Skip to main content

Cerpen menunggu di tengah ketidak pastian

Cerpen menunggu ketidakpastian adalah cerita pendek tentang penantian panjang seorang ibu dan anaknya menanti suami pulang kerja yang pergi bertahun-tahun lamanya, suaminya adalah seorang intelijen negara namun merahasikan pekerjaan kepada istri.

Bagaimana kisah dalam cerpen seorang ibu menunggu suami pulang, dalam cerpen menunggu seseorang dipublikasikan blog fiksi.

Apakah berkisah seperti cerpen aku disini menunggumu atau bercerita seperti cerpen menunggu mentari bersinar.

Untuk lebih jelasnya cerpen tentang menunggu di tengah ketidak pastian disimak saja cerpen menyayat hati prihal seorang Istri menunggu suami pulang, berikut ini

Cerpen: Menunggu di tengah ketidak pastian Author: Azizah

Aisyah menatap langit malam yang kini diselimuti gumpalan awan tebal yang berarak pelan menutupi cahaya bulan dan bintang, menatap malu-malu pada makhluk di bumi.

Pikirannya kosong, mengembara, menerka, mencari jawaban di setiap sudut malam yang mulai terlihat kelam. Bayangan pria pujaannya terus menghantui dan merasuki setiap detik waktunya.

Basith, pria tampan dengan postur tubuh tinggi khas TNI, badan atletis dan senyumnya yang sangat menawan bahkan dapat mem^bukkan.

Pria dengan prinsip hidup yang tidak bertele-tele, selalu menjunjung tinggi akidah dan moral. Dan selalu berjalan di jalan yang di Ridoi Robb-Nya.

"Sepertinya aku harus pergi, Syah." pamitnya.

"Mas, mau pergi ke mana?"

Tidak ada jawaban. Dia hanya memberi satu nasihat untuk Aiayah, 'tolong Kalau ada orang yang bertanya tentang keberadaanku, jawablah bahwa aku kerja di Jakarta jadi scurity di pabrik tekstil.'

"Kenapa, Mas meninggalkanku?" ratap Aisyah

"Aku tidak meninggalkan kamu, Syah. Aku hanya ingin mencari pekerjaan yang lain."

"Buat apa, Mas?"

"Sudahlah, Syah. Aku ingin kamu bangga punya suami seperti aku."

"Aku bangga, kok." sahut Aisyah dengan nada bicara jengkel.

"Aku akan kembali, Syah. Aku janji. Jangan khawatir, aku akan tetap menghidupi kamu dan calon anak kita. Ada sedikit tabungan di bawah lemari kamar kita, bisa kamu gunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan persalinan kamu nantinya. Aku tidak membawa hape, dan aku akan menelpon kamu dengan sim card sekali pakai. Kalau kamu kehabisan uang, di belakang bingkai foto pengantin kita ada buku tabungan atas nama kamu, yang sewaktu-waktu bisa kamu ambil. Aku pasti pulang, percayalah."

Banyak sekali yang akan di tanyakan Aisyah, tapi suaminya melarang untuk bertanya. Dan Aisyah hanya bisa meratapi nasibnya sebagai istri yang di tinggal suami pergi tanpa memberi kepastian yang jelas.

***

Tiga bulan berlalu setelah sang suami meninggalkannya, Aisyah melahirkan bayi perempuan yang cantik dan putih bersih. Bayi suci itu di berinya nama Fitri.

Fitri tumbuh menjadi balita yang cerdas dan mandiri. Dia sering menanyakan perihal ayahnya yang sudah setahun terakhir tidak pernah lagi menelponnya.

"Kenapa sih, Bu. Ayah tidak pernah pulang?"

"Ayah kamu pasti pulang. Ayah sudah berjanji pada ibu untuk pulang, Nak. Yang sabar ya..."

"Ibu selalu bilang seperti itu. Tapi mana kenyataannya? Ayah tidak Sayang sama kita."

"Ayah sayang banget sama kamu, Nak. Buktinya kalau Ayah tidak sayang, Ayah kenapa mengirim uang kamu setiap bulan? Karena Ayah tidak ingin anak dan isterinya kekurangan." nasihat Aisyah untuk anaknya.

Fitri memang masih kecil, tetapi batinnya kuat. Apalagi tentang Ayahnya, sedari lahir dia belum pernah bertemu Ayahnya.

Mungkin rasa rindu terhadap sosok Ayah yang tak pernah di lihatnya membuat dia selalu menanyakan keberadaan Ayahnya.

Aisyah sendiri juga bingung harus menjawab apa bila putrinya selalu bertanya tentang keberadaan Ayahnya. Aisyah sendiri tidak yakin bahwa suaminya benar-benar berada di Jakarta.

Kadang dia berpikir buruk tentang suaminya. Mungkin dia punya isteri lagi di sana, atau mungkin dia di penjara karena suatu kasus, dan yang terakhir di pikirkan adalah Kalau suaminya ikut ISIS.

Aisyah berusaha sabar dan tenang dalam penantian panjangnya menunggu sang pemimpin rumah tangga hadir kembali di tengah keluarga kecil mereka. Aisyah ikhlas kalau semua yang di pikirkannya benar-benar terbukti.

Malam itu hujan sangat lebat, dibarengi suara gemuruh angin ribut dari luar rumah. Menumbangkan pohon mangga yang berdiri di depan rumah Aisyah.

Aisyah buru-buru mengambil payung dan segera keluar rumah melihat keadaan. Aisyah terkejut, ada sosok pria tinggi kurus dengan kumis dan jenggot yang menutupi separuh wajahnya, pria tak di kenalnya itu meminggirkan batang pohon mangga yang nyaris ambruk di atap teras rumahnya.

"Siapa kamu?"

Pria itu menatap Aisyah lekat. Mata mereka saling beradu. Cukup lama mereka saling pandang. Aisyah mendadak lemas, pria itu langsung menangkap tubuh Aisyah yang hampir jatuh.

"Mas, Basith." Aisyah langsung limbung.

Suami isteri itu saling berpelukan di bawah guyuran hujan yang dingin. Lama mereka berpelukan, isak tangis lirih mewarnai pertemuan yang di tunggu-tunggu itu.

Keluarga kecil itu kembali berkumpul bahagia. Bahkan Aisyah tidak pernah bertanya tentang pekerjaan suaminya, yang dia tahu suaminya hanyalah tukang ojek yang di kenalnya dari dulu hingga sekarang.

Meskipun sebenarnya sang suami adalah seorang intelijen negara yang bergabung dengan kelompok teroris untuk menjadi informan rahasia Negara, menyelidiki dan membaca gerak-gerik para teroris.

Selesai