Cerpen tema sosial masyarakat tentang fenomena bantuan dimasa pendemi
Cerpen tema sosial masyarakat adalah cerita yang menarik diangkat dari fenomena sosial bantuan pemerintah dimasa pendemi tentang kesulitan ekonomi akibat dampak Covid-19 dengan judul cerpen "Ada emas di hati Lukman".
Cerpen tema kehidupan sosial dan masyarakat ini menceritakan tentang "Lukman" kepala lingkungan yang baik kepada warganya. Adanya bantuan dari pemerintah menjadi dilema buat Lukman sebagai kepala lingkungan.
Anggaran terbatas membuat Lukman tak bisa mendata seluruh warga. Lukman menjadi korban hujatan warga yang terprovokasi
Namun Lukman terus mencari cara agar yang layak dibantu tetap menerima, caranya Lukman menyisihkan gajinya, sebagian uang belanja istrinya dan juga tabungan anaknya untuk membantu warga yang tidak terdata tersebut.
Tapi apa yang terjadi, malah apa yang dilakukannya ini menimbulkan masalah baru karena tidak sesuai prosedur. selengkapnya cerita pendek tentang kehidupan sosial dalam masyarakat tentang fenomena bantuan dimasa pandemi disimak saja berikut ini.
Cerpen: Ada Emas Di Hati Lukman Author: Zaidan Akbar
Pada tahun 2020, dunia dihadapkan dengan kondisi yang sulit. Pandemi Corona menjadi tantangan terberat bagi negara-negara di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia
Covid-19, begitulah nama virus itu biasa disebut. Merebaknya wabah ini membuat ekonomi masyarakat menjadi goyang dan tergoncang.
Untuk mengatasi situasi ini, Pemerintah menggelontorkan bantuan ke seluruh wilayah tak terkecuali wilayah di mana Lukman menetap yaitu di sebuah kelurahan kecil tempat ia tinggal.
Lukman adalah seorang Kepala Lingkungan di daerah itu. usianya belum seberapa tua. Warganya biasa memanggil Lukman dengan sebutan 'Pak Kepling'. Lukman ini Orangnya bersahaja, agamis dan dikenal ramah pada warganya.
Di suatu malam, Lukman melamun seorang diri di teras rumahnya. Saat itu tak lama setelah berbuka puasa dan menjelang masuknya waktu Isya.
Lamunan itu berisi sebuah kekhawatiran tentang pendataan penerima Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) sebagai bantuan dampak Covid-19. Lukman membayangkan data yang harus ia persiapkan adalah warga-warga yang memang jadi perioritas karena mengingat anggaran ini memang terbatas.
Sedangkan Lukman berpikir hampir empat puluh lima persen kehidupan warganya memang layak untuk dibantu tentunya jumlah itu sudah diluar warga yang mendapatkan bantuan rutin berupa Program Keluarga Harapan ( PKH ).
Masalah ini membuat Lukman dilema, sementara ia memikirkan warga yang tidak terdaftar nanti bagaimana pula nasib mereka. Begitulah pikiran Lukman dalam lamunannya itu.
"Ini Kopinya pak," kata Saidah yang merupakan istri Lukman
Sejenak lamunan Lukman pun buyar seketika itu dan tanpa berkata apa-apa, Lukman langsung meraih kopi yang disuguhkan oleh istrinya.
Melihat sang suami murung, Saidah lalu duduk di samping suaminya dan berkata. "kau ini kenapa lagi pak?"
"Aku bingung buk," keluh Lukman
"Aku harus mendata warga yang akan dapat bantuan tapi jumlahnya terbatas, kau kan tahu sendiri bahwa hampir separuh dari warga kita seharusnya memang layak dibantu sedangkan atasan memintaku hanya mendata warga yang menjadi perioritas saja," kata Lukman melanjutkan keluhannya.
