Skip to main content

Kisah seorang gadis dibuang Ibu tiri dan saudara tiri

Kisah seorang gadis yang dibuang Ibu tiri dan saudara tiri adalah cerita fiksi dengan judul "gadis bergaun putih" yang dalam ceritanya ditemukan warga sudah menjadi mayat.

Bagaimana kisah cerita tentang seorang gadis yang dibuang Ibu tiri dan saudara tiri dalam cerita pendek gadis bergaun putih, selengkapnya disimak saja cerpen tentang gadis bergaun putih dibawah ini.

Cerpen: Gadis Bergaun Putih Autor: Putri Rahayu Indah Lestari

'Tolong..!!'
'Tolong..!!'
'Tolong..!!'

Suara itu lagi. Sudah tiga malam dari seminggu aku tinggal di rumah kontrakan ini, suara lirih minta tolong yang tidak kuketahui siapa pemiliknya selalu terdengar setiap malam.

Sebenarnya, aku memang sudah diberitahu oleh sang pemilik kontrakan bahwa rumah yang kukontraki sekarang pernah ditinggali oleh seorang wanita. Namun, suatu hari wanita itu katanya berangkat ke kampus dan selama seminggu tidak pernah kembali.

Anehnya, tak ada yang tahu kemana wanita itu, mau dikata ia lari dari tagihan uang kontrakan tapi, ia merupakan wanita yang berkecukupan.

Namun, karena masih mahasiswi mungkin ia juga ingin seperti remaja-remaja lain pada umumnya bahwa selama kuliah ia tinggal di kost-an atau kontrakan apalagi untuk menjadi seorang yang mandiri.

Mungkin seperti itulah cerita yang pernah kudengar dari pemilik kontrakan ini yang bernama Pak Aris dan beberapa warga lain yang heran dengan kedatanganku di kontrakan ini. Pasalnya, selama bisa dibilang menghilangnya wanita itu tidak ada yang berani meninggali rumah ini.

Tapi, sungguh aku bahkan tidak percaya tentang makhluk halus atau roh seseorang yang sudah tiada yang ingin mengganggu manusia atau semacamnya seperti yang dikatakan para warga itu, jika kalian ingin tahu.

Dan menurutku jika memang ada roh pengganggu disini, pasti ada sebab yang membuatnya sering muncul meminta pertolongan misalnya. Namun, untuk hal itupun aku belum begitu yakin.

Karena rasa penasaranku yang kian meningkat setelah tiga malam ini aku hanya mengacuhkannya, aku pun berniat untuk melihat siapa sebenarnya yang kerap kali meminta tolong dengan suara lirih atau hanya sekedar mengetuk pintu.

Ditambah saat aku kemarin sempat bertanya pada salah satu warga yang bernama Bu Inah. Mengenai suara lirih minta tolong dan ketukan itu, dan yang mengagetkannya ia juga sering mengalami kejadian itu dan bahkan katanya hampir seluruh warga disini pernah dihantui dengan suara minta tolong dan ketukan pintu di malam hari.

Aku mulai berjalan dengan pelan menuju pintu utama ya, lebih tepatnya pintu yang diketuk oleh pemilik suara misterius itu. Kali ini ia sepertinya lebih lama dari biasanya. Maksudnya, biasanya setelah tiga kali mengetuk pintu atau tiga kali meminta tolong suaranya tak terdengar lagi. Aku semakin penasaran.

Setelah sampai di depan pintu, aku masih mendengar suara lirih itu. Suaranya semakin jelas, ya sepertinya itu suara seorang wanita, tapi siapa?

Perlahan aku memegang knop pintu dan membukanya pelan. Pintu terbuka, namun percaya atau tidak. Tidak ada orang sama sekali, sunyi seperti suasana malam pada umumnya. Aku mengedarkan pandangan, siapa tahu saja orang itu ngumpet karena tidak bisa melihat kegantenganku ini, hehehe.

Tapi, benar-benar tidak ada orang disini. Aku menutup pintu kembali, setelah sekali lagi memastikan. Saat aku berbalik ingin menuju ke kamar lagi untuk melanjutkan tugas kuliah yang menumpuk, aku dikagetkan dengan kehadiran sesosok wanita di depanku yang entah sejak kapan dan lewat di mana dia masuk?

Aku mengamatinya dari bawah hingga atas, gadis dengan kulit putih pucat, rambut panjang hitam lurus tergerai, gaun putih yang tampak lusuh dengan banyak noda-noda yang menghiasi gaunnya. Hingga berhenti pada wajah yang juga putih pucat, mata sayu dan wajah tanpa ekspresi itu yang menatapku dengan tatapan teduh dan sendu pada saat yang bersamaan. Satu yang menarik perhatian, netra berwarna coklat madu bening miliknya. Satu kata. Indah!

"Ka...kau, sia...siapa?" tanyaku terbata. Bukan. Bukan takut, aku hanya kaget bukan main.

