Skip to main content

Apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai (Part 11)

Kata kata apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai adalah pepatah yang memiliki kandungan makna dan pelajaran yang begitu dalam kehidupan manusia sehari hari, kata mutiara ini sering di jumpai dalam berbagai kata-kata motivasi yang biasa digunakan sebagai kata nasehat untuk memotivasi.

Dalam cerita beersambung tentang suami berpoligami, kata mutiara apa yang kau tanam itulah yang kau tuai adalah subjudul cerbung istri merelakan suami poligami bagian ke sebelas, penasaran dengan quotes apa yang kita tanam itu yang kita tuai, temukan dalam cerita bersambung berbagi suami, berikut ini

Berbagi Suami Part 11 Author : Ersu Ruang Sunyi

Bagaimana bisa hal seperti itu bisa viral hingga masuk tv? Siapa yang memviralkannya? seharusnya Mas Ilham pun tidak mengenaliku di video tersebut. Pertanyaan berkecamuk dalam pikiran.

____

Bagaikan di tembak ribuan amunisi tepat di jantung, kebekuan tercipta, sedangkan hati dan pikiran tidak sinkron, apa yang harus kujelaskan? Haruskah aku mengelak? Atau jujur jika waktu itu aku bertemu dengan Alex, hingga bertemu dengan Mas Rian dan Mbak Rani yang memberikan buah dukuh tersebut.

"Yank kamu ini kok ngira kalau itu aku? Kan banyak orang lain, yang bercadar pun," kataku, membantah jika dalam video tersebut aku.

"Tapi aku bisa mengenali kamu walaupun bercadar, cincin itu juga! Sama seperti cincin nikah kita!" hardik Mas Ilham.

"Tapi yank."

"Sayang kenapa kamu malah marah sama Yunda Davira, harusnya kamu senang dong, karena kebaikan Yunda di balas kebaikan," sela Sakila, membelaku.

"Tapi siapa yang memvideokan itu?" tanya mas Ilham penuh selidik.

Ia mengeluarkan benda pipihnya dari dalam saku celananya, lalu membuka layar ponselnya. Matanya membesar, alisnya mengerut.

"Apa yang dia lihat?" bisik hatiku.

"Di beberapa YouTube channel, terdapat video kamu, tapi ada satu akun yang menjelaskan siapa pengunggah yang membuat viral itu, dan itu A2o! Alex ...!," seru Mas Ilham, sambil menatap tajam mataku.

Berbagi suami 10 (2)

"Coba jelaskan apa maksudnya ini Davira?" lanjut Mas Ilham.

"Yank ."

"Ada hubungan apa kamu sama orang Turki itu?" timpal Mas Ilham.

Aku belum aja sempat menjelaskan sudah di cecar kembali dengan berbagai pertanyaan.

"Wak ... waktu itu, a ... aku."

"Kamu pulang pincang-pincang ternyata ada main sama Alex, sampai sempat membuat video, bareng Alex!" cecarnya.

"Em ... bentar! Alex yang waktu itu. Yang waktu dari Bandung nganterin Yunda? Kenapa bisa kalian bersama bikin video itu?" sela Sakila.

"Kamu itu istri macam apa? Penampilan aja bercadar! Tapi kelakuan kamu tidak pantas di tiru!" hardik Mas Ilham.

Awan hitam bergulung di atas kepala, menyelimuti, menciptakan badai. Langit runtuh menimpa, bumi menghimpitku. Tubuh ini bagaikan tidak bertulang kala Mas Ilham menghardikku, dengan prasangka yang buruk.

Sepanjang lebar apapun penjelasanku, percuma saja. Tetap salah dimatanya.

"Yank, waktu itu ketika aku mencari buah dukuh ke beberapa pasar dan toko buah, tiba-tiba ada jambret, dan aku di tolong sama Alex, sehingga aku bertemu sama Mas Rian yang memberi dukuh itu, dan ternyata Mas Rian dan istrinya itu, beberapa bulan lalu, pernah aku belikan buah, sewaktu aku beli buah naga buat kamu, karena aku dengar istrinya yang tengah ngidam minta buah pir, dan suaminya tidak bisa beli karena gak ada uang, dan aku mendengar perkataan mereka, aku membelikan beberapa buah-buahan buat mereka," terangku, panjang lebar.

