Skip to main content

Cerpen Inspirasi: Kisah nyata keajaiban Tuhan dengan barokah air wudhu

Kisah nyata keajaiban Tuhan dengan barokah air wudhu adalah cerita inspiratif tentang wudhu dari pengalaman hidup seorang santriwati yang sakit lalu berwudhu.

Dalam kisahnya menceritakan setelah dia berwudhu perlahan merasakan tubuhnya kembali fit dan bertenaga berkat barokahnya air wudhu.

Kisah keajaiban wudhu ini dikisahkan wanita seorang mantan santriwati yang diceritakan dalam cerpen keajaiban Tuhan, barokah air wudhu, dibawah ini.

Keajaiban Tuhan, Barokah air wudhu Author: Sheila Finti R

"Aduh, mbak, gimana ini? Obatnya pun sudah habis."

Sore itu, sepulang aku sekolah madrasah, asmaku tiba-tiba kambuh. Stok obat pun sudah habis. Berhubung aku tinggal di pesantren, jadi nggak mudah bagi santri untuk keluar masuk pesantren tanpa seijin pengasuh.

Kantin pun tak ada jual obat yang biasa aku konsumsi, karena tak banyak santri yang memiliki riwayat penyakit asma sepertiku, kecuali hanya satu dua orang.

Teman-teman pun sudah berusaha melakukan pertolongan kepadaku. Sesak, sesak sekali dada ini dan seperti tiada celah untuk bernafas. Air mata tanpa sadar sudah mengalir merasakan betapa teramat sakit dada ini.

"Mbak akan ke Bu nyai, mau minta tolong buat nge-hubungi ibunya dek Shela." kata ketua kamarku yang masih bisa kudengar.

Tak lama kemudian, mbak Nofi ketua kamarku sudah kembali ke asrama dan mengatakan sebentar lagi ibu akan datang.

"Ya Allah, semoga ibu cepet datang, sesak sekali dada ini." batinku.

Nafasku mencekik, dada Semakin naik turun seolah ingin berhenti untuk bernafas. Sakit sekali dada ini ya Allah.

'Astagfirullah'

Berulang-ulang aku lafalkan istighfar memohon ampun atas segala kesalahanku. Sesak sekali rasanya. Terasa sangat pengap padahal kancing bajuku sudah di lepas oleh teman-teman ku.

Bahkan ada yang mengipas tubuhku yang sudah bercucuran keringat, ada yang memijat kedua kakiku, serta kedua tanganku.

Sejam kemudian, ibuku datang dengan membawa obat untukku. Sebelum meminum obat, aku disuapin makan oleh ibuku, tak banyak, hanya tiga sendok saja karena susah sekali untuk menelannya. Setelah makan aku langsung minum obat.

Alhamdulillah, tak sampai dua jam, sesak di dada sudah mulai berkurang. Meskipun masih sedikit sesak, syukurlah tak se-sesak tadi.

Hari sudah menjelang malam, melihat kondisiku yang sudah mulai membaik ibu pamit pulang. Walaupun berat, aku mengizinkan ibu pulang, karena sesungguhnya di saat sakit seperti ini yang paling di butuhkan adalah sosok ibu yang mampu membuat hati terasa tenang.

Selepas kepergian ibu, niatnya aku mau istirahat sebentar. Aku yang awalnya duduk sambil menyandar di tembok perlahan merebahkan tubuhku untuk istirahat. Belum sempat terpejam mata ini, tiba-tiba perutku terasa sangat mual.

Aku bangkit, tanpa pamit kepada teman-teman, aku perlahan berjalan menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perutku. Temanku yang mengerti, dia segera menyusulku dan menuntunku menuju kamar mandi.

"oeek, oeek,"

Di kamar mandi, aku tumpahkan semua isi perutku tanpa ada yang tersisa. Muntah ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.

Meskipun perut sudah kosong, tetap saja mual muntah ini terus berlanjut bahkan hingga hanya mengeluarkan cairan kuning kental yang teramat pahit di tenggorokan.

Tubuhku lemas tak bertenaga, semua tenagaku terkuras habis akibat mual muntah yang ku alami.

Sebelumnya aku tak pernah mengalami hal seperti ini ketika asmaku kambuh. Aku yang sudah tak bertenaga, akhirnya di gendong oleh beberapa temanku hingga tiba di kamar.

Beruntungnya aku memiliki teman-teman yang teramat peduli kepadaku, teramat baik kepadaku.

