Skip to main content

Contoh cerpen kejutan ulang tahun anti mainstream

Cerpen kejutan ulang tahun anti mainstream adalah cerita ulang tahun yang menegangkan kepada seorang anak sedang berulang tahun yang di prank ayah dan Ibunya untuk memberikan sebuah surprise di hari ulang tahun anaknya.

Jika ingin membuat cerpen ulang tahun atau skenario kejutan ulang tahun untuk suami, anak, atau sahabat contoh cerpen tentang kejutan ulang tahun yang publikasikan blog fiksi ini bisa dijadikan referensi sebagai kejutan ulang tahun yang simple tapi berkesan.

Bagaimana kisah cerita dalam cerpen kejutan ulang tahun anti mainstream yang diterbitkan fiksi.puisibijak.com

Untuk lebih jelasnya contoh cerpen ulang tahun disimak saja cerpen kejutan ulang tahun untuk sahabat atau cerita surprise ulang tahun konyol dari ayah dan ibu berikut ini

Cerpen ulang tahun: Hari yang Aneh Athor: Ida Fadhillah

Aku baru saja bangun tidur, kamarku terlihat sangat gelap sekali, mungkin listrik di rumahku mati. Ini sudah pukul lima, aku harus segera sholat subuh. Air yang aku gunakan untuk wudhu terasa sangat dingin.

Sudah menjadi kebiasaanku agaknya, aku sering sakit kepala saat tubuhku diterpa udara dingin. Dan juga saat dingin aku juga lebih banyak menguap dari biasanya. Membuatku ingin langsung tidur lagi, tapi sialnya aku harus ke sekolah.

Aku lihat, ayahku berbeda hari ini. Dia terlihat sangat pendiam dan tidak ceria. Aku tidak tau apa yang menyebabkan dia begini. Bahkan aku bertanya saja dia malah menatapku kosong.

"Ayah, aku nanti bisa dijemput gak," tanyaku.

Dia hanya menatapku. Aku malah menggoyangkan tubuhnya, tapi dia tidak bergumam sekali pun. Aneh sekali dia hari ini.

Di mobil, ayahku juga tidak berbicara sama sekali. Dia bahkan tidak memakai dasinya dengan benar. Sebenarnya dia ini kenapa sih? Kenapa bisa aneh seperti ini? Sesekali dia menengok ke belakang, menatapku kosong.

Aku tidak tau maksudnya apa, bahkan berkali-kali ayaku menatap dan memperhatikanku lewat kaca di atas kepalanya itu. Dia itu terlihat seperti ingin bertanya kepadaku. Tapi tidak satupun pertanyaan dia lontarkan.

"Ayah, udah. Sekolahku kan di sini, kenapa masih belum berhenti", bahkan dia seperti lupa aku sekolah di mana.

"Aku pergi dulu, kalau bisa nanti aku ingin dijemput saja. Boleh?"

"Ah iyaya"

Mendengar dia menjawab seperti itu aku merasa dia sedang tidak baik. Mungkin dia sakit, nanti kalau pulang aku suruh dia ke dokter saja.

Saat di sekolah tepatnya jam istrahat, aku dan temanku Riki pergi bersama ke kantin. Namun anehnya, di kantin dia malah berbisik,

"Aku tadi liat ayah kau ya, aneh dia".

Aku mendengarkannya dengan seksama, lalu dia melanjutkan,

"Ayah kau itu tadi, memegang sebuah pistol di dalam mobilnya. Aku rasa kamu harus hati-hati"

"Hahaha kamu ini ada-ada aja. Setauku, ayahku itu tidak punya pistol. Bagaimana dia bisa pegang pistol, kalau pistol pun tidak punya? Haha kau ini".

Riki mendekatkan wajahnya ke telingaku dan berbicara lebih serius,

"Aku tidak bohong, saat aku berjalan di sisi mobilnya itu, aku tiba-tiba menginjak botol air mineral. Ayahmu itu menengok ke arahku, aku rasa ya dia seperti ingin menodongkan pistol itu kepadaku. Aku takut, jadi aku lari".

