Skip to main content

Cerita bersambung: Jangan panggil aku tuan muda part 08

JANGAN PANGGIL AKU TUAN MUDA 08

Kota Blora, ada kisah pahit yang pernah dialami Eno disini, tragedi yang memporak porandakan hidup dan masa depannya kala itu.

Siang yang terik Eno mengayuh sepeda warna hijau dengan sekuat tenaga,kalau bukan demi mewujudkan cita cita orang tuanya yang ingin punya anak seorang guru, mungkin Eno enggan untuk menjalani jadi pengajar honorer di desa terpencil ini, harapannya bila sudah mengabdi kelak akan diangkat sebagai guru tetap dan pegawai negeri sipil.

Jangan panggil aku tuan muda part 07

Walau jadi guru honorer di desa seperti ini banyak tantangan untuk wanita muda seperti Eno.

Eno yang bertubuh kecil,kulit sawo matang dan sekilas wajahnya mirip Paramitha Rusady, tak salah selalu banyak yang mengincar ketika masih SMA atau kuliah.namun bila selalu gagal dalam hubungan mungkin bukan jodohnya.

Eno sudah sampai dirumah kecil yang di sediakan pihak sekolah untuk tinggal, memarkir sepeda di beranda dan membuka pintu lalu masuk, lega rasanya sudah sampai rumah dan Eno merebahkan tubuhnya didipan kayu beralas kasur tipis, sejenak memejamkan mata melepas kepenatan.

Namun ketika membuka mata Eno terkejut,didepan pintu kamar sudah berdiri laki laki tinggi berkulit hitam dan berkumis tebal, dialah Bram laki laki yang selama ini menaruh hati pada Eno, namun Eno menolaknya dengan alasan belum membuka hati setelah kematian calon suaminya Rendra.

Jangan panggil aku tuan muda part 06

Belum sempat Eno bertanya tiba tiba Bram maju meraih tangan Eno,dan Eno berusaha mengelak namun kalah cepat dengan Bram,ketika Eno mau lari keluar pintu Bram menarik baju Eno hingga terkoyak.

Saat itu terjadi perlawanan dari Eno,tapi selalu kalah dengan Bram yang sudah dirasuki iblis,Bila menjerit juga percuma karena siang seperti ini warga bekerja diladang, semakin Eno melawan semakin Bram nekad memaksa Eno.

Dan terik matahari siang itu semakin terasa panas dirasakan Eno, disaat Eno meronta dan Bram mencengkram dengan kuat, luka itu semakin perih bagai disayat sembilu, Eno hanya bisa menangis dalam ketidak berdayaan.

Bersambung ke: Jangan panggil aku tuan muda 09