Sejarah perahu sandeq dan pelaut suku mandar di sulawesi selatan
Sejarah lopi Sandeq dan Pelaut Suku Mandar di sulawesi selatan. Dalam melaut, para pelaut Suku Mandar punya keyakinan bahwa, sandeq perahu tercepat nusantarapunya dengan semboyan: dotta lele ruppu dari na lele di lolangang, lebih baik hancur perahu daripada mundur dalam pelayaran.
Maka tak heran jika para pelaut Suku Mandar punya keberanian yang luar biasa dalam melaut. Keberanian itu tergambar dari bentuk sandeq, perahu khas Suku Mandar.
Bentuk perahu Sandeq sangat mungil. Panjangnya hanya tujuh meter; lebarnya satu meter. Lebih besar layarnya yang membentang hingga 15 meter di atas tiang setinggi 20 meter mungkin dengan keadaan seperti ini merekan yakin sandeq perahu tercepat nusantara.
Dengan bentuk yang seperti itu tentu bisa dipahami bahwa gerakan sandeq sangat dipengaruhi kemampuan para passandeq (pengendali sandeq) mengendalikan layar dari pengaruh angin laut dan hantaman ombak
Sandeq biasanya diisi oleh empat passandeq: satu sebagai juru kemudi, satu pengendali layar, dan dua penyeimbang di setiap ujung sandeq. Keempatnya berlayar menantang maut, tanpa pengaman dan pelampung. Para passandeq itu tak takut.
Bagi mereka, laut sama ramahnya dengan darat. Sekali lagi: lebih baik hancur perahu daripada mundur dalam pelayaran.
Kata sandeq sendiri berarti menunjuk, mengacu pada bagian ujung dari perahu. Dalam pemahaman tradisional Suku Mandar, perlu upacara khusus sebelum melepas Sandeq ke lautan.
Seiring modernisasi, keberadaan sandeq di lautan sudah langka. Para pelaut (nelayan) sudah menggantikannya dengan perahu motor yang lebih cepat. mealebih kecepatan lopi sandeq atau perahu sandeq mandar.
Demikianlah tentang sejarah lopi Sandeq dan Pelaut Suku Mandar di sulawesi selatan, semoga bermanfaat untuk mengenal searah dan budaya yang ada di Indonesia.