"Pak, kau ikuti saja aturan yang ada, mungkin warga yang namanya tidak terdata nantinya juga dapat bantuan dari jenis yang lain" sambut istinya
"Apa mereka mau mengerti?" tanya Lukman pada Saidah
"Pak, mereka itu adalah wargamu, jika kau menjelaskan yang sebenarnya pasti mereka mau mengerti," pungkas Saidah sambil memegang bahu Lukman sebagai tanda dukungan seorang istri pada suami.
"Ya buk, aku mengerti maksudmu," ujar Lukman
Saidah hanya tersenyum dengan berdiri dari tempat duduknya sembari ia pergi berjalan menuju dapur.
Keesokan harinya, tampak orang-orang berkerumun di sebuah warung. Warga-warga melihat lembaran pengumuman yang ditempel di warung itu. Pengumuman itu memuat nama-nama yang menjadi penerima Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) sebagai dampak Covid-19.
Sebagian Warga yang namanya ada di lembaran itu terlihat senang sedangkan Warga yang namanya tak tercantum di situ mulai grasak-grusuk dan terdengar berbagai komentar dari bibir mereka.
Melihat itu Salim langsung datang di tengah kerumunan dan mulai memprovokasi warga. Salim mengatakan bahwa Lukman adalah Kepling yang tidak becus dan pilih kasih dalam melakukan pendataan. Salim berkata begitu memang bertujuan untuk menjatuhkan Lukman.
Salim merupakan seorang juragan minyak di lingkungan mereka. Salim adalah orang paling kaya di daerah itu. Ia menjalankan Usaha minyak sebagai warisan dari kedua orangtuanya.
Salim memang membenci Lukman sejak dua belas tahun yang lalu. Saat itu Salim masih pemuda. Hal ini berawal dari Saidah yang menolak pinangan Salim ketika itu.
Saidah lebih memilih hidup bersama Lukman yang apa adanya. Padahal sudah lama Salim bermimpi untuk bisa mempersunting Saidah yang terkenal cantik dan rupawan. Ternyata Luka hati Salim berbuah dendam hingga kini.
Pada malam harinya, terdengar seorang pria berteriak memanggil Lukman sambil mengetuk pintu dengan keras.
Setelah pintu dibuka, ternyata yang datang seorang laki-laki berbadan tegap. Namanya Badar. Badar ini seorang yang bekerja untuk Salim sebagai kuli pengangkut minyak. Kali ini Badar datang ke rumah Lukman bersama beberapa orang warga.
"Ada apa ini pak Badar, kenapa rame begini?" tanya Lukman dengan bingung.
"Lukman, kau ini Kepling tak becus, kau pilih kasih dalam mendata kami," bentak Badar sambil menunjuk-nunjuk wajah Lukman.
"Pak Badar adalah penerima PKH, makanya nama pak Badar tak masuk dalam daftar ini." Lukman mencoba menjelaskan.
"Aahhh! semua itu akal-akalanmu saja, aku tahu kau memang munafik." Terdengar suara Badar yang lantang berteriak
Kemudian seorang wanita menyahut dari belakang Badar. "keluargaku juga tak dapat PKH, mengapa nama kami tak ada dalam daftar itu"
"Nah! Itulah tandanya Si Lukman ini Kepling yang tak adil, Kau Kepling curang, Lukman," sergah Badar ke wajah Lukman hingga tercium bau alkohol dari mulut Badar, rupanya Badar sedang dalam keadaan mabuk.
Lalu orang-orang bersama Badar bersorak dengan mengatakan Lukman adalah Kepling curang. Sorakan itu terdengar hingar-bingar dari rumah Lukman.
Lukman tak bisa menjelaskan apa-apa lagi. Ia terpojok di tengah ributnya suara sorakan orang-orang yang datang ke rumahnya malam ini sampai orang-orang yang marah itu pergi meninggalkan rumahnya dengan rasa kesal.