Setibanya di kamar, temanku yang takut aku muntah lagi, sedangkan keadaanku begitu tidak bertenaga, mereka mengambil sebuah bak di isi tanah dan di letakkan di samping bantalku, agar saat aku muntah akan mudah kata mereka.

"Terimakasih Ya Allah telah memberikan teman-teman yang teramat peduli padaku."

****

Jam satu dini hari, aku terbangun saat aku merasakan perutku kembali bergejolak. Akibat takut membuat temanku terkejut karena muntahku, aku tak mengeluarkan muntahanku pada bak yang sudah di sediakan.

Aku memilih keluar dan muntah di depan asrama. Mau ke kamar mandi aku tak berani, selain jaraknya yang agak jauh, pun aku juga seorang penakut.

Aku kembali muntah, lagi-lagi yang keluar hanyalah cairan kuning kental yang teramat pahit. Setelah ku rasa sudah tak bergejolak lagi, aku memutuskan masuk ke asrama dan hendak melanjutkan tidur.

Belum sempat membaringkan tubuhku, aku kembali keluar karena perut lagi-lagi bergejolak memaksa mengeluarkan isinya.

Berkali-kali aku keluar masuk asrama karena mual yang aku rasakan. Hingga terasa ada yang memijat tengkukku, saat aku menoleh ternyata dia mbak Eva yang mungkin terkejut karena suara muntahanku yang tak henti-hentinya.

'Ya Allah, apa yang terjadi kepadaku? Kenapa aku seperti ini ya Allah?'

Aku duduk bersandar pada tiang atap asrama. Tubuhku menggigil kedinginan, sedangkan wajahku sudah banjir keringat.

"Hayuk masuk ke dalam dek, tubuhmu dingin sekali."

"Aku nggak kuat mbak, aku dingin banget tapi juga sumuk." jawabku dengan lemah

"Mari mbak bantuin sampai kedalam."

"Aku nggak kuat berdiri mbak, aku lemes banget rasa..... oeek,"

Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, perutku kembali mual. Tak ada yang keluar, hanya air mata yang keluar dari mataku merasakan sakitnya di dada seiring tubuhku yang menggigil hebat.

"Mbak, aku nggak kuat!" seruku sambil bersandar kepada mbak Eva.

"Diam di sini dulu, ntar kalau udah mendingan baru kita masuk."

"Apa aku mau mati sekarang ya mbak? Aku sudah nggak kuat, aku ikhlas bahkan seneng kalau aku meninggal di pesantren."

"Ngomong apa kamu ini!"

Racauku dengan pikiran yang sudah melayang kemana-mana. Tubuhku tetap menggigil dengan hebatnya seiring keringat yang semakin mengucur deras di seluruh tubuhku.

"Ya Allah, apakah ini akhir hidupku?"

Pandanganku tiba-tiba tertuju pada kran air tempat untuk berwudhu. Entah kenapa aku ingin sekali berwudhu saat ini.

"Mbak, antarkan aku ke tempat berwudhu, aku ingin sekali berwudhu."

Dengan hati-hati, mbak Eva membimbingku membawa ke tempat berwudhu.

Setibanya di sana, aku mulai menghidupkan kran air, dan membaca doa berwudhu.

'Setidaknya kalau aku mau mati sekarang, aku mati dalam keadaan yang suci.'

Selesai berwudhu aku memutuskan untuk kembali keasrama.

Setelahnya, aku bisa tidur dengan nyenyak hingga tanpa sadar saat bangun di pagi hari aku merasakan tubuhku teramat sangat enteng. Nggak ada lagi rasa sesak di dada, nggak ada lagi rasa mual di perut.

Bahkan teman-teman mengatakan bahwa wajahku tampak bersinar dan terlihat begitu fresh. Aku sendiri mengakui itu, bahkan aku merasa tak pernah sakit sebelumnya.

Aku merasakan tubuhku teramat sehat dan bahkan sangat fit dan bertenaga. Beda sekali dengan keadaanku pada beberapa jam yang lalu.

'Alhamdulillah, aku sembuh. Inikah barokah dari air wudhu semalam?'

***

Ini merupakan kisah nyata yang saya sendiri alami pada lima tahun yang lalu, saat saya masih menjadi seorang santri di ponpes Nurul Mukminin.

Dan kejadian itu tepat pada malam Jum'at. Subhanallah, semoga kita bisa memetik hikmah dari kisah nyata ini.

Jember, 18 September 2021