"Ah! Kamu cari alasan saja! aku tidak mau tahu, kamu jangan pernah sekalipun bertemu lagi dengan si Alex itu," pungkas Mas Ilham, sambil naik ke kamar atas.

Aku terpaku dalam diam, kenapa semua jadi serumit ini? kenapa harus ada video itu? kepalaku tiba-tiba migren memikirkan hal yang rumit ini.

"Yunda, kamu sih gak cerita dari awal, kalau Yunda jalan sama Alex," ucap Sakila. Membuatku semakin terpojok.

***

Berbagi suami 10 (1)

Aku memaki diri sendiri, bodohnya aku! Kenapa waktu itu aku menerima bantuannya Alex? Apa dengan sengaja ia memvideokan kebersamaanku dengannya untuk suatu hal? dia dari awal menyukaiku, apa ini cara dia menghancurkan rumah tanggaku? Ribuan pertanyaan tersirat dari hati kecilku.

[Davira.]

Kulihat pesan masuk, dari kontak bernama Alex, dengan foto profil di gurun pasir. Hoamz ... ini semakin membuatku ingin mencakar wajahnya yang berhidung mancung dan berbulu mata lentik itu. Betapa membuat masalahnya orang itu di dalam hidupku yang kacau balau ini.

[Apa maksud kamu! Mengaploud video ketika aku di rumah Mbak Rani?]" balasku penuh kekesalan.

[Em ... kamu sudah lihat ya? tidak ada maksud apa-apa, cuma biar orang-orang tahu, apa yang kita tanam itu yang akan kita tuai. Sama halnya dengan apa yang kamu lakukan, kamu pernah memberikan buah kepada Mbak Rani, dan sekian bulan kemudian di saat kamu susah payah mencari buah dukuh, mereka memberi mu buah dukuh, yang tanpa di duga]" balasnya.

[Tapi tidak harus di video-in juga kali,]" tangkasku, kesal.

Takkan ada selsainya jika terus menerus membalas chatnya, jika Mas Ilham tahu aku chattingan sama Alex bisa makin marah. Aku matikan ponselku. Ingin rasanya mencari kedamaian dari permasalahan ini. Mas Ilham sebegitu marahnya. Ia pasti tak mau berbicara denganku.

Aku masuk ke kamar untuk mandi, aku tahu Mas Ilham masih di kamarku, aku membuka pintu perlahan, kulihat ia sedang duduk menghadap jendela.

"Apa kamu sekarang mulai berpaling dariku?" tanyanya, dingin.

"Maksud kamu apa yank ...?," tanyaku. "Tidak mungkin aku berpaling dari kamu," lanjutku, sambil menahan bulir bening yang hampir ambruk dari jendela mata.

"Kamu sekarang sering tidak jujur terhadapku, terlebih tentang Alex, kamu juga gak jujur waktu itu pergi sama Alex. Kalau tidak ada video itu mungkin sampai saat ini aku tidak akan pernah tahu jika istriku pergi sama laki-laki lain," tangkasnya.

Berbagi suami 09

Ya ALLAH, aku sungguh lelah dengan kesalah pahaman ini, kenapa mas Ilham masih saja memperkeruh masalah ini? Harus bagaimana aku? supaya Mas Ilham berhenti tidak berpikir buruk terhadapku.

Kuhampiri Mas Ilham dengan memeluknya. Pelukan yang begitu erat.

"Yank, aku mohon maafkan aku, jika selama ini ada beberapa hal yang tidak aku bilang sama kamu, karena aku ingin bilang pun kamu kadang tidak ada waktu untukku. Aku juga bukan tidak ingin cerita sama kamu, kalau aku bertemu Alex, tapi ... aku tidak mau kalau kamu salah paham," ucapku menjelaskan.

Mas Ilham melepaskan pelukanku. Seolah enggan aku peluk, bahkan tak kurasakan lagi sebuah kehangatan dari dada bidangnya itu. Hanya ada gemuruh amarah yang membuncah.