Sementara itu, dari depan pintu kamar, Saidah dan anak semata wayangnya, Reni sang bocah perempuan berusia sepuluh tahun. Mereka menyaksikan Lukman dicaci maki, dimarahi dan dibentak-bentak oleh Badar dan sejumlah warga yang dibawanya.
Air mata Saidah jatuh berderai melihat pemandangan yang menyayat hati itu. Berbagai kata-kata buruk dilontarkan Badar kepada Lukman, suami tercintanya.
Lukman masuk kedalam rumah dan langsung menyandarkan tubuhnya ke dinding kamar tidur serta wajahnya tampak begitu murung sekali.
"Ibu, kenapa ayah dimarahi oleh orang-orang itu?" tanya Reni dengan polos.
Saidah menghela napas panjang lalu berkata pada anaknya. "nak, ayahmu tidak dimarahi oleh mereka, mereka sekedar ingin meminta penjelasan dari ayah, hanya saja cara mereka memang sedikit kasar."
"Pergilah tidur, agar nanti Reni gampang dibangunin saat makan sahur, besok kan Reni mau puasa." Saidah menyuruh anak kesayangannya itu tidur. lalu Reni masuk ke kamar tidurnya.
Kemudian Saidah hanya menatap Lukman yang sedang menyandarkan dirinya itu dan berucap. "pak, tidurlah kau terlihat sangat capek."
Lukman menoleh istrinya tanpa berkata sedikitpun. Ia hanya menganggukkan wajahnya.
Setelah kejadian malam itu, maka hampir setiap malam rumah Lukman didatangi oleh warga dan mencerca Lukman dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Lukman terus terpojok.
Bukan hanya Lukman yang menanggungnya, tetapi juga Saidah dan Reni. Tak jarang Saidah menjadi gunjingan oleh Ibu-Ibu di situ. Terkadang apa yang mereka bicarakan terdengar jelas di telinga Saidah, namun sebagai seorang istri Saidah harus tetap tegar.
Bahkan Reni juga terkena imbasnya, kerap sekali Reni pulang sambil menangis karena diejek oleh teman-temannya. Reni dijuluki 'Anak Si Kepling Curang'. Bocah sepuluh tahunan itu hanya bisa menangis dan kini Reni Kehilangan beberapa kawanya karena ada beberapa teman Reni yang menjauhinya.
Penderitan keluarga Lukman ini cukup membuat Salim dan Badar merasa sangat senang dan mereka tertawa terbahak-bahak sambil memperolok-olok Lukman saat Lukman melintas di hadapan mereka, sementara Lukman hanya diam saja melihat perlakukan Salim dan Badar itu.
Melihat keadaan ini, terlintas dalam pikiran Lukman untuk mengundurkan diri saja sebagai Kepling. Ini semua ia lakukan demi anaknya yang setiap hari terlihat semakin merasa tertekan mentalnya.
Namun di sisi lain, Lukman berpikir jika dirinya mengundurkan diri saat ini, itu berarti ia lari dari tanggungjawab. Oleh karena itu Lukman menunggu semua permasalahan selesai baru ia mengundurkan diri sebagai Kepling. Begitulah yang ada dalam pikiran Lukman.
Hari berganti hari hingga sampai pada suatu ketika dimana Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) itu dikucurkan. Orang-orang berdatangan ke kantor pos untuk mencairkan BLT itu. Warga yang menerima bantuan itu sangat senang, sumringah wajahnya dan terlihat gembira.
Sementara honor Kepling Lukman juga dicairkan pada saat yang sama. Di rumah, Lukman mendata kembali warga-warga yang tidak terdaftar sebagai penerima bantuan namun diperkirakan layak untuk dibantu.
Kemudian setelah Lukman mengkalkulasikannya, maka Lukman menyisihkan uang gajinya dan sedikit tabungan Lukman untuk membantu warga tersebut.
