Skip to main content

Sejarah Kahar Muzakkar, Ironi Sang Patriot Bagian III

Sejarah Kahar Muzakkar, Ironi Sang Patriot Bagian III. Sudah Baca Artikel tentang sejarah kahar muzakkar dan tujuan pemberontakan kahar Muzakkar, kisah Kahar Muzakkar bagian pertama dan yang kedua, jika sudah.

Berikut ini adalah kisah sejarah kahar muzakar yang ketiga yang dikutip dari internet tentunya yuk kita simak saja dibawah ini.

Surat untuk Soekarno.

Ia berharap Soekarno mengawal Indonesia menjadi sebuah negara berdasarkan Islam, yang akan mengantarkannya pada kebesaran. Hal itu tercermin dari sepenggal surat yang dikirimnya dan ditolak oleh Soekarno.

Dan, bagaimanakah konsep negara demokrasi Kahar Muzakkar? Baginya, demokrasi sejati digariskan Tuhan dalam Al-Quran yang menyatakan bahwa sebenarnya kedaulatan dan kekuasaan itu mutlak ada pada Tuhan.

Arti kedaulatan dan arti kekuasaan atas segala segi hidup manusia, ialah kedaulatan Hukum Tuhan atas kehidupan manusia. Sehingga, menurut Kahar, tidak dibenarkan apabila seorang manusia menyatakan segala yang terjadi atas kuasa, kehendak, dan kedaulatannya.

Lebih lanjut, menurutnya manusia (dalam hal ini rakyat) hanya ditakdirkan untuk memegang amanah Sang Pencipta. Sehingga, rakyat membentuk segala badan kekuasaan pemerintah, sistem perundang-undangan, dan rakyat dapat memilih ataupun memecat pejabat pemerintah tanpa pandang bulu.

Seperti yang telah dipaparkan di atas, menurut cita-cita Kahar, sistem pemerintahan yang baik adalah sistem presidensial. Dan, ia ingin pembagian yang adil untuk negara-negara bagian dalam hal pemerintahan.

Dan, tentu saja mengadopsi prinsip kerakyatan dalam batas kedaulatan Hukum Tuhan dengan menetapkan segala sesuatunya dengan musyawarah melalui Dewan Perwakilan Rakyat.

Tetapi, ia tidak menghendaki adanya partai politik (parpol). Ia berpendapat bahwa parpol merupakan perusak idealisme. Ia juga tidak menginginkan organisasi massa yang dapat mempengaruhi hukum negara.

Menurutnya, lebih baik apabila lembaga-lembaga itu berada dalam sistem kenegaraan atau kemasyarakatan yang langsung dilakukan pemerintah bersama badan pemusyawaratan rakyat.

Sebenarnya, gagasan besar yang dapat kita pahami dari Kahar Muzakkar adalah bagaimana ia menemukan konsep pembentukan negara federal.

Menurutnya, terdapat tiga jalan untuk membentuk negara federal.

  1. Pertama, menurut administrative indeling sewaktu masa penjajahan Belanda dengan memasukkan daerah tingkat provinsi di Jawa dan daerah residensi di luar Jawa menjadi Negara bagian.
  2. Kedua, memasukkan suku-suku besar seperti Jawa, Madura, Pasundan, Aceh, Minangkabau dan lainnya menjadi Negara bagian.
  3. Ketiga, daerah-daerah suku bangsa yang kecil di luar Jawa, ditambah dengan penduduk yang dimigrasikan dari pulau Jawa dapat disatukan menjadi negara bagian.

Pembagian tersebut menurut Kahar harus didasarkan pada yuridis-historis batas daerah, sejarah hidup dan yang terpenting keinginan bersama.

Itulah pemikirannya yang kita dapat nilai sangat maju. Gagasan-gagasan dan konsepnya dalam membentuk Negara dituangkan dalam 20 buku bertemakan politik, Islam, dan ketatanegaraan.

Buku-bukunya yang terkenal adalah Konsepsi Negara Demokrasi Indonesia, Revolusi Ketatanegaraan Indonesia Menuju Persaudaraan Manusia, dan Tjatatan Bathin.

Patriot Dengan Keluarga Besar

Di tengah kehidupannya sebagai pejuang yang “mengungsi” ke hutan, Kahar memiliki kisah cinta yang terbilang banyak. Mungkin, pernikahan juga menjadi bagian tak terlepaskan dari perjuangan seorang Kahar Muzakar. Ia ternyata juga membutuhkan kasih sayang dan pendamping. Ia tetap manusia biasa. Lelaki yang penuh hasrat untuk mencinta.