"Aku harus mengantarkan kamu ke rumah orang tuamu, agar di didik dengan benar!" hardik Mas Ilham sambil keluar dari kamar, sambil membanting pintu kamar dengan kencang.

Menjerit menembus langit, menangis membelah bumi. Tubuhku tak berdaya, kakiku tak mampu lagi menopang tubuhku.

***

"Alhamdulilah kamu sudah sadar," ucap ibuku lirih.

Kubuka mata dan melihat ruangan yang sangat asing.

"Umi, aku di mana?" tanyaku heran.

"Di rumah sakit, kamu pingsan, sudah sehari semalam, Umi sangat khawatir. Suami kamu tadi pulang dulu karena Sakila muntah-muntah lagi katanya," papar Ibu.

Kucoba mengingat apa yang terjadi kenapa aku bisa sampai pingsan. Astagfirullah ya ALLAH, setelah debat dengan Mas Ilham, aku tidak ingat apa-apa lagi.

"Umi, siapa yang memberi tahu Umi, jika aku pingsan?" tanyaku.

"Ilham, katanya menemukan kamu tergeletak di dalam kamar. Kata Dokter kamu jangan terlalu banyak berpikir ...," terangnya. "Terus kenapa kamu bisa sampai stres? Ibu kaget ketika Dokter bilang di sebabkan karena stres, apa ada masalah?" lanjutnya penuh selidik.

"Umi ... aku tidak stress, tidak juga ada masalah, mungkin tubuhku aja yang memang lagi lemah," tangkasku.

***

Berbagi suami 08

Biar kututup mata dan hatiku. Kututup netraku. Tak ingin kedengar bising suara kendaraan, tak ingin kudengar suara orang, aku meminta Ibuku, agar tak ada seorang pun yang masuk ke ruangan rawat ku.

Sebenarnya aku merasa jika aku sudah baikan tapi biarkan aku tetap di ruangan ini sebelum Dokter mengijinkan ku pulang. Siang ini Risa yang menemaniku, karena ibuku ada urusan di luar. Ya, adikku yang manis dan cantik seperti princess itu tak henti mengajakku ngobrol, ngaler ngidul.

"Kak, kakak tahu tidak jika kak Alex itu selebgram dan juga creator di YouTube, sekarang dia terkenal karena videonya yang berjudul Apa Yang Kita Tanam Itulah Yang Akan Kita Tuai!" seru Risa.

"Tidak, kakak tidak tahu," jawabku simple, karena tidak ingin kepanjangan membahas hal itu.

"Tapi ya kak, itu tuh perempuan bercadar, kayanya sih ada hubungan di antara kak Alex sama perempuan itu, apa mungkin ya kak jika perempuan itu adalah tunangannya atau pacarnya?" kata Risa, sambil makan kripik yang membuat pipinya melebar.

Tunangan? Pacar? Adikku sendiri tidak mengenaliku di video itu. Tapi mas Ilham, luar biasanya bisa mengenaliku dengan melihatnya sekilas, luar biasa bukan? Rasanya ingin keliling ke taman rumah sakit, untuk membuang kejenuhan karena mendengar ocehan Risa, aku pun belum membuka ponselku yang kusimpan di bawah bantal ranjang rawatku.

***

Baca Juga Cerpen: pelajaran berharga

"Bagaimana bisa seperti ini Dok?"

"Iya Ibu, Bapak. Itu karena di sebabkan oleh virus."

"Tidak! Pokoknya janin ini tidak boleh di lahirkan!"

"Ia, kami sarankan, janin ini harus di buang."

"Bagaimana caranya Dok? apa mengaborsinya?"

"Iya, daripada mengambil resiko, dengan janin yang cacat, lebih baik di ambil tindakan secepatnya."

Aku terperangah mendengar perbincangan di ruang Dokter, khusus kandungan. Plaak ... tong sampah yang kupegang tiba-tiba jatuh. "Sial" gumamku, dengan segera berlari kecil.

"Siapa?"

"Tidak ada siapa-siapa!"

Selamat untung aku keburu lari jadi tidak ketahuan oleh Sakila dan mas Ilham, jika aku menguping. Tapi bagaimana bisa, jika mereka berniat akan mengaborsi kandungannya Sakila?. Aku harus mencari tindakan agar Sakila dan mas Ilham tidak berbuat dosa dengan mengaborsi janin tersebut.