Ternyata anak dan istrinya mendukung keputusan Lukman itu. Saidah ikut membantu dengan memberikan sedikit uang dari sisa belanja yang Saidah simpan selama ini.
"Aku juga punya sedikit tabungan, ayah," kata Reni saat melihat kedua orangtuanya mengumpulkan uang mereka.
Reni sebetulnya tak mengerti mengapa ayahnya melakukan itu, namun Reni hanya tak ingin ayahnya selalu dimarahi oleh orang-orang. Sekedar itu yang bisa dipahami oleh anak sesusia Reni.
Setelah uang-uang itu terkumpul maka Lukman membaginya kedalam beberapa amplop putih dan mengantarkannya langsung kepada warga-warga yang dimaksud.
Sebagian warga merasa heran bahwa orang yang namanya tidak terdaftar tetapi juga mendapatkan bantuan sebesar apa yang orang lain terima. Cerita ini terus meluas dari mulut ke mulut sampai kelingkungan sebelah.
Rupanya Lukman dalam menyerahkan bantuan khusus itu, Lukman tak pernah mengatakan bahwa itu adalah uang dari gaji dan tabungan sendiri, sehingga hal ini menyebabkan berita yang simpang siur di kalangan masyarakat.
Perbuatan Lukman ini tidak direspon baik oleh rekan-rekannya sesama Kepling karena di lingkungan mereka banyak warga yang menuntut kepala lingkungannya. terutama warga yang tak terdata namanya.
Tak senang dengan semua itu Salim dan Badar melancarkan isu baru bahwa selama ini Lukman telah melakukan korupsi sehingga Lukman dapat memberikan uang santunan bagi warga yang tidak terdaftar.
Namun di sela-sela fitnah yang disebar oleh Salim dan Badar. Keduanya ditangkap Polisi karena telah terbukti mengangkut minyak ilegal dan juga melakukan pengoplosan minyak yang selama ini mereka kerjakan.
Kedua pria itu harus mempertanggung jawabkan perbuatan mereka. Salim dan Badar dipenjara dalam waktu yang lama sebagai akibatnya.
Tuhan tak pernah tidur, barang kali kalimat ini benar adanya bahwa apa yang kita taman maka itu pula lah yang kita tuai.
Kejadian ini sangat memukul Salim dan Badar, terutama bagi keluarga Salim. Usahanya bangkrut dan beberapa pangkalan minyaknya disita bahkan untuk sekedar makan buat istri dan anak Salim, Keluarga Lukman lah yang menghidupi mereka.
Sedangkan istri Badar yang kini dalam kondisi hamil tua memerlukan biaya untuk persalinan. Keluarga Lukman berusaha keras membantu dana persalinan istri Badar itu.
Menurut Lukman, apa yang telah diperbuat oleh Salim dan Badar kepada keluarganya tidaklah seharusnya dibalas.
Manusia tak sepantasnya melakukan apapun sebagai bentuk pembalasan dendam karena dendam adalah api yang membakar sifat baik dalam diri manusia yang pada akhirnya akan berujung pada kerugian sendiri.
Sementara Salim dan Badar mendengar kebaikan Keluarga Lukman, terlebih lagi untuk keluarga mereka. Kebaikan Keluarga Lukman inilah yang membuat Salim dan Badar merasa sangat menyesal karena mereka telah memfitnah Lukman.
Selanjutnya Lukman telah memantapkan niatnya hendak mengundurkan diri sebagai Kepala Lingkungan. Surat pengunduran diri itu ia tulis dan disampaikannya kepada Kepala kelurahan. Lukman ingin hidup sebagai warga biasa saja.
Tapi semuanya tak sampai di situ, sesudah Lukman menyampaikan surat pengunduran diri, tiba-tiba Lukman dipanggil ke Kabupaten untuk memberikan klarifikasi tentang bantuan yang membuat heboh masyarakat itu. Atasan ingin tahu lebih jelas apa sebenarnya yang terjadi.