Mendengar cerita Riki, aku juga merasa aneh. Soalnya aku lihat, ayahku memang tampak aneh hari ini.

Apa mungkin ayahku ada masalah dengan pekerjaanya? Nantilah aku tanya ibuku. Aku hanya takut terjadi apa-apa dengan ayahku, karena ayahku itu sangat sensitif.

Aku pulang naik Go-Jek, sial banget. Ayahku tidak menjemputku. Tadinya Riki akan mengantarku pulang. Tapi aku tidak enak padanya. Soalnya, arah rumahku ke timur, sedangkan rumah dia ke barat. Aku kasihan padanya, harus bolak-balik.

Tak lama, Riki mengirimku sms. Katanya nanti sore dia akan ke rumahku, dia mau main. Aku sore ini memang santai, jadi kalau Riki mau main juga aku ada di rumah.

Setelah abang driver mengantarku ke rumah, aku tidak langsung masuk, aku duduk dulu di kursi depan rumah. Rasanya hari ini capek banget. Bahkan tubuhku terasa pegal sekali.

Aku mendengar suara keras sekali di dalam rumah, saking kerasnya mungkin sampai terdengar ke lapangan situ. Aku juga kaget, apa sih yang terjadi? Aku langsung masuk, tapi di lantai ada bercak-bercak darah merah yang masih basah.

Banyak sekali, bahkan sampai ke dapur bercaknya. Aku lihat ayahku berdiri di dapur sambil memegang pisau yang berlumuran darah. Baju warna putih yang ia kenakan juga berlumuran darah, hampir kering. Aneh sekali dia berbuat seperti itu.

Aku ketakutan, aku takut ayahku akan berbuat sesuatu yang jahat dengan pisau itu. Dan ternyata memang iya, ada sepotong lengan tergeletak di bawah kakinya.

Aku mengenal lengan itu, itu lengan ibuku. Jelas sekali, ibuku menggunakan cincin warna emas di jarinya.

Aku mematung beberapa saat di sana, aku tidak mau bersuara sama sekali. Bahkan aku menutup mulutku rapat-rapat dengan tanganku.

Dan sepertinya ayahku juga tidak menyadari aku ada di sana. Dengan cepat aku langsung masuk kamar, aku tutup dan aku kunci dengan perlahan-lahan agar tidak terdengar ayahku.

"Aku jahat, maafkan aku sayang. Aku tak tau harus berbuat apa. Kenapa aku membunuhmu?"

Terdengar suara tangisan ayahku dari luar kamar.

Aku ini bodoh sekali. Bagaimana bisa aku membiarkan ibuku dibunuhnya? Dan bagaimana bisa aku bersembunyi di sini saat lengan ibuku terpotong di sana? Ya Tuhan, aku binggung sekali dengan keadaan seperti ini. Aku berharap Riki cepat datang dan menolongku.

Riki memang datang, dia mengetuk pintu dan memanggil namaku. Kalau aku yang buka pintu, nanti ayahku akan berbuat apa denganku? Apakah ia akan membunuhku dengan pisau itu di tangannya?

Aku benar-benar bingung dan hampir tidak bisa membaca situasi ini. Clekk.. pintu depan terbuka, aku tidak tau apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi.

Aku berharap itu baik-baik saja. Tapi, itu semua tidak baik-baik saja. Aku dengar Riki berteriak, "Aaaaaa, uhhh", dia seperti merasakan sakit ketika berteriak seperti itu.

Disaat itu aku makin tidak karuan. Aku makin takut, dan sangat khawatir tentang situasi ini. Berkali-kali aku mencoba menenangkan diri, tetap tidak bisa.

Kemudian terlintas di pikiranku untuk keluar dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Dengan tekad yang kuat, aku keluar. Ya Tuhan, darah di lantai semakin banyak. Bahkan terdapat cipratan darah di gorden jendela.

"Apa yang aku lakukan? Apa yang terjadi dengan Riki, Ibu?" aku tidak tau apa yang harus aku lakukan.

Aku mendengar suara air kran di kamar mandi. Dan aku dengar suara langkah kaki yang terdengar seperti langkah kaki seorang pembunuh.