Walaupun, beberapa pernikahannya dilandasi kepentingan perjuangan. Secara keseluruhan, Kahar tercatat memiliki sembilan istri (tentu saja tidak sekaligus, karena Islam hanya membolehkan poligami dengan batasan maksimal 4), dan 15 anak.

Fakta sebenarnya, di balik paras yang keras, Kahar memiliki perhatian dan cara menyayangi yang lembut. Sebutlah Susana Corry Van Stenus, yang kerap dipanggil Corry.

Istri kedua Kahar yang dinikahinya tahun 1947. Terhadap Corry, Kahar menyimpan perasaannya yang terdalam. Sebagai istri Corry memang terlampau sabar dan baik. Ia rela menemani Kahar hidup di hutan dan terasing dari peradaban luar.

Bahkan, ia mengizinkan Kahar menikah berkali-kali. Sepertinya Corry paham, maksud dan kepentingan suaminya itu. Setelah istri pertama Kahar, Siti Walinah diceraikan, Kahar menikahi Corry bermaksud mengislamkan dan mengajaknya ikut berjuang. Siti Walinah ketika itu menolak berjuang di Sulawesi.

Dalam perantauannya kemudian Kahar menikahi Siti Hami, saat itu Kahar berusia 60 tahun. Kahar berharap istrinya ini dapat membantu membiayai perjuangannya. Memang Siti Hami cukup kaya karena menjadi juragan Kopra dengan kebunnya yang sangat luas.

Siti Habibah, Istri Kahar lainnya, adalah janda panglimanya yang gugur dalam pertempuran. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga bakti panglimanya. Kahar juga pernah menikahi salah satu istrinya sebagai simbol pendobrakannya pada nilai-nilai feodalisme.

Di masa itu wanita bangsawan hanya ingin menikah dengan pria bangsawan. Walau bukan berasal dari kelompok bangsawan, Kahar sangat dihormati dan penuh daya pikat, sehingga banyak wanita bangsawan menawarkan diri untuk dinikahi. Wanita terakhir yang dinikahinya bernama Daya. Gadis 15 tahun keturunan suku Marunene, suku yang biasa dijadikan budak oleh bangsawan Bugis. Gadis itu dinikahinya atas dasar belas kasih.


Kematian Sang Panglima Kahar Muzakkar

Pemberontakan Kahar berlangsung selama kurang lebih 15 tahun. Gerakan Kahar ini memang menjadi rentetan historis yang dikenal masyarakat Sulawesi Selatan, daerah yang menganut paham Islam syariah.

Bagi masyarakat Sulawesi Selatan, ia tetap pejuang. Ia terkenang dengan sikapnya yang sederhana dan tegas dalam mengambil tindakan. Perannya untuk masyarakat Sulawesi, Kahar mampu mengedepankan penyelesaian mufakat untuk pertentangan masyarakat dan sengketa kekerabatan. Sehingga ia menjadi tokoh yang dihormati, dikagumi, sekaligus diminati para kaum hawa.

Perjuangan Kahar berakhir dalam Operasi Tumpas TNI. Kahar Muzakar tewas tanggal 3 Februari 1965. Ia ditembak mati Kopral Dua Sadeli, anggota Batalyon Kujang 330/Siliwangi, di tepi Sungai Lasalo, Sulawesi Tenggara.

Ia tertembak tiga peluru pun terlontar menembus dada tepat pada waktu 06.05 WIB. Kematian Kahar menimbulkan kontroversi selama puluhan tahun. Sebab, banyak anak buah dan pendukung Kahar yakin, yang ditembak oleh Ili Sadeli bukanlah Kahar yang sebenarnya.

Menurut mereka, Kahar pemimpinnya, telah lenyap menyembunyikan diri. Kematiannya menjadi misteri. Tidak ada bekas peninggalannya, bahkan makamnya pun tidak ditemukan. Jenderal (Purn) M. Jusuf yang kala itu bertanggung jawab akan misi ini pun menyembunyikan kematian pemimpin Islam ini hingga akhir hayatnya.

Kini, Abdul Kahar Muzakkar hanya dianggap sebagai pemimpin yang keras, tendensius, radikal dan menghancurkan nama Islam. Padahal, yang patut dikagumi dari Kahar adalah sikap idealismenya untuk melawan sistem “bobrok” Soekarno kala itu.

Ia rela melepaskan pangkat dan martabat untuk berjuang demi prinsipnya. Ia bersikukuh tidak mau tunduk pada kekuasaan Soekarno hingga mati. Ini adalah pelajaran berharga bagi kaum muda yang ingin menegakkan idealisme.