Dari mana asalnya gadis ini dan...akh, sungguh banyak pertanyaan yang sedang berputar di otakku.

"Tolong..!!" ujarnya lirih, apa namanya Tolong yah? Ah, ada-ada saja.

Tapi, tunggu sepertinya aku mengenali suara lembut lagi lirih itu. Jangan bilang....

"Kau yang selama ini selalu mendatangi rumahku kan?" namun, lagi dan lagi hanya tatapan sendu jawaban pertanyaanku. Dan aku rasa ada makna tersirat dari tatapan itu. Memohon. Ya, aku rasa seperti itu.

"Hanya kamu, yang dapat menolongku," ujarnya lagi.

Aku bingung, hanya aku dia bilang? Memangnya aku apa? Polisi bukan apalagi dukun, eh.

Tapi, tolong apa? Bahkan dilihat dari wajahnya saja, dia seperti gadis yang irit bicara. Aku harus bertanya bagaimana?

"Kau ingin meminta tolong apa?" tanyaku.

Namun, dia hanya menatapku dengan tatapan yang masih belum berubah. Tatapan sendu.

Detik berikutnya tubuhnya malah limbung, namun segera kutangkap. Lantas kugendong saja menuju sofa di depan TV. Aku bingung, harus bagaimana? Jika harus melapor ke warga takutnya mengganggu sebab ini sudah larut. Aku masuk ke kamar untuk tidur terlebih dahulu, semoga saja gadis ini sudah bisa sadar esok hari.

Namun, baru saja aku ingin melangkah. Sebuah tangan beku yang lembut menahanku, aku berbalik kulihat gadis itu mencoba membuka matanya perlahan. Aku berbalik cepat menghadap gadis itu, kutatapnya dan dia balas menatapku.

"Kau bisa cerita sekarang?" tanyaku. Aku melihatnya memegang perutnya, apa dia sakit perut? Atau....lapar?

Gadis secantik ini lapar?

Ya iya lah, gadis cantik kan juga manusia masih bisa lapar tentunya.

"Apa perutmu sakit?" ia menggeleng lemah. Ada peningkatan ia merespon, meski hanya gelengan.

"Emm, kalo begitu apa kau....lapar?" tanyaku ragu.

Tunggu! Ia tak merespon, apa benar?

"Apakah kau lapar?" tanyaku sekali lagi dan--

dia mengangguk lemah. WTF! Aku tak salah liatkan?

"Eh, ak...aku am...ambilkan dulu kalau begitu." ujarku gagap, sungguh aku benar-benar bingung dengannya.

Setelah ku ambilkan semangkuk bubur ayam, sisa makananku tadi. Bukan sisa yang bagaimana, tapi aku hanya memakan separuhnya tadi. Terus kutatap wajah teduh itu, ia makan begitu lahapnya hingga belepotan di sekitar bibirnya.

Aku berniat membersihkannya. Ia menatapku dengan wajah tanpa ekspresi. Lagi.

Kami saling beradu tatap, sungguh netranya benar-benar menghipnotisku. Hingga....

"Uhuk...uhuk...uhuk..!" kusodorkan segelas air mineral padanya.

Setelah ia menyudahi makannya, aku membawa mangkuk beserta gelas yang digunakan gadis itu ke dapur. Saat aku kembali, aku tak menemukannya lagi. Kemana dia?

Saat aku berbalik dia lagi lagi ada di depanku, sungguh gadis ini benar-benar misterius. Pikirku. Tapi ada yang aneh dengan wajahnya sekarang dibanding yang tadi. Wajahnya sekarang lebih berseri tidak sepucat tadi bahkan ada senyuman menghiasi bibir mungilnya.

"Terima kasih karena, telah menolongku. Jika tidak ada kamu, aku mungkin sudah tidak ada lagi disini." ujarnya yang semakin membuatku bingung.

"Ma...maksudnya?" tanyaku bingung.

"Apa kamu bisa percaya jika aku menceritakan kisahku?" tanyanya.

Kisah? Kisah apa?

"Kisah?" tanyaku. Ia mengangguk lantas aku dan gadis itu berpindah tempat dan duduk di sofa tadi.

"Oh ya, sebelumnya perkenalkan namaku Viona," ia menyodorkan tangannya.

"Aku....Farel." jawabku dengan membalas sodoran tangan yang terlihat masih pucat itu.

"Jadi sebenarnya, aku adalah gadis yang ditelantarkan oleh ibu tiri dan saudara tiriku. Mereka selalu jahat padaku, bahkan ia memengaruhi Ayahku dengan mengarang cerita menjelek-jelekkan ku di depan Ayah, hingga lama-kelamaan Ayah mulai percaya dengan mereka, dan tidak denganku." Ia menghembuskan nafas pelan.

