kulihat. Bukannya Rizkian anak seni rupa? Kemungkinan ini adalah akun Instagram malaikat penolongku itu.
Dengan berpikir keras untuk mengirim DM, setelah beberapa kali menghapus pesan yang akan kukirim akhirnya kukirim juga DM padanya. Jika itu Rizkian yang kumaksud syukur, jika bukan pun ya gak apa.
[Assalamualaikum] send.
Kutunggu persekian detik. Langsung di lihat, tiba-tiba dag dig dug, seperti berpapasan saja dengan seorang gebetan.
Terlihat sedang menulis pesan.
[Wa'allaikumsalam] balasnya.
[Ini Rizkian anak seni rupa bukan?] pertanyaan yang garing nampaknya, tapi aku pun bingung mau menulis DM apa.
[Embun, iya, emang kenapa?] tanyanya.
Aku bingung harus jawab apa, terlebih pas tiba-tiba terlintas di ingatan jika aku pernah berjanji akan menjadikan siapapun yang menolongku menjadi pendamping hidup jika laki-laki dan saudara jika perempuan. Apa kubilang aja sama Rizkian jika aku waktu di sekap Farel bernazar begitu. Ah, tapi betapa bodoh dan malunya aku jika dia tahu begitu.
[Gak apa-apa] balasku dengan menggigit bibir. Ah,kenapa juga di kelopak mataku terlukis senyumnya yang indah itu.
[Pindah ke wa yuk, nomor kamunya kirim sini.]
Apa aku harus langsung kasih nomorku? Tapi jika tidak di kasih kan dari tadi juga berharap punya nomornya.
[0857********.] send.
[Assalamualaikum Hay cantik.]
Tring.
Notif wa yang masuk dengan ff yang putih tanpa foto profil. Aku menaikan alisku.
"Siapa?" gumamku.
Tak lama berselang gawaiku berdering dengan panggilan video call.
Aku hanya kasih nomor kepada Rizkian, apa video call ini dari Rizkian.
Kugeser panggilan jawab dengan sedikit menutup kamera.
"Hay, kenapa di tutupin?" tanyanya sedikit menaikan sebelah alisnya dan mendekatkan wajahnya ke kamera.
Debaran halus ini kian kencang, tiba-tiba saja ingat dengan kejadian semalam di mobil ketika aku bersandar di dadanya.
"Em, gak apa-apa kok, a-aku belum mandi." Aku menurunkan jari tangan yang menutupi kamera, lalu kuletakan gawaiku di bantal.
"Gitu dong, kan jadi kelihatan manisnya," godanya sambil terkekeh.
"Dih, apaan sih? Orang belum mandi juga." Aku memalingkan pandangan karena Rizkian sepertinya menatapku kian dalam.
"Kamu tahu enggak? Apa bedanya orang cantik sama orang yang benar-benar cantik?" tanyanya terkekeh.
"Apa?" tanyaku penasaran.
"Orang cantik ketika bangun tidur terlihat jelek. Tapi orang yang benar-benar cantik walaupun baru bangun tidur tidak mengurangi kecantikannya, seperti kamu." Rizkian berkata sambil mengedipkan matanya sebelah.
Lah aku jadi bergidik, ketika dia mengedipkan matanya. Seperti Om-om genit di pinggir jalan.
"Ih ternyata kamu lebih parah dari apa yang aku pikirkan," celetukku, entah bagaimana kata-kata itu tiba-tiba saja keluar dari bibirku.
"Embun!!!" teriakan kak Arga membuatku segera mengakhiri video call nya.
Arga masuk ke kamarku dengan memasang muka masam bin kusam.
"Darimana semalam? Katanya kamu pergi sama laki-laki! pas pulang di antar oleh orang yang berbeda?" Arga bertanya panjang lebar kaya kereta api stasiun Senen.
"Apaan?" Aku pura-pura tidak paham.
"Pergi sama siapa kemarin?" Arga terus mengintrogasi.
Aku gak yakin harus cerita sama Abangku yang terkadang arogan ini, jika dia tahu, aku akan diperlukan tidak senonoh oleh Farel, sudah pasti kak Arga akan membuat masalah di kampus. Dan aku tidak ingin itu terjadi, apa lagi aku dan kak Arga menggunakan beasiswa untuk masuk ke kampus tersebut.
"Oh itu, aku pergi sama teman kak," jawabku sambil segera bangun dan menuju kamar mandi.
Tapi sepertinya Arga tidak percaya gitu Aya, ia menatap mataku tajam.
***
Sakit perut dari siang membuatku tak karuan, berbaring dengan berbagai posisi tak membuatku menemukan posisi yang nyaman. Betapa ribetnya jadi seorang perempuan yang tak bisa dirasakan laki-laki mana pun ketika sakit perut bulanan.
Setelah sarapan aku tak keluar kamar, tapi stok p******t tinggal satu, dan mau tidak mau harus beli keluar.
Pergi ke warung dekat rumah ternyata sedang kosong, dan mengharuskanku berjalan lebih jauh ke mini market.
Sreeet.
Tiba-tiba ada mobil menyerempet dan membuatku terjatuh ke bahu jalan.
"Eh, kurang ajar lo! bukannya minta maaf malah kabur!" pekikku, dan segera bangun, tapi kakiku rasanya sakit banget.
"Mbak gak apa-apa kan?" tanya seseorang yang turun dari motor.
"Gak apa-apa, cuma sedikit terkilir," jawabku. "Kamu!" ucapku berbarengan dengannya.
"Kok bisa ada kamu di sini sih?" tanyaku lagi.