Aku lari kecil menuju kamar rawatku.

"Kak Davira! Kenapa kaya lihat hantu aja?" tanya Risa, terkejut.

"Oh ... gak apa-apa kepala kakak tiba-tiba sakit,'' jawabku. Sambil tiduran di ranjang.

Tak lama kemudian pintu kamar terbuka, Mas Ilham dan Sakila, masuk ke ruang rawatku.

"Bagaimana keadaan kamu?" tanya Mas Ilham.

Kutatap wajahnya begitu kusut.

"Yank, Dinda," sapaku, sambil pura-pura tiduran.

Terlintas bayangan tadi, perbincangan Sakila, Mas Ilham dan Dokter, apa mereka akan Setega itu membuang janin yang sudah lama di nanti? Pikiranku berkecamuk.

"Dinda, bagaimana keadaanmu? Apa masih mual-mual ...," tanyaku. "Jaga baik-baik kandunganmu ya Dinda," lanjutku sambil mengusap perut Sakila.

Kulihat wajah Sakila, yang menyimpan keresahan, keresahan yang tak mampu ia jabarkan, begitu juga dengan Mas Ilham. Wajahnya tiba-tiba seperti menyimpan kecemasan yang tak mungkin ia sanggup untuk mengatakannya.

Sakila dan Mas Ilham pun ijin pulang, karena kondisi Sakila masih mual-mual. Sebelum mereka pulang aku berkata kembali, agar Mas Ilham dan Sakila, menjaga kandungan Sakila.

Tentu ucapanku di dasari suatu hal, agar mereka menggagalkan niat buruknya, dan agar tetap mempertahankan janinnya, apapun kondisinya.

***

Hari beranjak senja, kulihat cakrawala jingga mendominasi langit petang ini, ada kerinduan yang terjeda. Jendela rumah sakit menjadi pemandangan yang indah, mana kala kurindukan buah hati yang tak mungkin lahir dari rahimku, setidaknya akan hadir dari rahimnya Sakila. Walaupun janin itu cacat, menjadi sebuah harapan agar mereka tidak mengaborsi janin tersebut.

"Nak, kamu kok melamun? ada Om Afan sama keluarganya menjenguk kamu," kata ibu membuka pintu, kulihat Om Afan, istrinya, Alex dan adiknya.

Kenapa ada desir yang berdebar dari dalam dada? Manakala kulihat lelaki yang di belakang Om Afan. Kuatur ritme debar di dada ini.

"Davira, maaf Om baru sempat menjenguk, bagaimana keadaan kamu?" tanya Om Afan.

Baca Juga: Cerita bersambung romantis: Fatamorgana cinta

"Alhamdulilah Sudah baikan Om," jawabku.

Om Afan mengobrol panjang lebar bersama ibuku, dan mereka akan makan di rumah makan dekat rumah sakit. Namun Alex tidak ikut dengan mereka, ia menunggu di ruangan rawatku.

Hening tercipta, hanya deru napas dari dua orang yang saling membisu, namun saling memburu.

"Kamu!" Aku dan Alex berkata bersamaan.

Lalu hening kembali.

"Em ...,'' lagi-lagi berucap dengan nada yang sama "kamu sudah makan?" lanjut Alex.

"Nanti," jawabku, simple.

"Kenapa tidak membalas chatku?" tanya Alex.

"Chat! yang mana?" tanyaku, bingung.

"Sudah, lupain aja!" serunya terlihat kesal.

"Kenapa kamu mengaploud video itu?" tanyaku, penasaran.

"Tidak apa-apa, hanya berniat agar semua orang bisa memetik kebaikan dari hal itu," jawabnya.

Trek ... tiba-tiba pintu terbuka. Kulihat wajah tampan itu memasang muka marah.

"Davira! Kamu juga Alex! Kalian masih saja berduaan di saat tidak ada siapapun?" hardik Mas Ilham, sambil menjatuhkan keranjang buah yang di bawanya.

Bersambung

Bagian pertama: cerbung Istri yang rela dipoligami (berbagi suami part 01)