"Sampai suatu hari, mereka tiba-tiba saja baik sekali padaku. Mereka membelikanku gaun yang sangat indah dan mengajakku makan malam bersama, awalnya aku tidak percaya namun melihat mereka memohon dengan sangat akupun tak tega akhirnya aku menurutinya."

Viona tampak memperhatikan gaun lusuh yang dipakainya, aku rasa gaun yang dimaksudnya adalah gaun yang dikenakannya saat ini.

"Singkat cerita, mereka malah membuangku ke kota yang jauh dari tempat tinggal kami. Aku bingung, aku takut, sangat takut. Aku belum tahu banyak tentang pergi bepergian karena keluar rumah pun aku sangat jarang, hanya jika berangkat ke sekolah. Saat itu aku tak tahu harus bagaimana hiks...hiks...hiks...." aku menggenggamnya guna menyalurkan kekuatan padanya yang mulai terisak, aku sangat paham perasaannya aku pun ikut merasakan kesedihannya.

"Nggak usah dilanjut, Vio. Aku tau itu berat buatmu, aku pun paham. Kamu yang sabar yah, suatu saat kau akan mendapat bahagiamu dan mereka juga mendapat apa yang sepantasnya mereka dapatkan." aku kaget bukan main, ia menubruk tubuhku dan memelukku erat. Namun, detik berikutnya aku membalas pelukan itu.

"Terima kasih, karena hanya kamu yang mau menerima dan menolongku. Semenjak kamu datang ke tempat ini aku memang merasa kamu laki-laki yang baik, tidak seperti warga lain yang takut jika melihat kedatanganku."

"Bagaimana tidak takut, penampilanmu saja seperti ini." ujarku dengan kekehan ia pun ikut tertawa pelan. Cantik.

"Ini udah larut, sebaiknya kau istirahat saja dulu di kamarku. Biar aku yang tidur disini,"

"Tak apa aku saja yang disini, aku nggak enak."

"Nggak, laki-laki macam apa yang membiarkan wanita tidur di sofa seperti ini sedangkan dirinya enak-enak kan tidur di dalam kamar. Itu benar-benar tidak bertanggung jawab."

"Hehehe, ya udah kalo gitu."

Di bawah atap yang sama, tempat yang berbeda hanya dibatasi dinding. Dua orang sudah terlelap dalam mimpinya masing-masing. Mungkin.

*****

Esoknya aku mencari Viona di seluruh ruang dalam rumah ini, namun aku tidak menemukannya. Hingga aku memutuskan untuk mencarinya di luar rumah, siapa tau aja dia sedang berkeliling. Tapi, tidak kutemukan juga dirinya.

Hingga aku melihat segerombolan warga yang sepertinya sedang ingin mengunjungi sesuatu dengan tergesa-gesa diikuti wajah panik.
"Pak, ada apa, Bapak mau kemana?" tanyaku menahan salah satu dari mereka.

"Itu Mas, katanya ada tubuh perempuan yang ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa dengan badan yang dilumuri darah yang sudah mulai mengering di pinggir jalan. Anehnya nggak ada benda tajam apapun yang ada di dekatnya maupun percikan darah di sekitarnya, hanya pada tubuhnya saja." jelasnya.

Deg

"Kalo begitu saya ikut, Pak." aku dan bapak tersebut mengikuti warga yang lain.

Satu dipikiranku saat ini. Viona. Gadis itu menghilang dan...ah, sudahlah aku tidak ingin berpikiran negatif.

Aku menerobos kerumunan warga guna melihat korban yang dimaksud tersebut. Aku tidak percaya dengan sesosok tubuh kaku yang kukenali di depanku ini. Aku menutup mulutku tidak percaya.

"Pak, ini kejadiannya kapan?" tanyaku gemetar.

"Saya emang ngeliat ada orang yang turun dari mobil dan membuang sesuatu yang seperti dibungkus karung, tapi saya kira itu hanya barang bekas atau sampah yang dibuangnya jadi saya nggak ambil pusing. Dan itu terjadi empat hari yang lalu, saat saya lewat disini saya melihat lagi karung tersebut dan karena penasaran saya coba melihatnya dan ternyata tubuh tak bernyawa gadis ini yang saya temukan. " jelasnya.

Dan duniaku seolah runtuh seketika.Apa-apaan ini, bukankah semalam aku bersamanya, ngobrol dengannya dan mendengar curhatannya bahkan aku memberinya semangkuk bubur?

Dan apa sekarang? Ini sulit dipercaya, gadis yang semalam masih kulihat tawa indahnya kini terbaring kaku dengan tubuh berlumuran darah yang sudah mengering dan ia menggunakan gaun berwarna....putih.

Sungguh aku benar-benar tidak percaya, jika aku hanya mimpi, siapa saja tolong bangunkan aku!

Perlahan kurasa pandanganku mengabur, dan akhirnya menghitam hingga aku tidak tahu apa lagi yang terjadi.

*****

-Tamat-