"Tadi gue lihat ada yang kena serempet mobil, jadi ya inisiatif mau nolong, eh, ternyata kamu, kebetulan banget ya kita ketemu lagi," ucapnya sambil tersenyum dan memegang bahuku.
"Kebetulan ya?"
Jantungku kembali gaduh, dan ingatan akan sebuah nazarku yang berkata akan menjadikan seorang penolong sebagai pendamping hidup jika laki-laki. Dan kenapa sekarang lagi-lagi Rizkian selalu saja muncul di saat aku dalam situasi yang sulit.
"Mau ke mana? tanyanya. " kamu itu kalau nyebrang harus hati-hati, terus mau kemana?" lanjutnya.
"Mau ke mini market," jawabku sambil melangkah.
Aww.
Teriakku, ternyata kaki aku sakit banget.
"Gue anterin aja ya, terus harus di bawa dulu ke tukang pijit."
Aku juga tidak bisa menolaknya lagian kan jika pulang juga lumayan jauh ke rumahku yang ada nanti kakiku tambah sakit. Aku pun mengangguk.
"Ayo," ajaknya, ia pun memegang tanganku membantu naik ke atas motornya.
Sesampai di mini market ia pun membantuku turun dari motor bahkan ia juga menawarkan diri agar ia aja yang masuk dan membeli barang yang akan kubeli.
Gak mungkin juga kan aku menyuruhnya. Mengambilkan pem****t. Aku rasa dia pun akan celingukan pas depan kasir.
"Gak usah aku bisa sendiri." Penolakan ku tidak lah mempan karena kakiku tidak bisa di ajak kompromi dan membuatku semakin meringis.
Akhirnya Rizkian memapahku masuk ke dalam mini market.
Jiwaku berkecamuk, apa jadinya aku mengambil pem***t di hadapannya. Memikirkannya saja sudah membuat pipiku terasa panas.
"Ayo, mau beli apa?" tanyanya, bingung yang melihat kakiku terhenti melangkah.
"A-aku ... aku, mau beli." Tanganku menunjuk ke arah rak yang berjejer roti kering di sana.
Terlihat banget wajah Rizkian berubah, entah apa yang ada dalam benaknya.
"Ya udah ayo, biar nanti sekalian dari sini kamu aku antar ke tukang urut."
Aku pun bergegas mengambil barang yang mau kubeli. Di depan kasir ketika mau bayar, aku tak kalah kagetnya, karena di tas selempang yang aku kenakan tak ada uang selembar pun.
"Ini aja." Rizkian menyodorkan selembar uang merah yang ia keluarkan dari dalam dompetnya. "Sekalian sama ini mbak." Rizkian menaruh dua botol minuman berwarna orange. Entah kapan dua mengambil minuman itu, tahu-tahu udah ada di tangannya.
"Ta-tapi."
"Sudah gak apa-apa." Rizkian memotong ucapanku.
Kami pun keluar dari dalam mini market.
"Sekalian aja ketukang urut langgananku ya," ajak Rizkian.
"Gak usah, aku lupa bawa uang," jawabku sambil menggigit bibir.
"Gak usah di pikirkan buat bayarnya yang penting kamu sembuh, kalau di biarin nanti tambah sakit," ucapnya.
Kenapa dia itu nampak manis banget, padahal aku hanya menatapnya cuma sekilas.
***
Duduk di lantai, di tukang urut yang seorang bapak-bapak setengah baya dengan pecinya yang sudah lusuh.
"Kamu rilex nak, jangan di tahan begini kakinya," ucap lelaki tua itu, sambil mengoleskan minyak urut yang baunya tak aku sukai.
Awww.
Teriakku memecah kebisingan sore itu.
"Ampun pak, sakit banget!" teriakku sambil menggigit pergelangan tanganku.
Rizkian mendekati dan memegang kedua tanganku.
"Tahan aja, sebentar ini kok sakitnya," bisiknya lirih.
Aku memejamkan kedua mataku ketika bapak tukang urut tersebut melanjutkan mengurut pergelangan kakiku.
Tak terasa pipiku basah oleh keringat dan air mata.
"Sudah, insya Allah besok juga sembuh," kata lelaki paruh baya tersebut.
Aku membuka mataku perlahan, dan kutatap Rizkian yang meringis seperti menahan sakit.
"Ya Allah," pekikku, yang baru menyadari jika ternyata aku mengigit tangan Rizkian karena menahan sakit. Aku segera melepaskan gigitan tangannya.
"Kalian itu pasangan yang serasi, bapak kira kamu belum menikah, pantes aja sudah lama gak pernah datang ternyata sudah menikah."
Bapak tukang urut melirik ke arah Rizkian.
Dan Rizkian senyum yang menyimpan kegetiran, karena mungkin menahan rasa sakit yang di timbulkan gigitanku.
Aku malah tercengang mendengar jika Rizkian sudah menikah, aku salah besar jika berharap lebih kepada Rizkian yang nyatanya sudah menikah. Dan perkataanku yang akan menjadikan penolong itu sebagai pendamping hidup selamanya. Musnah seketika.
"Ja-jadi kamu sudah menikah!" tanyaku.
"Menikah?" Rizkian semakin bingung.
"Kenapa? Apa kalian belum menikah? Maaf jika bapak salah berucap," kata lelaki tua itu.
"Belum pak, lagian siapa juga yang mau sama orang seperti saya?" ucap Rizkian.
Kenapa tiba-tiba aja bongkahan batu itu langsung hancur ketika kumendengar jika Rizkian belum menikah.
Jika saja aku tidak malu, ingin rasanya teriak horeeeee. Sekencang mungkin.
Bersambung ke: Bapakku lelaki terhebat dalam hidupku