Bayangan itu, iya bayangan di dapur. Bayangan seorang laki-laki yang sedang membungkuk, aku lihat dengan jelas bayangan pisau di tangannya seakan sedang merobek dan menggilas sesuatu. Aku sadar bahwa itu adalah leher manusia. Leher siapa itu?

Aku hampir tidak bisa berfikir jernih. Mungkin hanya satu cara yang dapat aku lakukan. Aku keluar dan mencari pertolongan di luar sana. Aku bisa berteriak sejadi-jadinya di luar, mungkin akan lebih banyak orang yang menolongku. Aku raih gagang pintu itu, kubuka dengan perlahan pintu di depanku. Clek ... clekk ... celkk ..., aduh parah. Ini terkunci.

Dan kuncinya tidak tau di mana. Jika keluar lewat jendela, itu tidak akan mungkin, karena jendela di rumahku semuanya ada besinya. Ya tuhan, ini bagaimana. Aku berkali-kali membaca surat-surat pendek serta ayat kursi untuk menenangkan diriku. Tapi sayang, itu malah membuatku terlihat tidak berdaya di rumah ini.

Aku menggigil, kepalaku sakit, air mataku menetes. Dan aku sangat pasrah. Aku pasrah jika harus mati di rumah ini, mati karena dibunuh ayah sendiri.

Aku semakin tidak terkontrol ketika bayangan itu berdiri dan menggerak-gerakan pisau itu. Inginku berteriak keras di situasi ini, tapi aku terlalu lemas. Sampai aku tidak bertenaga lagi untuk menahan tubuhku agar tetap berdiri.

Tubuhku jatuh ke lantai dengan posisi menyender pintu. Aku tau, ayahku sudah menyadari aku di situ. Dan niat jahatnya yang ingin menghabisi nyawaku. Aku pasrah saja dengan apa yang akan terjadi. Yang pasti, terima kasih Ya Allah atas hidupku selama 17 tahun ini. Aku bersyukur bisa merasakan kebahagiaan selama hidupku ini.

Ayahku berdiri di depan pintu itu, memegang sebuah pisau berlumuran darah segar. Berdiri aneh, menatapku kosong. Wajahnya terlihat pucat, matanya juga terlihat lelah.

Aku sudah tidak tau lagi apa yang harus aku lakukan, selain pasrah dengan nasib ini. Dia berjalan perlahan mendekatiku, sambil menggeleng-gelengkan lehernya, mungkin dia pegal.

Dia juga sesekali menggigit kuku-kuku jarinya yang panjang, jika kuku itu potong, maka ayahku akan meludahkannya. Jijik sekali aku melihatnya. Tubuh berlumuran darah, dan berbau amis.

"Ayah, apa yang akan kau lakukan? Apa yang sudah kau lakukan dengan Ibu dan temanku?", aku tidak tau lagi harus apa saat ini.

Aku lihat, ayahku menyeringai, menodongkan pisau itu kepadaku. Dia senyum, memperlihatkan giginya yang agak kuning. Aku hanya memejamkan mataku, menandakan aku sudah pasrah dengan yang terjadi nanti padaku.

Singkat sekali, dia sudah berada di depanku. Mendekatkan pisau itu ke perutku, aku meneteskan air mata. Mungkin ini air mata terakhirku, aku sudah yakin itu.

Sekkk ... pisau itu sudah terjun ke kulit perutku. Tapi, apa-apaan ini? Kenapa pisau ini berbeda? Bahkan perutku tidak sobek saat dikenai pisau ini.

Aku lebih merasa, ini semacam plastik dan bukan pisau sungguhan. Dan juga benar-benar tumpul. Jika ini pisau sungguhan dan tajam yang terbuat dari besi, mungkin perutku sudah terkoyak dan sobek. Dan aku mati.

Tapi ini tidak sama sekali. Aku masih bernafas, tidak ada rasa sakit di perutku, dan aku masih merasakan keutuhan perutku ini. Tidak apa-apa sama sekali.

Kemudian aku buka mataku perlahan, aku lihat serangkain gigi di depan mataku, lama sekali gigi itu menunjukan kekuningannya di depan mataku.