Beberapa rekan Kepling Lukman menilai apa yang dilakukan oleh Lukman itu non-prosedural dan telah mengangkangi instruksi atasan
Pada malam harinya Lukman dan istrinya berbicara.
"Buk, besok aku akan berangkat ke Kabupaten, diriku dapat panggilan untuk menjelaskan semuanya," ucap Lukman pada istrinya.
"Berangkatlah pak! jelaskan pada mereka sejujur-jujurnya karena berkata jujur itu jauh lebih baik," kata sang istri mendukung suaminya
"Apa aku akan ditahan buk?" tanya Lukman dengan rasa was-was
"Soal itu aku tidak tahu pak, tapi yang pasti ketika kita sudah berbuat maka kita harus siap menghadapi resikonya dan aku rasa bapak adalah orang yang bertanggung jawab." Kata-kata sang istri menguatkan semangat Lukman.
"Baiklah Buk, besok sehabis makan sahur aku akan berangkat, semoga tidak terjadi apa-apa, doakan aku ya buk!" Kata Lukman
Saidah mengangguk dan berucap. "kami menunggu bapak pulang secepatnya untuk berbuka puasa bersama aku dan Reni di rumah ini, besok akan ibu buatkan sambal tahu kesukaan bapak" kata Saidah sambil tersenyum.
Kemudian Lukman terlihat tersenyum kecil di antara rasa khawatirnya.
Keesokan harinya, sesudah makan sahur, Lukman berangkat dengan sepeda motornya. Di tengah perjalanan ia singgah ke mesjid untuk melaksanakan sholat subuh dan lalu melanjutkan perjalanan lagi.
Dalam kondisi sedang berpuasa, Lukman menempuh perjalanan yang melelahkan karena memang jarak tempat tinggal Lukman menuju kabupaten cukuplah jauh.
Setelah menempuh perjalanan berjam-jam maka Lukman pun tiba di tempat tujuan ketika itu hari masih pagi menjelang siang.
"Anda yang bernama Pak Lukman?" tanya Kepala Dinas dengan serius
"Ya pak," jawab Lukman sambil mengangguk dengan rasa ketakutan.
"Coba anda ceritakan hal yang sebenarnya-benarnya terjadi, kami mau dengar faktanya," kata Kepala Dinas kepada Lukman.
Lalu Lukman mulai bercerita sejujur-jujurnya dan sedetailnya sesuai keadaan yang sesungguhnya bahwa uang yang ia berikan buat warganya yang tidak terdata itu adalah gajinya sendiri, ditambah uang simpanan istrinya dan juga uang tabungan anaknya.
Mendengar cerita Lukman, tak terasa air mata Kepala Dinas tercurah dan membasahi pipinya. Kepala Dinas itu terharu dengan kepedulian laki-laki berhati emas ini.
"Engkau itu orang baik Lukman," ucap kepala Dinas kepadanya.
"Jadi pertahankan reputasimu, kau tak boleh mengundurkan diri, jaga terus amanah yang ada pada dirimu." Kepala Dinas itu melanjutkan ucapannya.
Namun Lukman tetap teguh pada keputusannya sendiri. Lukman tak ingin menarik pengunduran dirinya. Ia tetap ingin mengundurkan diri dan Lukman mau jadi warga biasa-biasa saja.
Sementara Kepala Dinas sangat menyayangkan keputusan Lukman yang tetap mengundurkan diri sebagai Kepling, tapi semua sudah jadi keputusan Lukman.
Selain itu Kepala Dinas suka sekali pada prilaku Lukman yang sopan dan santun. Setelah pembicaraan selesai maka akhirnya Lukman pun pamit untuk pulang.
Lukman sangat senang sekali. Rasa takutnya dipenjara tak lagi menjadi beban pikiran Lukman. Dalam kegembiraannya, Ia langsung menelpon istrinya dan berkata.
