Sejarah Singkat Kapal Pinisi Dan Pelaut Handal Di Ujung Selatan Pulau Sulawesi
Sejarah kapal pinisi dan pelaut handal di ujung selatan pulau Sulawesi. Apa itu kapal pinisi kapal pinisi adalah kapal layar tradisional yang memiliki dua tiang yang dibuat oleh suku Bugis dan suku Makassar.
Kapal pinisi salah satu kapal kebanggaan bangsa Indonesia yang menyisakan legenda cerita sejarah pelaut Bugis Mkassar.
Cerita-cerita tentang keperkasaan para pelaut Bugis, Makassar, Mandar, dan Konjo telah menjadi buah bibir hingga ke pelosok negeri nun jauh di seberang lautan.
Keindahan dan kekokohan perahunya dalam menghadapi keganasan ombak lautan, telah melahirkan cerita-cerita kepahlawanan yang mengagumkan.
Kisah tentang perahu Phinisi dari Tanah Beru dan para pelaut dari Bira, Kabupaten Bulukumba, yang mengemudikannya, kini sudah bukan cerita asing lagi.
Namun tak banyak yang mengetahui kehebatan para pelaut dari ujung selatan Sulawesi ini dibangun dari tradisi panjang. Budaya itu didasarkan pada mitos tentang penciptaan perahu pertama oleh nenek moyang mereka.
Alkisah dalam mitologi masyarakat Tanah Beru, nenek moyang mereka menciptakan sebuah perahu yang lebih besar untuk mengarungi lautan, membawa barang-barang dagangan dan menangkap ikan. Saat perahu pertama dibuat, dilayarkanlah perahu di tengah laut.
Tapi sebuah musibah terjadi di tengah jalan. Ombak dan badai menghantam perahu dan menghancurkannya. Bagian badan perahu terdampar di Dusun Ara, layarnya mendarat di Tanjung Bira dan isinya mendarat di Tanah Lemo.
Peristiwa itu seolah menjadi pesan simbolis bagi masyarakat Desa Ara. Mereka harus mengalahkan lautan dengan kerjasama. Sejak kejadian itu, orang Ara hanya mengkhususkan diri sebagai pembuat perahu.
Orang bira yang memperoleh sisa layar perahu mengkhususkan diri belajar perbintangan dan tanda-tanda alam.
Sedangkan orang Lemo-lemo adalah pengusaha yang memodali dan menggunakan perahu tersebut. Tradisi pembagian tugas yang telah berlangsung selama bertahun-tahun itu akhirnya berujung pada pembuatan sebuah perahu kayu tradisional yang disebut Phinisi.
Kini keyakinan mistis terhadap mitologi kuno itu masih kental dalam setiap proses pembuatan Phinisi. Diawali dengan sebuah ritual kecil, perahu Phinisi dibuat setelah melalui upacara pemotongan lunas.
Upacara itu dipimpin seorang pawang perahu yang disebut Panrita Lopi. Berbagai sesaji menjadi syarat yang tak boleh ditinggalkan dalam upacara ini seperti semua jajanan harus berasa manis dan seekor ayam jago putih yang masih sehat.
Jajanan menimbulkan keinginan dari pemilik agar perahunya kelak mendatangkan keuntungan yang tinggi. Sedikit darah dari ayam jago putih ditempelkan ke lunas perahu.
Ritual itu sebagai simbol harapan agar tak ada darah tertumpah di atas perahu yang akan dibuat. Kemudian, kepala tukang memotong kedua ujung lunas dan menyerahkan kepada pemimpin pembuatan perahu.
Potongan ujung lunas depan di buang ke laut sebagai tanda agar perahu bisa menyatu dengan ombak di lautan. Sedang potongan lunas belakang di buang ke darat untuk mengingatkan agar sejauh perahu melaut maka dia harus kembali lagi dengan selamat ke daratan.
Pada bagian akhir, Panrita Lopi mengumandangkan doa-doa ke hadapan Sang Pencipta.
Bagian-bagian dari kapal phinisi :
- Anjong, segitiga di depan sebagai penyeimbang.
- Sombala alias layar utama, berukuran besar mencapai 200 m.
- Tanpasere layar kecil berbentuk segitiga ada di setiap tiang utama.
- Cocoro pantara atau layar pembantu ada di depan.
- Cocoro tangnga alias layar pembantu ada di tengah.
- Tarengke layar pembantu di belakang.
Demikianlah tentang sejarah singkat kapal pinisi dan pelaut handal di ujung selatan puisi sulawesi, dengan kapal tradisional pinisi semoga artikel sejarah ini dapat bermanfaat.