Skip to main content

Cerpen motivasi untuk keluarga baru | Bukan aku tak sayang

Berikut ini adalah cerpen motivasi untuk keluarga baru menikah, berisi cerita inspirasi kehidupan rumah tangga baru supaya tidak merepotkan orang tua.

Cerita kehidupan rumah tangga yang dipublikasikan blog fiksi ada dalam cerpern berjudul bukan akau tak sayang, untuk lebih jelasnya tentang cerita motivasi untuk pasang muda disimak saja kisah ceritanya dibawah ini.

BUKAN AKU TAK SAYANGAuthor: Sis FitRaya

"Mah aku nitip anakku di sini ya, aku mau kerja?"

Indah putriku memintaku mengasuh anaknya.

"Memang uang dari suami kamu kurang?" tanyaku.

"Ya cukup, Mah, tapi aku kan bete di rumah, stres, kalau kerja kan ada hiburan di luar, setidaknya ada teman buat cerita."

"Memangnya suami kamu ngasih ijin?" tanyaku lagi.

"Dia mah nurut apa kataku, Mah?"

Aku geleng-geleng melihat tingkahnya, semoga suaminya sabar.

"Maaf sayang, mama tidak bisa mengasuh anakmu, lebih baik kamu cari pengasuh kalau memang kamu mau kerja," jawabku.

"Kok mama gitu, nggak sayang sama aku nggak sayang sama cucu." Indah berkata seakan mau menangis.

"Indah Sayang, mama justru sangat sayang sama kmu, mama nggak mau kamu masuk neraka karena kamu berani menyuruh mama mengasuh anak kamu."

"Maksud mama apa?"

"Kamu tahu sendiri kan mama sudah tua, sudah waktunya banyak ibadah menutupi kekurangan-kekurangan ibadah mama sewaktu masih muda karena harus mengasuh dan membesarkan kalian. Masa kamu tega menyuruh mama repot lagi padahal anak-anak mama sudah pada besar?"

"Itu ibunya si Desi mau mengasuh cucunya, malah dia yang minta."

"Ibunya Desi belum tahu kalau sebenarnya dia sedang menjerumuskan anaknya ke neraka. Kalau kamu mau, ambil pengasuh biar mama bantu mengawasi saja."

"Tapi aku nggak percaya sama orang lain selain sama mama," ujar Indah lagi.

"Kalau gitu kamu nggak usah kerja, kamu nikmati peran kamu sebagai ibu, menyaksikan perkembangan anak kamu dari bayi sampai nanti bisa jalan, bisa bicara sampai sekolah, nanti aja kalau mereka sudah besar kamu baru kerja."

"Dulu mama juga kerja kan?"

"Betul, mama kerja tapi nggak nyuruh nenek mengasuh kamu, mama ambil pengasuh saat mama sama ayah kerja, selama ada orang di rumah siapa pun itu ayah atau mama kita berdua yang mengasuh."

"Jadi mama nggak mau dititipin Zia cucu mama? Sayang kan kalau bayar pengasuh mending uangnya buat mama."

"Mama nggak butuh uang kamu Indah, maaf ya Sayang, jawaban mama tetap seperti tadi."

Indah pulang, tampaknya dia kecewa dengan aku, tetapi aku tidak ingin menaruh iba kepadanya. Bukan tak sayang sama cucu atau pun nggak mau membantu anak tetapi aku hanya ingin dia bertanggung jawab atas perannya sebagai orang tua.

Biar saja dia marah, saat ini aku benar-benar ingin fokus beribadah, dulu aku terlalu sibuk membagi waktu untuk mengurus keluarga, mencari uang sampai urusan ibadahku berantakan.

Saat ini aku hanya ingin berjualan makanan dengan suamiku untuk memenuhi kebutuhan kami berdua agar tidak merepotkan anak-anakku. Ingin main dengan cucu sekali-kali saja saat kangen dengan mereka.

Seandainya memang dia terpaksa harus bekerja karena merasa kurang, dia harus bisa bekerja sama dengan suaminya, bukan denganku, membagi waktu antara pekerjaan dan keluarganya.

Biarlah aku dibilang orang tua yang pelit, orang tua yang tidak sayang sama anak dan cucu. Hanya Allah yang tahu bahwa aku sangat menyayangi mereka.

Aku tidak ingin mereka menyesal, tidak melihat perkembangan anak-anaknya setiap waktu, karena sesungguhnya anak-anak hanya membutuhkan kita hanya saat masih kecil.

Setelah besar mereka sudah punya dunia sendiri, punya teman, lingkungan yang membuat dia tidak terlalu membutuhkan kehadiran orang tua.

Sebenarnya hanya butuh bersabar menghadapi anak-anak yang masih kecil, bukan melimpahkan tanggung jawab ke orang lain hanya karena tidak mau ribet.

Bersyukurlah jika seorang istri mempunyai suami yang mapan jadi tidak harus membantu bekerja bisa fokus mengurus anak-anaknya.

Tetapi jika terpaksa harus bekerja membantu suami, hendaklah bekerja sama dengan suami dalam mengasuh anak, sekalipun punya pengasuh kita tetap tidak lepas kontrol.

Aku tidak ingin menjadi pembantu yang melahirkan tuan.

***

Sebulan kemudian Indah datang lagi.

"Mah, makasih yah udah mengingatkan Indah untuk tidak menjadi anak yang zolim sama mama. Aku dapet pengasuh buat Zia kebetulan dia juga butuh kerja buat biaya anak-anaknya, keluarganya baik, Indah atau mas Ilham yang pulang kerja duluan yang jemput Zia pulang."

"Alhamdulillah."

Lega rasanya, aku tidak ingin terlalu ikut campur masalah anak-anakku, kenapa Indah harus bekerja, hanya mereka yang tahu kondisi keluarganya, aku hanya bisa mendoakan.

"Indah hanya minta tolong bantu awasi ya Mah, saat Indah sama mas Ilham kerja."

"Iya nanti mama tengok sekali-sekali."

Aku tidak banyak bertanya kenapa dia harus bekerja, kenapa dan kenapa yang lain, karena dulu pun aku tidak butuh pertanyaan seperti itu ketika harus berjuang membesarkan anak-anak berdua, aku hanya butuh support dari keluarga.

Aku tidak ingin pula menceritakan kesusahanku, aku pun menghargai jika anak-anakku tidak ingin bercerita kesusahan mereka, mungkin tidak ingin membebani pikiranku.

Tugasku hanya mengingatkan kodratnya sebagai ibu dan orang tua. Jangan sampai alih-alih berjuang demi anak malah anak yang jadi korban kurang kasih sayang dari orang tua.

Semoga kelak kalian mengerti anak-anakku.