Sebagian orang bahkan percaya bahwa Abdul Kahar Muzakkar sebenarnya tidak meninggal pada tanggal 3 Februari 1965.

Pada waktu itu beliau berhasil lolos dan menghilang, kemudian berganti nama menjadi Syamsuri Abdul Madjid alias Syekh Imam Muhammad Al Mahdi Abdullah, Pengasuh Pondok Pesantren An Nadzir, Dumai, yang meninggal pada tanngal 5 Agustus 2006. Pemberontakan Abdul Kahar Muzakkar sendiri terkenal dengan Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) 1950-1965.


Susana Corry Van Stenus (mami cory) Meninggal di Cinere

Corry yang akrab disapa Mami meninggal di kediamannya di Jalan Raya Parung Bingung, Cinere, Depok, beberapa saat usai menunaikan shalat shubuh sekitar pukul 05.00 WIB. Selama hayatnya, Mami Corry setia mendampingi suaminya Kahar Muzakkar yang merupakan pimpinan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sulawesi Selatan.

Oleh para pengikut Kahar Muzakkar, si Mami dikenal sebagai Srikandi dari Sulawesi. Kahar membentuk PRRI pada tahun 1950 karena ketidakpuasan kepada pemerintah pusat.

Pemberontakan yang terjadi dimana-mana menyusul kesenjangan yang sangat mencolok antara pusat dengan daerah.

Tidak saja Kahar, saat itu pun meletus pemberontakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DII/TII) pimpinan SM Kartosuwiryo, di Jawa Barat.

Pemberontakan Kahar Muzakkar dan Kartosuwiryo berakhir dengan kematian. Kahar ditembak pasukan Siliwangi di hutan Sulawesi Selatan pada 3 Februari 1965. Sedangkan pasukan Siliwangi menangkap Karto pada 4 Januari 1962 dan menembaknya hingga mati pada 16 Agustus 1962 di Ancol


15 Tahun Corry Dampingi Kahar di Hutan Sulawesi

Sabtu, 01 April 2006, 16:23:18 WIB, Jenazah Susana Corry van Stenus dimakamkan di TPU Parung Bingung, Depok, Jawa Barat, siang tadi (Sabtu, 1/4). Istri kedua Kahar Muzakkar itu meninggal dunia usai menunaikan shalat shubuh di kediamaannya.

Corry adalah blasteran Belanda-Klaten. Dia yang kerap dipanggil si Mami menikah dengan Kahar Muzakkar tahun 1947 di kota Klaten, Jawa Tengah.

Di kota itu pula beberapa tahun sebelumnya Kahar muda yang lahir di Palopo, kota kecil di dekat Teluk Bone, Sulawesi Selatan, sempat menuntut ilmu di Madrasah Mualimin Mualimat.

Begitu menikah, dan masuk Islam, Corry memilih mengikuti kemanapun langkah Kahar Muzakkar. Tahun 1950 Kahar Muzakkar bergabung dengan Darul Islam Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Kartosuwiryo di Jawa Barat, dan mendirikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PPRI), serta mengobarkan api pemberontakan terhadap pemerintahan.


Bersama Kahar Muzakkar, Corry pun memilih masuk hutan.

Selama 15 tahun dia berjuang bersama Kahar di belantara Sulawesi. Corry memegang peranan penting selama masa gerilya itu, sebagai pemimpin Gerakan Wanita Islam (Gerwais), salah satu organisasi di bawah PRRI. Seminggu sebelum pemberontakan PRRI berakhir, menurut kabar, Kahar Muzakkar menceraikan Corry.

Dia meminta agar Corry keluar dari hutan menuju ke arah selatan. Sementara Kahar Muzakkar melanjutkan gerilya menuju tenggara. Corry dan empat anak hasil perkawinannya dengan Kahar Muzakkar mengetahui kabar kematian Kahar dari pamflet yang disebarkan pemerintah Republik Indonesia.

Selain menyampaikan kabar kematian Kahar Muzakkar, dalam pamflet yang disebarkan dari udara itu pemerintah Republik Indonesia juga meminta agar para pengikuti Kahar meletakkan senjata dan kembali ke pangkuan republik.

Dalam wasiatnya, Corry yang oleh pengikut Kahar Muzakkar dijuluki sebagai Srikandi dari Sulawesi itu meminta agar jenazahnya digotong saat menju pemakaman. Dan begitulah, puluhan orang bergantian menggotong jenazah Corry menuju tempat peristirahatan terakhir, sekitar dua kilometer dari rumahnya.

Liang lahat Corry tertutup bersamaan dengan alunan azan yang terdengar dari masjid di dekat TPU Parung Bingung.

Sumber intenet.