"buk, aku tidak apa-apa buk, malah Kepala Dinas memberikan apresiasi padaku"
"Alhamdulillah, syukurlah," kata Saidah lewat handphone yang digenggamnya.
"Tunggu aku pulang ya buk, kita buka puasa bareng, udah dulu ya buk, bapak mau berangkat sekarang, assalamualaikum." Lukman menutup telponnya.
Tiba-tiba dari arah kanan terlihat sebuah truk yang sempoyongan seperti hilang kendali dan langsung menabrak keras kearah kiri jalan serta menghantam apa saja yang ada di situ termasuk Lukman yang sedang duduk diam di sepeda motornya.
Akhirnya Lukman terpental jauh ke tengah jalan membuat kepala bagian belakang Lukman terhempas dengan keras hingga pecah dan berdarah. Tak lama nyawa Lukman pun berakhir mengenaskan di jalan aspal itu.
Suara sirine Ambulans melaju menuju sebuah rumah yaitu rumah Lukman. Saidah dan anaknya yang terus-menerus menangis tanpa henti sudah menunggu sejak tadi untuk menyambut kedatangan orang yang mereka cintai itu meski hanya sebuah raga tanpa nyawa lagi.
Kini yang Saidah terima hanyalah seonggok jasad suaminya yang terbujur bisu serta beberapa pakaian lebaran buat Saidah dan Reni anaknya yang sempat Lukman belikan sebagai oleh-oleh.
Sedangkan hari sudah sore menjelang berbuka puasa, maka baru besok mayat sang suami baru bisa dimakamkan.
Besok hari menjelang prosesi pemakaman maka diminta Saidah untuk menyampaikan sesuatu dan Saidah dengan tangisnya berkata.
"Bapak dan Ibu yang saya muliakan, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan Permohonan maaf dari suami saya yang sedalam-dalamnya kepada seluruh warga di lingkungan ini"
"Maaf jika apa yang dilakukan suami saya selama ini tidak bisa menyenangkan semua warga karena sebenarnya ia ingin sekali melakukan sesuatu agar semua warga dapat terbantu tapi apalah daya seorang Kepling, semua itu memang tak bisa ia lakukan."
"Sekali lagi maafkan suami saya, biarkan ia pergi dengan tenang, maaf yang Bapak dan Ibu berikan semoga bisa membantu perjalanannya untuk berada di sisi Allah yang maha Rahman.. Amin"
"Apakah Bapak dan Ibu bersedia memaafkan suami saya?" tanya Saidah dengan tangisan yang berderu."
Orang-orang yang hadir sepertinya juga bermandi air mata mendengar itu, masyarakat sebetulnya selama ini beranggapan bahwa Lukman adalah orang yang baik namun kadang mereka mudah diprovokasi.
Semua tinggal kenangan saja, Lukman akan terus ada di dalam sanubari warga dan itu tercatat dengan tinta emas dalam batin orang-orang yang pernah mengenalnya.
Setelah hari ketiga usai kematian Lukman, Saidah dan Reni memutuskan pindah ke Bandar Lampung. Mereka ingin memulai lembaran baru dan mulai dari awal lagi.
Sedangkan pada situasi saat ini keluar masuk suatu daerah tidaklah mudah, namun melalui bantuan Pemerintah Kabupaten setelah diperiksa kesehatan mereka berdua.
Akhirnya Saidah dan anaknya bisa memasuki kota Bandar Lampung. Ini semua adalah bentuk Penghargaan Pemerintah Kabupaten terhadap Almarhum Kepling berhati emas itu, Lukman
-T a m a t-
Cerita ini hanya fiktif belaka
Nama tempat, karakter dan tokoh hanya imajinasi penulis
Tentu semua orang akan merindukan sosok Lukman yang berhati emas (baik)
Pesan moral dalam cerpen tema sosial masyarakat "ada emas dihati Lukman" belajarlah menghargai kebaikan orang lain, walau hanya seorang Kepala lingkungan