Ada apa lagi ini? Apa ayahku ini sebenarnya monster? Yang menggunakan giginya untuk menyerang mangsa? Mungkin dia akan menggigit leherku. Lalu aku menjadi makhluk seperti dia. Aaaaaaa, tidak mungkin.

Lalu terdengar suara cekikikan, seperti suara kuda yang muncul dari monster di depanku. Oh dia tertawa, bahkan aku sampai merinding mendengarnya.

Aku lihat tatapan matanya, itu tatapan orang jahil yang sering menjahili orang. Aku tau apa yang akan monster itu lakukan. Dia menertawaiku, lalu nanti mengigitku dan memakanku. Oh, apa aku harus mati seperti ini? Tapi monster di depanku itu bisa berbicara, dia berbicara cukup jelas,

"Kamu ya, selamat ulang tahun".

Mendengarnya aku rasa ingin buang air di tempat, tubuhku seakan lemas dan kehilangan ototnya. Bahkan tulang punggungku serasa sudah tidak ada lagi. Aku sudah tidak mau hidup lagi ketika mendengar dia berbicara seperti itu.

Kemudian aku melihat dua orang laki-laki dan perempuan membawa kue ulang tahun sambil menyanyikan sebuah lagu yang sudah sangat familiar sekali.

"Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday happy birthday happy birthday to you".

Suaranya sangat aku kenal, dia Riki dan Ibuku. Dan aku sadar warna merah di lantai itu sebenarnya bukan darah, tapi saus tomat. Aku bisa tau, karena tanganku mengenainya.

Dan aku sadar juga, monster di depanku itu adalah manusia gila yang membuatku akan pingsan. Dua orang di sana yang sedang bernyanyi dan membawa kue ulang tahun adalah manusia yang entah dari mana asalnya, mungkin mereka berdua itu makhluk gaib yang membuatku seakan mau ngompol dan berak ditempat.

"Selamat ulang tahun bro, akhirnya sukses juga ngerjain kau nih",

Suara menyebalkan itu muncul dari anak laki-laki sial yang tersenyum kepadaku. Dia berdiri di sana penuh bangga. Ingin aku membunuhnya saat itu juga.

Dan monster di depanku, memberikan sebuah kotak kepadaku,

"Selamat ulang tahun juga ya, haha maafin ayah ya nak. Ayah mengejutkanmu terlalu berlebihan. Hahaha", katanya.

Wah, seketika makhluk-makhluk menyedihkan itu tertawa semua. Kalau aku punya sniper, aku akan menembak yang paling besar, dia monster di depanku.

Sungguh, aku sungguh kesal sekali hari ini. Bahwa semua yang terjadi hari ini, ketakutanku, keanehanku, ke sialanku, itu semua akal-akalan mereka.

Entah mengapa mereka bisa melakukan kejutan sehebat ini. Ide siapa ini sebenarnya? Tapi aku senang, mereka ingat juga ulang tahunku. Aku bahkan tidak ingat sama sekali ulang tahunku hari ini.

"Eyh kalian itu memang benar-benar ya, benar-benar bikin kesel tau. Aku sudah pasrah mati padahal," kataku pada mereka.

"Lengan buntung itu hanya terbuat dari kardus yang dicat. Dan Ayah hari ini aneh, karena ingin membuatmu lebih terasa saja feel nya. Haha asik lah," ucap Ayah

"Semua ini ide aku dan ayahmu loh, Ibumu hanya bertugas mengoles saus tomat dan memberi warna merah dengan pewarna di baju ayah kau ini. Tapi, kau bisa setakut ini bagaimana? Itu semua karena sangat terlihat nyata ya? Hehe", mendengar Riki bilang gini aku jadi tertawa.

Aku berterima kasih pada mereka telah memberikan kejutan segila ini. Bahkan sampai aku merasa ini juga tampak nyata dan asli. Dari Riki yang berteriak, saus tomat yang seperti darah, lengan itu, prilaku ayah.

Waduh, sangat berhasil membuatku agak terkejut.

~ T H E E N D ~