Peradaban Suku Bugis Makassar Ditemukan Dalam Lukisan Kuno Australia
Peradaban Suku Bugis Makassar Ditemukan Dalam Lukisan Kuno Australia. Gambar atau lukisan perahu phinisi Makassar ditemukan dalam sebuah lukisan kuno batu cadas di Australia Utara menunjukkan interaksi Suku pribumi Aborigin dengan pelaut Bugis Makassar sudah lama berlangsung.
Suku Aborigin merupakan penduduk asli benua Australia diperkirakan sudah melakukan interaksi kebudayaan dengan orang Bugis Makassar pada masa lampau. Hal tersebut nampak jelas dari hasil lukisan cadas yang ditemukan oleh para peneliti Queensland Australia.
Lukisan kuno yang ditemukan itu bisa jadi dapat mengubah referensi sejarah nasional Australia yang selama ini banyak mengacu pada keberhasilan misi ekspansi bangsa barat. Peradaban Suku Aborigin sebelumnya dianggap terisolasi dan tertutup dari kebudayaan luar sebelum pendatang kulit putih mendiami benua tersebut.
Lukisan kuno tersebut menggambarkan bahwa penduduk asli di utara Australia ini ternyata telah berhubungan dengan peradaban luar yakni orang Bugis Makassar ratusan tahun lebih dulu daripada orang-orang Eropa yang datang sekitar tahun 1700-an.
Melalui uraian lukisan itu pula, orang-orang Aborigin diperkirakan telah berlayar ke Makassar untuk melihat kebesaran kerajaan Makasar yang ada pada waktu itu. Ini dapat dilihat dari lukisan monyet di atas pohon yang hanya dapat dilihat di Pulau Sulawesi.
Gambar rumah-rumah adat Makassar dan perahu phinisi juga tampak di antara ribuan lukisan cadas yang dinding gua dan batuan yang tersebar di kawasan adat Aborigin, Arnhem Land.
Lukisan lain menggambarkan tentara-tentara perang dunia II, satwa yang kini telah punah, termasuk barang-barang modern seperti sepeda, pesawat, dan mobil. Lukisan-lukisan tersebut berusia antara 15.000 tahun hingga 50 tahun.
“Satu kawasan yang sebelumnya belum pernah didokumentasikan ini merupakan situs lukisan paling besar di Australia,” ujar Paul Tacon, profesor antropologi dari Universitas Griffith, Queensland, Australia.
Situs yang disebut Djulirri itu dilaporkan pertama kali tahun 1970-an oleh pakar batuan George Chaloupka namun belum pernah diteliti. Paul Tacon kemudian melakukan ekspedisi penelitian ke wilayah tersebut pada bulan Agustus 2008 bersama tetua Suku Aborigin, Ronald Lamilami.
Suku Aborigin dikenal sangat kental dengan budaya lisan. Mereka gemar menyampaikan pesan melalui gambar di batuan cadas untuk menyampaikan gambaran kehidupan sehari-hari kepada generasi mereka.
Kebiasaan tersebut dilakukan secara turun-temurun dan tekniknya terus berubah dari generasi ke generasi. Pada beberapa situs, ada lukisan sampai 17 lapisan. Saat ini, hanya orang-orang tua yang memiliki hak menggambar di cadas.